Rombak BI, OJK dan LPS Lewat Perppu, Awas Jangan Sewenang-wenang

Senin, 31 Agustus 2020 - 08:52 WIB
loading...
Rombak BI, OJK dan LPS Lewat Perppu, Awas Jangan Sewenang-wenang
Adapun dalam Perppu ini direncanakan akan melakukan penataan kembali terkait keberadaan LPS, OJK dan Bank Indonesia (BI). Namun ekonom mengingatkan jangan sewenang-wenang. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Reformasi Sistem Keuangan . Adapun dalam Perppu ini direncanakan akan melakukan penataan kembali terkait keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).

(Baca Juga: Langkah Khusus, Sri Mulyani Bersiap Rombak BI, LPS dan OJK Lewat Perppu? )

Ekonom Anthony Budiawan mengatakan, dalam penerbitan Perppu tidak boleh dilakukan sewenang-wenang. Menurutnya, faktor subjektivitas dengan kegentingan memaksa harus memenuhi beberapa persyaratan.

"Jangan dibilang bahwa sekarang tidak apa-apa, sekarang masalahnya apa? kalau seandainya Undang-Undang (UU) Bank Indonesia seperti sekarang apa masalahnya? dimana kegentingan memaksa? dimana kebutuhan memaksanya?" ujar Anthony dalam diskusi virtual.

Dia pun mencontohkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang telah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 dimana yang sebelumnya terkait RAPBN yang dilakukan secara cepat karena masa pandemi Covid-19 yang membutuhkan penanganan yang cepat.

(Baca Juga: Perppu Reformasi Keuangan: Upaya Mendegradasi BI dan OJK )

"Yang saya garis bawahi adalah bahwa DPR dengan pemerintah mau mengubah UU silakan, indepensi dari Bank Indonesia, tidak dibuat independen pun silakan karena itu wewenang DPR dan pemerintah, kita harus hormati," kata dia.

Menurut Anthony, peran DPR ke depannya harus kuat dan tidak boleh menyerahkan begitu saja terkait Perppu kepada pemerintah tanpa pengawasan. Dengan adanya penetapan Perppu, maka harus juga memperhatikan peran DPR.

"Pertama, DPR harus mengevaluasi apakah ada kegentingan yang memaksa. Itu harus benar-benar dievaluasi, benar-benar dijadikan negara hukum jangan menyerahkan kedaulatan ke eksekutif. Kedua, membentuk kekuasaan untuk mengatasi keadaan darurat. Ketiga, memantau pelaksanaan kewenangan pemerintah untuk mengatasi keadaan yang tidak normal," ucapnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1271 seconds (0.1#10.140)