Jangan Menyerah
loading...
A
A
A
Said mengajak semua elemen bangsa untuk optimistis dalam menghadapi badai ekonomi ini. Dia menilai kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah itu 40% ditujukan untuk masyarakat kelas bawah dan UMKM. Ini bisa menumbuhkan perekonomian secara perlahan. Harapannya pada kuartal IV pertumbuhan ekonomi sudah positif.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, resesi yang terjadi sekarang ini tidak perlu dikhawatirkan. Dia menyebutkan pemerintah sendiri seakan ketakutan dengan resesi, padahal kondisi tersebut bukan ujung dunia.
“Resesi biasa-biasa saja. Hanya harus memperbaiki jangan sampai drop minusnya. Kalau resesi sudah pasti. Untuk membalikkan dari minus 5,32% itu perjuangan berat banget. Menurut saya, konsentrasi agar daya beli masyarakat tidak turun. Yang paling penting adalah Covid-19 ditangani dengan benar,” paparnya. (Baca juga: Demi Bisa Belajar Daring, Gadis SMP Harus Kehilangan Keperawanannya)
Pemerintah harus semakin masif melakukan sosialisasi protokol kesehatan Covid-19. Hal ini penting agar persebaran Covid-19 bisa terkendali. Kalau perlu, ada pemberian sanksi, entah berupa denda atau kerja sosial. “Upaya menyadarkan masyarakat itu penting karena kalau terus-menerus begini itu bahaya. Artinya mau stimulus berapa pun enggak akan menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Belum Berdampak
Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, berbagai bantuan tunai dan insentif untuk PEN yang digulirkan belum terbukti mengangkat daya beli masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan masih terjadinya deflasi pada Agustus lalu.
Tauhid mengatakan, tidak tumbuhnya daya beli masyarakat disebabkan beberapa faktor. Di antaranya penurunan pendapatan yang dirasakan masyarakat secara umum yang jauh lebih besar ketimbang insentif yang diberikan pemerintah. (Baca juga: Pesawat Tempur Su-57 Rusia Akan Dapatkan 'Jubah Gaib')
Merujuk pada survei McKinsey dan Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata penurunan pendapatan berkisar 40–60%. Sementara itu bantuan pemerintah bagi kelompok masyarakat terdampak itu rata-rata sekitar 15% dan paling tinggi mencapai 23%.
Meski potensi adanya resesi, Tauhid meminta pemerintah dan masyarakat tidak menyerah. Dia meyakini tahun depan situasi ekonomi akan berjalan normal. Karena itu dia berharap pemerintah juga bisa segera melakukan strategi pemulihan ekonomi yang tepat sasaran dan dapat berdampak signifikan. Misalnya memberikan bantuan atau stimulus terhadap sasaran yang membutuhkan.
“Penurunan pendapatan jauh lebih besar, sementara yang didukung pemerintah jauh lebih kecil. Itu yang menyebabkan penurunan daya beli. Otomatis mau enggak mau inflasi enggak bisa terkerek dan malah menyebabkan deflasi karena memang permintaannya rendah,” ujar Tauhid.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, resesi yang terjadi sekarang ini tidak perlu dikhawatirkan. Dia menyebutkan pemerintah sendiri seakan ketakutan dengan resesi, padahal kondisi tersebut bukan ujung dunia.
“Resesi biasa-biasa saja. Hanya harus memperbaiki jangan sampai drop minusnya. Kalau resesi sudah pasti. Untuk membalikkan dari minus 5,32% itu perjuangan berat banget. Menurut saya, konsentrasi agar daya beli masyarakat tidak turun. Yang paling penting adalah Covid-19 ditangani dengan benar,” paparnya. (Baca juga: Demi Bisa Belajar Daring, Gadis SMP Harus Kehilangan Keperawanannya)
Pemerintah harus semakin masif melakukan sosialisasi protokol kesehatan Covid-19. Hal ini penting agar persebaran Covid-19 bisa terkendali. Kalau perlu, ada pemberian sanksi, entah berupa denda atau kerja sosial. “Upaya menyadarkan masyarakat itu penting karena kalau terus-menerus begini itu bahaya. Artinya mau stimulus berapa pun enggak akan menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Belum Berdampak
Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, berbagai bantuan tunai dan insentif untuk PEN yang digulirkan belum terbukti mengangkat daya beli masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan masih terjadinya deflasi pada Agustus lalu.
Tauhid mengatakan, tidak tumbuhnya daya beli masyarakat disebabkan beberapa faktor. Di antaranya penurunan pendapatan yang dirasakan masyarakat secara umum yang jauh lebih besar ketimbang insentif yang diberikan pemerintah. (Baca juga: Pesawat Tempur Su-57 Rusia Akan Dapatkan 'Jubah Gaib')
Merujuk pada survei McKinsey dan Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata penurunan pendapatan berkisar 40–60%. Sementara itu bantuan pemerintah bagi kelompok masyarakat terdampak itu rata-rata sekitar 15% dan paling tinggi mencapai 23%.
Meski potensi adanya resesi, Tauhid meminta pemerintah dan masyarakat tidak menyerah. Dia meyakini tahun depan situasi ekonomi akan berjalan normal. Karena itu dia berharap pemerintah juga bisa segera melakukan strategi pemulihan ekonomi yang tepat sasaran dan dapat berdampak signifikan. Misalnya memberikan bantuan atau stimulus terhadap sasaran yang membutuhkan.
“Penurunan pendapatan jauh lebih besar, sementara yang didukung pemerintah jauh lebih kecil. Itu yang menyebabkan penurunan daya beli. Otomatis mau enggak mau inflasi enggak bisa terkerek dan malah menyebabkan deflasi karena memang permintaannya rendah,” ujar Tauhid.