Jangan Menyerah

Kamis, 03 September 2020 - 06:06 WIB
loading...
Jangan Menyerah
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Meski diperkirakan perekonomian pada kuartal III/2020 bakal kembali terkontraksi, optimisme tetap harus dikedepankan. Ini bukan mengabaikan tingginya tingkat persebaran virus corona (Covid-19), tetapi untuk meyakinkan bahwa harapan perbaikan ekonomi masih ada.

Memasuki bulan keenam sejak diumumkannya kasus pertama Covid-19 pada awal Maret lalu, laju penambahan kasus positif korona memang jauh dari kata terkendali. Data-data yang disampaikan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan bahwa sejak pekan kedua Juni hingga kemarin setiap harinya ribuan orang dinyatakan positif corona. (Baca: Kepeminmpinan KAMI Sudah Finas, Struktur Anggota Segera Dibentuk)

Di sisi lain, sejumlah program ekonomi belum juga menampakkan hasil signifikan. Daya beli melorot yang ditandai deflasi pada Juli dan Agustus masing-masing 0,1% dan 0,05%. Data tersebut cukup memberikan gambaran bahwa sektor konsumsi yang selama ini menjadi kontributor utama pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sedang terganggu.

Namun optimisme baru muncul dari sektor industri manufaktur. Hal ini tecermin dari Purchasing Manager’s Index (PMI) pada Agustus lalu yang berada di level 50,8%. Angka tersebut menguat bila dibandingkan dengan PMI Juli yang sebesar 46,9 dan Juni 39,1.

“Ini merupakan kabar gembira karena artinya salah satu indikator perekonomian kita mulai merangkak naik. Capaian ini harus kita jaga dan terus ditingkatkan dengan tetap fokus dan kerja keras dalam upaya pemulihan ekonomi nasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa (1/9/2020).

Senada dengan Agus, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga mengatakan bahwa PMI Indonesia lebih baik daripada negara lain seperti Thailand dan Malaysia. Menurutnya, sektor manufaktur Indonesia terbilang ekspansif secara bertahap di tengah kondisi negara-negara lain yang terkontraksi cukup dalam.

Untuk diketahui, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi -5,32% pada kuartal II akibat Covid-19. Pada kuartal III ini pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan kembali negatif. Sri Mulyani bahkan sempat memperkirakan pada periode Juli–September minus 2–0%. (Baca juga: Pesta Gay di Kuningan Jakarta Digerebek, Puluhan Pria Diamankan Polisi)

Anggota Komisi IX DPR Said Abdullah mengatakan, krisis ekonomi yang berujung resesi bukan hanya terjadi di Indonesia. Menurutnya, negara-negara lain juga mengalami hal yang sama sebagai dampak dari pandemi korona yang belum kunjung reda.

“Memang seluruh dunia hanya Indonesia yang akan resesi? Bukannya sudah 44 negara yang resesi. Justru kita resesinya paling rendah. Kalau pada kuartal II minus 5,32%, perkiraan saya akhir September nanti minus 2–3%,” ujarnya di Jakarta kemarin.

Dia mengingatkan pemerintah maupun masyarakat agar dalam koridor sosial tetap melakukan ikhtiar dan berusaha. “Dari sisi pemerintah, insentif sudah diturunkan. Insentif yang Rp695,2 triliun itu tidak begitu saja turun. Dia harus berproses,” tuturnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1658 seconds (0.1#10.140)