Cermati Beberapa Sentimen Ini Sebelum Bermain di Pasar Saham
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beberapa sentimen yang mungkin mempengaruhi pergerakan pasar saham dalam sepekan ke depan, menurut Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, bakal dipengaruhi pernyataan dari Jerome Powell mengenai The Fed serta mundurnya Perdana Menteri Jepang (PM) Shinzo Abe. Sebelumnya bank sentral AS berusaha mendorong ekonomi dan ketika inflasi mencapai 2 % maka the Fed mulai menaikan suku bunga.
The Fed sekarang akan mengadopsi target inflasi rata-rata yang akan membuat bunga tetap rendah ketika inflasi naik di masa depan. Terang Hans, perubahan pendekatan kebijakan Federal Reserve – The Fed yang disampaikan Jerome Powell punya inplikasi jangka panjang ke pasar keuangan.
"Inflasi akan di rata-rata sehingga butuh waktu lebih lama sebelum The Fed menaikan suku bunga. Hal ini punya inplikasi positif bagi pasar keuangan di jangka panjang," kata Hans Kwee di Jakarta.
(Baca Juga: Sepekan, Kapitalisasi Pasar Naik Jadi Rp6.199,053 Triliun )
Kata dia selain bunga yang rendah, Fed diperkirakan terus mengelontorkan stimulus untuk mendorong ekonomi mencapai target inflasi 2 %. Sehingga ini mendorong perkiraaan panjangnya rezim suku bunga rendah.
Lalu, mundurnya PM Jepang Shinzo Abe akibat alasan kesehatan membuat mata uang Yen menguat secara signifikan terhadap USD. Penerus Abe mungkin akan merubah kebijakan ekonomi dan stimulus Abenomics yang selama ini dilakukan. Yen sebagai mata uang safe haven mengalami penguatan.
"Hal ini mungkin tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Tetapi hal ini dapat mendukung penguatan nilai tukar Rupiah karena terjadi pelemahan USD di pasar," katanya.
(Baca Juga: Potensi Penguatan Terbuka Lebar, IHSG Bakal Bergerak ke 5.102-5.378 )
Selain itu, mulai bangkitnya pandemi Covid 19 di Eropa menimbulkan kekhawatiran dapat menghambat pemulihan ekonomi yang sedang terjadi di kuartal kedua. Beberapa data zona Eropa juga menunjukan perlambatan pemulihan. Salah satu data yakni sentimen konsumen Jerman turun menjelang September.
"Ini menimbulkan keraguan pengeluaran rumah tangga di masa depan di Jerman apakah cukup kuat untuk memacu pemulihan," paparnya.
The Fed sekarang akan mengadopsi target inflasi rata-rata yang akan membuat bunga tetap rendah ketika inflasi naik di masa depan. Terang Hans, perubahan pendekatan kebijakan Federal Reserve – The Fed yang disampaikan Jerome Powell punya inplikasi jangka panjang ke pasar keuangan.
"Inflasi akan di rata-rata sehingga butuh waktu lebih lama sebelum The Fed menaikan suku bunga. Hal ini punya inplikasi positif bagi pasar keuangan di jangka panjang," kata Hans Kwee di Jakarta.
(Baca Juga: Sepekan, Kapitalisasi Pasar Naik Jadi Rp6.199,053 Triliun )
Kata dia selain bunga yang rendah, Fed diperkirakan terus mengelontorkan stimulus untuk mendorong ekonomi mencapai target inflasi 2 %. Sehingga ini mendorong perkiraaan panjangnya rezim suku bunga rendah.
Lalu, mundurnya PM Jepang Shinzo Abe akibat alasan kesehatan membuat mata uang Yen menguat secara signifikan terhadap USD. Penerus Abe mungkin akan merubah kebijakan ekonomi dan stimulus Abenomics yang selama ini dilakukan. Yen sebagai mata uang safe haven mengalami penguatan.
"Hal ini mungkin tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Tetapi hal ini dapat mendukung penguatan nilai tukar Rupiah karena terjadi pelemahan USD di pasar," katanya.
(Baca Juga: Potensi Penguatan Terbuka Lebar, IHSG Bakal Bergerak ke 5.102-5.378 )
Selain itu, mulai bangkitnya pandemi Covid 19 di Eropa menimbulkan kekhawatiran dapat menghambat pemulihan ekonomi yang sedang terjadi di kuartal kedua. Beberapa data zona Eropa juga menunjukan perlambatan pemulihan. Salah satu data yakni sentimen konsumen Jerman turun menjelang September.
"Ini menimbulkan keraguan pengeluaran rumah tangga di masa depan di Jerman apakah cukup kuat untuk memacu pemulihan," paparnya.