Harga Jual Rokok Eceran Naik, Begini Prospek Bisnis Gudang Garam, Sampoerna hingga Wismilak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Memasuki akhir 2024, pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menerbitkan dua regulasi yakni PMK 96/2024 dan PMK 97/2024, yang mengatur cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok untuk tahun 2025. PMK tersebut mengatur tidak akan ada kenaikan tarif cukai pada tahun 2025.
Sebaliknya, pemerintah akan menaikkan HJE rokok dengan implementasi mulai 1 Januari 2025. Langkah ini diyakini mampu mengurangi praktik downtrading, alias fenomena ketika konsumen beralih ke produk rokok yang lebih murah Selain itu, upaya pemerintah ini juga dinilai dapat menjaga keberlanjutan sektor tenaga kerja, serta menekan konsumsi rokok akibat harga jual yang lebih tinggi. Keputusan ini diproyeksikan akan membawa perubahan signifikan bagi industri tembakau, termasuk saham emiten rokok terkemuka di Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM).
Kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) 2025
Berdasarkan riset CGS International Sekuritas Indonesia, HJE sigaret kretek mesin (SKM) mengalami kenaikan sebesar 5,1 persen untuk tier-1, dan 7,6 persen untuk tier-2. Sementara itu, HJE sigaret putih mesin (SPM) tumbuh 4,8 persen untuk tier-1, dan 6,8 persen untuk tier-2. Adapun HJE sigaret kretek tangan (SKT) naik lebih signifikan, yakni 9,6-10 persen untuk tier-1, 15 persen untuk tier-2, dan 18,6 persen untuk tier-3.
Khusus rokok elektrik, kenaikan HJE ditetapkan sebesar 6 persen, dengan sistem open liquid mencapai 22 persen, serta closed liquid sebesar 6 persen. Data CGS mencatat perusahaan rokok secara historis mampu mempertahankan gross margin mereka meski hanya menaikkan harga jual rata-rata (ASP) mereka.
“Kenaikan hanya sebesar 2 sampai 3 persen pada tahun tanpa kenaikan cukai,” tulis riset yang dikeluarkan oleh analis CGS, Jason Chandra, dan Elizabeth Noviana pada 13 Desember 2024.
Namun, meski ada potensi menjaga margin laba, tantangan utama emiten rokok adalah lemahnya daya beli masyarakat, yang berpotensi menekan volume penjualan di 2025.
Rating Sektoral
Meski keputusan pemerintah menaikkan HJE tanpa menaikkan cukai dinilai positif untuk menjaga stabilitas industri, pelemahan daya beli masyarakat dan ancaman rokok ilegal tetap menjadi tantangan utama.
CGS International Sekuritas Indonesia mempertahankan rekomendasi underweight untuk sektor industri rokok, dengan sejumlah katalis meliputi potensi kenaikan cukai di tahun-tahun mendatang, kenaikan harga yang lebih tinggi dari ekspektasi, hingga penegakan hukum terhadap rokok ilegal.
Prospek Emiten Rokok: GGRM, HMSP, WIIM
PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
Saham GGRM direkomendasikan ‘REDUCE’ atau kurangi kepemilikan, dengan target harga Rp13.200. Hingga Selasa (24/12), saham GGRM teleh menembus hingga Rp13.325, dengan berakhir turun 0,76 persen ke Rp13.125.
Diketahui kinerja GGRM sepanjang sembilan bulan pertama 2024 mencatatkan penurunan laba bersih hingga 78 persen secara tahunan (year-on-year), disebabkan lemahnya daya beli masyarakat dan ketidakmampuan perusahaan untuk menaikkan harga produk.
Analis menilai hal ini diperburuk oleh keputusan perusahaan untuk tidak membagikan dividen untuk tahun fiskal 2024. “Sehingga mematahkan tradisi dividen GGRM selama empat tahun terakhir,” jelasnya.
GGRM diprediksi diperdagangkan dengan rasio price-to-earnings (PE) sebanyak 7,70 kali sepanjang 2024, dan 8,70 kali untuk full year 2025. Sementara rasio rasio price-to-book value (P/BV) GGRM mencapai 0,42 kali pada 2024 dan 2025.
Adapun level support GGRM berada di Rp12.525 dan Rp11.925, dengan level resistance di Rp13.725 dan Rp14.325.
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP)
HMSP juga mendapatkan rekomendasi “REDUCE” dengan target harga (TP) Rp720. Hingga Selasa (24/12), saham HMSP stagnan 0,00 persen ke level Rp635 per saham.
Analis menilai HMSP merupakan satu-satunya produsen yang secara konsisten menaikkan harga jual sepanjang FY24. “Sehingga mampu meminimalisir penurunan laba bersih,” jelasnya.
HMSP mempertahankan rasio pembayaran dividen sebesar 100 persen (detilnya 99,6 persen), sehingga dinilai memberikan daya tarik bagi investor yang berorientasi pada pendapatan pasif.
Level support HMSP berada di Rp630 dan Rp600, sedangkan resistance di Rp690 dan Rp720. Analis membaca HMSP berpeluang diperdagangkan dengan rasio price-to-earnings (PE) sebesar 11,39 kali sepanjang 2024, dan 10,32 kali untuk 2025. Sementara rasio rasio price-to-book value (P/BV) HMSP diperkirakan mencapai 2,61 kali pada 2025.
PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM)
WIIM mendapatkan rekomendasi ‘HOLD’ dengan target harga (TP) Rp1.200. Sementara harga terakhir WIIM per Selasa (24/12) mencapai Rp695 per saham. Analis menyebut perusahaan mengalami tantangan dalam menaikkan harga produknya, seperti Diplomat Evo, seiring berkurangnya potongan harga.
WIIM diproyeksi mempunyai rasio price-to-earnings (PE) sebesar 3,73 kali sepanjang 2024, dan 3,43 kali untuk 2025. Sementara rasio rasio price-to-book value (P/BV) WIIM diperkirakan mencapai 0,83 kali pada 2024, dan 0,75 kali pada 2025.
Lihat Juga: Sampoerna Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi Sigaret Kretek Tangan
Sebaliknya, pemerintah akan menaikkan HJE rokok dengan implementasi mulai 1 Januari 2025. Langkah ini diyakini mampu mengurangi praktik downtrading, alias fenomena ketika konsumen beralih ke produk rokok yang lebih murah Selain itu, upaya pemerintah ini juga dinilai dapat menjaga keberlanjutan sektor tenaga kerja, serta menekan konsumsi rokok akibat harga jual yang lebih tinggi. Keputusan ini diproyeksikan akan membawa perubahan signifikan bagi industri tembakau, termasuk saham emiten rokok terkemuka di Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM).
Kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) 2025
Berdasarkan riset CGS International Sekuritas Indonesia, HJE sigaret kretek mesin (SKM) mengalami kenaikan sebesar 5,1 persen untuk tier-1, dan 7,6 persen untuk tier-2. Sementara itu, HJE sigaret putih mesin (SPM) tumbuh 4,8 persen untuk tier-1, dan 6,8 persen untuk tier-2. Adapun HJE sigaret kretek tangan (SKT) naik lebih signifikan, yakni 9,6-10 persen untuk tier-1, 15 persen untuk tier-2, dan 18,6 persen untuk tier-3.
Khusus rokok elektrik, kenaikan HJE ditetapkan sebesar 6 persen, dengan sistem open liquid mencapai 22 persen, serta closed liquid sebesar 6 persen. Data CGS mencatat perusahaan rokok secara historis mampu mempertahankan gross margin mereka meski hanya menaikkan harga jual rata-rata (ASP) mereka.
“Kenaikan hanya sebesar 2 sampai 3 persen pada tahun tanpa kenaikan cukai,” tulis riset yang dikeluarkan oleh analis CGS, Jason Chandra, dan Elizabeth Noviana pada 13 Desember 2024.
Namun, meski ada potensi menjaga margin laba, tantangan utama emiten rokok adalah lemahnya daya beli masyarakat, yang berpotensi menekan volume penjualan di 2025.
Rating Sektoral
Meski keputusan pemerintah menaikkan HJE tanpa menaikkan cukai dinilai positif untuk menjaga stabilitas industri, pelemahan daya beli masyarakat dan ancaman rokok ilegal tetap menjadi tantangan utama.
CGS International Sekuritas Indonesia mempertahankan rekomendasi underweight untuk sektor industri rokok, dengan sejumlah katalis meliputi potensi kenaikan cukai di tahun-tahun mendatang, kenaikan harga yang lebih tinggi dari ekspektasi, hingga penegakan hukum terhadap rokok ilegal.
Prospek Emiten Rokok: GGRM, HMSP, WIIM
PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
Saham GGRM direkomendasikan ‘REDUCE’ atau kurangi kepemilikan, dengan target harga Rp13.200. Hingga Selasa (24/12), saham GGRM teleh menembus hingga Rp13.325, dengan berakhir turun 0,76 persen ke Rp13.125.
Diketahui kinerja GGRM sepanjang sembilan bulan pertama 2024 mencatatkan penurunan laba bersih hingga 78 persen secara tahunan (year-on-year), disebabkan lemahnya daya beli masyarakat dan ketidakmampuan perusahaan untuk menaikkan harga produk.
Analis menilai hal ini diperburuk oleh keputusan perusahaan untuk tidak membagikan dividen untuk tahun fiskal 2024. “Sehingga mematahkan tradisi dividen GGRM selama empat tahun terakhir,” jelasnya.
GGRM diprediksi diperdagangkan dengan rasio price-to-earnings (PE) sebanyak 7,70 kali sepanjang 2024, dan 8,70 kali untuk full year 2025. Sementara rasio rasio price-to-book value (P/BV) GGRM mencapai 0,42 kali pada 2024 dan 2025.
Adapun level support GGRM berada di Rp12.525 dan Rp11.925, dengan level resistance di Rp13.725 dan Rp14.325.
PT HM Sampoerna Tbk (HMSP)
HMSP juga mendapatkan rekomendasi “REDUCE” dengan target harga (TP) Rp720. Hingga Selasa (24/12), saham HMSP stagnan 0,00 persen ke level Rp635 per saham.
Analis menilai HMSP merupakan satu-satunya produsen yang secara konsisten menaikkan harga jual sepanjang FY24. “Sehingga mampu meminimalisir penurunan laba bersih,” jelasnya.
HMSP mempertahankan rasio pembayaran dividen sebesar 100 persen (detilnya 99,6 persen), sehingga dinilai memberikan daya tarik bagi investor yang berorientasi pada pendapatan pasif.
Level support HMSP berada di Rp630 dan Rp600, sedangkan resistance di Rp690 dan Rp720. Analis membaca HMSP berpeluang diperdagangkan dengan rasio price-to-earnings (PE) sebesar 11,39 kali sepanjang 2024, dan 10,32 kali untuk 2025. Sementara rasio rasio price-to-book value (P/BV) HMSP diperkirakan mencapai 2,61 kali pada 2025.
PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM)
WIIM mendapatkan rekomendasi ‘HOLD’ dengan target harga (TP) Rp1.200. Sementara harga terakhir WIIM per Selasa (24/12) mencapai Rp695 per saham. Analis menyebut perusahaan mengalami tantangan dalam menaikkan harga produknya, seperti Diplomat Evo, seiring berkurangnya potongan harga.
WIIM diproyeksi mempunyai rasio price-to-earnings (PE) sebesar 3,73 kali sepanjang 2024, dan 3,43 kali untuk 2025. Sementara rasio rasio price-to-book value (P/BV) WIIM diperkirakan mencapai 0,83 kali pada 2024, dan 0,75 kali pada 2025.
Lihat Juga: Sampoerna Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi Sigaret Kretek Tangan
(nng)