Perlawanan Nasabah WanaArtha Life Korban Gagal Bayar Menggedor Pintu Penguasa

Sabtu, 29 Agustus 2020 - 22:24 WIB
loading...
Perlawanan Nasabah WanaArtha Life Korban Gagal Bayar Menggedor Pintu Penguasa
Pemegang Polis (PP) WanaArtha Life menggalang dukungan dari seluruh wilayah Nusantara dalam rangka mengobarkan program People Power mulai dari Sabang-Merauke serta dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote. Foto/Dok
A A A
BANDUNG - Pemegang Polis (PP) WanaArtha Life asal Bandung, Jawa Barat (Jabar) berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi), Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) membantu menyelesaikan dan menuntaskan kasus yang melilit WarnaArtha Life yang menyengsarakan nasabahnya akibat gagal bayar polis sebagai kewajibannya sejak 7 bulan ini.

Pasalnya, Sub Rekening Efek (SRE) yang disita Kejaksaan Agung atas rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berisi lebih dari 75% bersumber dari dana premi milik nasabah yang dikelola oleh WanaArtha.

(Baca Juga: Ngadu ke DPR, Nasabah WanaArtha Life Ingin Duitnya yang Disita Kejakgung Balik )

"Banyak nasabah WanaArtha di Bandung yang sudah sepuh. Mereka membutuhkan uangnya untuk bisa meneruskan kembali masa pensiunnya untuk bertahan hidup," kata Sisca, seorang Pemegang Polisi WanaArtha Life asal Bandung saat menggelar aksi damai bersama puluhan PP di wilayah Bandung Raya.

Sisca bersama Melly dan Freddy serta beberapa PP lain menerima kedatangan PP lain dari Jakarta, Wahjudi untuk menggalang dukungan dari seluruh wilayah Nusantara dalam rangka mengobarkan program People Power mulai dari Sabang-Merauke serta dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote. Tujuannya mengetuk pintu nurani khususnya Kejaksaan Agung dan OJK yang mengakibatkan kesengsaraan nasabah hingga di titik nadzir.

"Jadi tujuan kita menyambangi saudara-saudara kita Wilayah Bandung Raya untuk konsolidasi "perlawanan" pro justicia dan non pro justicia dengan "menggedor" pintu-pintu penguasa yang abai terhadap nasib rakyatnya yang semestinya mereka lindungi dan dibela karena tidak bersalah dan uang yang mereka percayakan ke WanaArtha bukan hasil kejahatan korupsi atau terlebih pencucian uang. Mereka menabung untuk hari tua dan masa depan keluarganya," ucap kakek menjelang 80 tahun dengan nada emosi.

Pensiunan PNS di BPKP ini juga mengingatkan Jaksa Agung ST Burhanudin untuk tidak lupa dengan pernyataan dan komitmennya bahwa rasa keadilan dalam hati nurani itu tidak ada di KUHAP dan KUHP.

"Kami seluruh PP WanaArtha, korban gagal bayar, menagih janji Pak Jaksa Agung agar rakyat menjadi saksi apakah hanya retorika atau memang beliau berpihak kepada warganya yang betul-betul menderita karena salah sita ini," tandas Wahjudi.

(Baca Juga: Rekening Disita Buntut Jiwasraya, Pemegang Polis WanaArtha Life Tempuh Class Action )

Dari Bandung, Wahjudi mengajak solidaritas sesama PP ramai-ramai (rawe-rawe rantas malang-malang putung-red) mendesak otoritas hukum dan keuangan agar mengangkat sita rekening efek karena dana nasabah tersebut bukan hasil kejahatan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang selama ini dikaitkan dengan kasus korupsi Asuransi Jiwasraya .

Menurut Sisca, sejak ia menjadi agen, tidak sekali pun ada masalah yang menimpa asuransi yang telah berumur 46 tahun ini. Tidak pernah mengalami gagal bayar sekali pun.

Sisca memercayakan investasinya dalam produk Asuransi Dwiguna WanaArtha karena di dalamnya memberikan perlindungan atas asuransi jiwa dan investasi kepada nasabahnya. Tentu terang dia preferensinya karena telah melakukan observasi dan perbandingan dengan produk asuransi lain dan pertimbangan prudent atas manfaat serta benefit yang diberikan mengingat reputasi WanaArtha Life sebagai perusahaan asuransi anak negeri sudah berdiri sejak tahun 1974, harusnya tak perlu diragukan lagi kredibilitas dan track record-nya.

Produk asuransi yang ditawarkannya pun, kata dia, telah mendapatkan izin dan berada di bawah pengawasan dan perlindungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Industri Keuangan Non Bank (IKNB) sekaligus OJK selaku regulator.

"Namun sejak WanaArtha menyatakan tak mampu memenuhi kewajibannya. Menghadapi nasabah marah sekarang ini menjadi pekerjaan rutin, sekarang menjadi biasa saya terima. Pertama kali sub rekening efek WanaaArtha disita dan gagal bayar, jika saya dengar suara telepon bunyi, takutnya luar biasa karena saya tidak bisa jawab kepada Pemegang Polis," cerita Sisca yang juga merangkap sebagai agen penjual produk Asuransi WanaArtha.

Sisca memprotes keras jika dia dan ribuan nasabah WanaArtha dijadikan korban atau tumbal "konspirasi" sebuah kejahatan perorangan atau korporasi.

"Itu karena kami tidak tahu apa-apa. Kita pun sebagai agen punya tanggung jawab moral kepada nasabah. Karena kita (sebagai agent) bisa eksis karena dipercaya Pemegang Polis. Dan karena kita pula, WanaArtha bisa dipercaya nasabah hingga usia 46 tahun ini. Jadi tolong kepada Bapak/Ibu yang mempunyai kekuasaan jangan korbankan kami," ungkap Sisca.

Pernyataan senada dilontarkan, Freddy, Pemegang Polis kelahiran Jogja berusia 75 tahun yang kini menghabiskan masa tuanya di pinggiran Kota Bandung. Ia meminta aparatur hukum di Indonesia berlaku bijaksana. Jangan sampai mengorbankan pihak-pihak yang tidak mengerti persoalan hukum maupun politik.

"Kalau memang WanaArtha salah, gigit. Namun, kalau Wanaartha tidak bersalah tolong lepas gigitannya," tegas Freddy.

Freddy berkata, WanaArtha kini sedang diterjang badai. Namun, hukum harus tetap ditegakkan. "Jangan mengorbankan pihak-pihak yang tidak bersalah. Jangan pura-pura bodoh. Bikin muka kita tipis, jangan tebal," tuturnya.

Di tempat sama, Pemegang Polis yang berprofesi sebagai dokter. Kebetulan korban bernama Sisca ada beberapa di Bandung dan sekitarnya, mengaku sangat kecewa dengan OJK lantaran sebelum ia memutuskan menjadi nasabah WanaArtha, terlebih dahulu bertanya pada OJK secara terinci dan seksama di layanan Satgas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi OJK, layaknya dokter yang mendiagnosa pasiennya.

"Tidak ada sekali pun berita terkait WanaArtha yang dinyatakan bermasalah oleh OJK. Sampai akhirnya saya yakin untuk menjadi nasabah," kata dia.

Sisca menjelaskan, sejak bergabung selama 4 tahun, tidak sekali pun WanaArtha gagal bayar. Sampai akhirnya Kejaksaan Agung menyita sub rekening efek WanaArtha. "Kalau OJK sejak dulu menyatakan WanaArtha bermasalah, saya tidak akan gabung sebagai Pemegang Polis. Saya berharap sekarang OJK berlaku adil," tuturnya.

Melly Pemegang Polis lainnya mengaku kalau uang yang digunakan untuk membeli polis merupakan uang warisan suaminya yang telah lebih dahulu meninggal.

"Uang tersebut sekarang saya gunakan untuk membiayai ibu saya ke rumah sakit. Sekarang untuk membiayai ibu saja, kesulitan bukan main karena tidak mendapatkan hak-hak layaknya sebagai nasabah yang seharusnya dipenuhi kewajibannya oleh WanaArtha," tuturnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1005 seconds (0.1#10.140)