Perppu 1/2020 Salah Jalan, Faisal Basri Sebut Pemerintah Langgar Sunatullah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 telah diresmikan DPR sebagai undang-undang (UU). Perppu tersebut berisi tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Dalam rapat paripurna DPR yang digelar 12 Mei 2020 DPR memberikan persetujuan penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai undang-undang. Dengan demikian Perpu Nomor 1 Tahun 2020 telah berubah menjadi UU No 2 Tahun 2020.
Menanggapi UU tersebut, Ekonom Senior Indef Faisal Basri menilai, sejak awal pemerintah sudah salah jalan. Perppu tersebut bukan payung hukum untuk mengatasi keadaan darurat pandemi corona dengan cara yang luar biasa. (Baca juga: Faisal Basri Sebut Komandan Ekonomi Jokowi Tak Paham Resesi, Nyindir Siapa? )
"Bukan juga untuk memperkokoh otoritas gugus tugas justru malah menyebabkan koordinasi penanganan lemah," katanya saat webinar di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
Tapi Perppu ini untuk melebarkan defisit dan menjaga sektor keuangan padahal sektor keuangan tidak ada masalah. "Ditambah lagi pengelolaan data parah dan tidak menggunakan standar WHO. Kurang berdasar scientific dan data akurat," ungkap dia.
Menurut Faisal, kondisi Indonesia sekarang ini adalah kasus naik ekonomi turun. Padahal pemerintah inginnya meski ada kasus Covid-19 ekonomi juga tetap naik. "Nah yang kaya gini melanggar sunatullah, melanggar hukum alam namanya," ujar dia. (Baca juga: Bangkitkan Ekonomi, Prancis Anggarkan Rp1.750 Triliun )
Dengan demikian, pemerintah harus mengendalikan virus corona ini sehingga turun jumlah kasusnya. Dengan menurunnya jumlah kasus, maka dengan sendirinya tanpa stimulus dan tanpa disuruh pun ekonomi akan jalan karena tidak ada fasilitas produksi yang rusak seperti krisis sebelumnya.
Caranya, antara lain perusahaan padat karya dibantu agar melakukan tes sebelum dibuka pabriknya. "Ekonomi otomatis naik dan dunia usaha bisa memproduksi kembali," katanya.
Dalam rapat paripurna DPR yang digelar 12 Mei 2020 DPR memberikan persetujuan penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai undang-undang. Dengan demikian Perpu Nomor 1 Tahun 2020 telah berubah menjadi UU No 2 Tahun 2020.
Menanggapi UU tersebut, Ekonom Senior Indef Faisal Basri menilai, sejak awal pemerintah sudah salah jalan. Perppu tersebut bukan payung hukum untuk mengatasi keadaan darurat pandemi corona dengan cara yang luar biasa. (Baca juga: Faisal Basri Sebut Komandan Ekonomi Jokowi Tak Paham Resesi, Nyindir Siapa? )
"Bukan juga untuk memperkokoh otoritas gugus tugas justru malah menyebabkan koordinasi penanganan lemah," katanya saat webinar di Jakarta, Kamis (3/9/2020).
Tapi Perppu ini untuk melebarkan defisit dan menjaga sektor keuangan padahal sektor keuangan tidak ada masalah. "Ditambah lagi pengelolaan data parah dan tidak menggunakan standar WHO. Kurang berdasar scientific dan data akurat," ungkap dia.
Menurut Faisal, kondisi Indonesia sekarang ini adalah kasus naik ekonomi turun. Padahal pemerintah inginnya meski ada kasus Covid-19 ekonomi juga tetap naik. "Nah yang kaya gini melanggar sunatullah, melanggar hukum alam namanya," ujar dia. (Baca juga: Bangkitkan Ekonomi, Prancis Anggarkan Rp1.750 Triliun )
Dengan demikian, pemerintah harus mengendalikan virus corona ini sehingga turun jumlah kasusnya. Dengan menurunnya jumlah kasus, maka dengan sendirinya tanpa stimulus dan tanpa disuruh pun ekonomi akan jalan karena tidak ada fasilitas produksi yang rusak seperti krisis sebelumnya.
Caranya, antara lain perusahaan padat karya dibantu agar melakukan tes sebelum dibuka pabriknya. "Ekonomi otomatis naik dan dunia usaha bisa memproduksi kembali," katanya.
(ind)