Pengolahan yang Baik Jadikan Limbah Cair Pabrik Sawit Bernilai Ekonomi Tinggi
loading...
A
A
A
Menurut dia, melalui penggunaan LCPKS sebagai sumber bahan organik untuk kesuburan dan penambah bahan organik yang semakin terbatas, juga memberikan peluang bahan sumber energi terbarukan.
Saat membahas strategi optimal dan keberlanjutan pengelolaan LCPKS, Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc dari Pusaka Kalam. menguraikan roadmap pengelolaan LCPKS yang terintegrasi, dengan menyoroti pentingnya sinergi antara teknologi dan kebijakan. Diskusi menjadi semakin menarik saat Dr. Gunawan menyatakan bahwa keberadaan BOD BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) dalam LCPKS bukanlah ancaman, melainkan peluang.
"Tingginya BOD dan COD meningkatkan kandungan unsur hara, tetapi juga membutuhkan pengelolaan amoniak yang lebih ketat karena unsur ini berpotensi membahayakan lingkungan, akan tetapi pengurangan BOD secara berlebihan hanya akan menghilangkan potensi manfaat hara dari limbah," ujar Gunawan.
Lebih jauh, Gunawan mengungkapkan bahwa pemantauan logam berat dalam LCPKS di lahan kelapa sawit tidaklah mendesak. "Tanah marginal kebun kelapa sawit cenderung miskin logam berat, sehingga perhatian lebih baik diarahkan pada pengelolaan unsur hara," tambahnya.
Baca Juga: Kacuk Sumarto dan Irwan Pimpin RSI, Siap Jadi Mitra Pemerintah
Sementara itu, Dr. Ir. Achmad Fathoni, M.P. dari First Resources menyoroti peluang besar dari pemanfaatan LCPKS melalui pendekatan LA dan MC. Menurutnya, pendekatan ini tidak hanya mendukung produktivitas tanaman, tetapi juga secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Di tempat yang sama, Prof. Ir. Tjandra Setiadi, M.Eng., Ph.D. dari ITB Bandung menguraikan tiga tantangan utama dalam pengelolaan limbah cair kelapa sawit (POME) di masa depan. Pertama, keterbatasan lahan menjadi isu mendesak karena peningkatan produksi kelapa sawit membutuhkan lebih banyak ruang untuk pengolahan limbah. Kedua, regulasi lingkungan yang semakin ketat mengharuskan industri mengadopsi langkah-langkah untuk mengontrol dan mencegah pencemaran dengan standar tinggi. Ketiga, efisiensi pengolahan menuntut pengembangan teknologi yang hemat energi, ramah lingkungan, namun tetap terjangkau secara ekonomi.
Di sisi lain, ia juga memaparkan prospek positif dari pengelolaan LCPKS. Limbah ini memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi terbarukan melalui pengolahan biogas, serta dapat digunakan sebagai pupuk komersial yang kaya nutrisi untuk pertanian. Selain itu, penerapan teknologi hybrid menjadi salah satu solusi inovatif untuk memaksimalkan efisiensi pengolahan sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
Selain presentasi, sesi diskusi interaktif memberikan ruang bagi peserta untuk menyusun rekomendasi strategis. Acara ini berhasil merumuskan beberapa langkah praktis yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya. Diselenggarakan oleh Pusaka Kalam dengan dukungan dari BPDPKS, FGD ini menjadi tonggak penting dalam upaya mengelola LCPKS secara optimal dan berkelanjutan.
Langkah ini juga menjadi kontribusi signifikan baik dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca juga sebagai sumber daya dengan potensi besar untuk penambahan daya energi listrik dan pemanfaatan biogas sebagai penggerak kendaraan bermotor.
Saat membahas strategi optimal dan keberlanjutan pengelolaan LCPKS, Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc dari Pusaka Kalam. menguraikan roadmap pengelolaan LCPKS yang terintegrasi, dengan menyoroti pentingnya sinergi antara teknologi dan kebijakan. Diskusi menjadi semakin menarik saat Dr. Gunawan menyatakan bahwa keberadaan BOD BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) dalam LCPKS bukanlah ancaman, melainkan peluang.
"Tingginya BOD dan COD meningkatkan kandungan unsur hara, tetapi juga membutuhkan pengelolaan amoniak yang lebih ketat karena unsur ini berpotensi membahayakan lingkungan, akan tetapi pengurangan BOD secara berlebihan hanya akan menghilangkan potensi manfaat hara dari limbah," ujar Gunawan.
Lebih jauh, Gunawan mengungkapkan bahwa pemantauan logam berat dalam LCPKS di lahan kelapa sawit tidaklah mendesak. "Tanah marginal kebun kelapa sawit cenderung miskin logam berat, sehingga perhatian lebih baik diarahkan pada pengelolaan unsur hara," tambahnya.
Baca Juga: Kacuk Sumarto dan Irwan Pimpin RSI, Siap Jadi Mitra Pemerintah
Sementara itu, Dr. Ir. Achmad Fathoni, M.P. dari First Resources menyoroti peluang besar dari pemanfaatan LCPKS melalui pendekatan LA dan MC. Menurutnya, pendekatan ini tidak hanya mendukung produktivitas tanaman, tetapi juga secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Di tempat yang sama, Prof. Ir. Tjandra Setiadi, M.Eng., Ph.D. dari ITB Bandung menguraikan tiga tantangan utama dalam pengelolaan limbah cair kelapa sawit (POME) di masa depan. Pertama, keterbatasan lahan menjadi isu mendesak karena peningkatan produksi kelapa sawit membutuhkan lebih banyak ruang untuk pengolahan limbah. Kedua, regulasi lingkungan yang semakin ketat mengharuskan industri mengadopsi langkah-langkah untuk mengontrol dan mencegah pencemaran dengan standar tinggi. Ketiga, efisiensi pengolahan menuntut pengembangan teknologi yang hemat energi, ramah lingkungan, namun tetap terjangkau secara ekonomi.
Di sisi lain, ia juga memaparkan prospek positif dari pengelolaan LCPKS. Limbah ini memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi terbarukan melalui pengolahan biogas, serta dapat digunakan sebagai pupuk komersial yang kaya nutrisi untuk pertanian. Selain itu, penerapan teknologi hybrid menjadi salah satu solusi inovatif untuk memaksimalkan efisiensi pengolahan sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
Selain presentasi, sesi diskusi interaktif memberikan ruang bagi peserta untuk menyusun rekomendasi strategis. Acara ini berhasil merumuskan beberapa langkah praktis yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya. Diselenggarakan oleh Pusaka Kalam dengan dukungan dari BPDPKS, FGD ini menjadi tonggak penting dalam upaya mengelola LCPKS secara optimal dan berkelanjutan.
Langkah ini juga menjadi kontribusi signifikan baik dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca juga sebagai sumber daya dengan potensi besar untuk penambahan daya energi listrik dan pemanfaatan biogas sebagai penggerak kendaraan bermotor.