Bahaya jika Membuat Bank Sentral Terus Berjalan Pakai Kruk

Selasa, 08 September 2020 - 07:48 WIB
loading...
Bahaya jika Membuat Bank Sentral Terus Berjalan Pakai Kruk
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah tengah menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang terkait reformasi keuangan sebagai antisipasi krisis keuangan. Di sisi lain, DPR RI juga mempercepat pembahasan RUU Perubahan UU Bank Indonesia melalui pembahasan internal Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Adu cepat antara perppu dan RUU seputar kelembagaan bank sentral membuat gaduh publik yang menyorotinya dengan kritis. Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan mengatakan, perppu dan RUU BI tidak tepat bila semangatnya ingin mengamputasi independensi bank sentral.

UU No. 2 Tahun 2020 sebetulnya sudah membuat pincang karena BI tidak independen lagi dengan skema burden sharing (berbagi beban) yang disepakati. Skema itu membuat BI harus membeli surat utang negara (SUN) di pasar perdana dengan bunga 0%.

"Kini perppu dan RUU BI akan menyebabkan independensi tidak hanya pincang namun berisiko menjadi teramputasi secara permanen dari Bank Indonesia. Kedua, perppu dan RUU BI diperkirakan akan menjadikan bank sentral masuk menjadi bagian dari pemerintah sebagaimana peranannya kementerian lembaga dalam kabinet," ujarnya di Jakarta, Senin (7/9/2020).

Fadli menambahkan, dalam draf RUU BI menyebutkan bahwa BI dapat menyelamatkan bank sistemik yang gagal melalui fasilitas pembiayaan darurat yang tata cara dan ketentuannya harus sesuai dengan UU terpisah. "Dalam hal ini BI dikesankan sebagai juru bayar atau cetak uang yang bebannya dikembalikan lagi ke Bank Indonesia dan pemerintah," cetus dia. ( Baca juga:Dikepung Sentimen Negatif, Indeks Masih Dibekingi Fundamental Ekonomi )

Menurut dia, Perppu 1 Nomor 2020 yang kemudian menjadi UU No. 2 Tahun 2020 tersebut telah mencampuri independensi BI dalam pembelian surat utang negara dan independensi dalam memberikan pinjaman likuiditas khusus (PLK) kepada bank sistemik yang mengalami kesulitan likuiditas. Hal tersebut juga tidak memenuhi persyaratan pinjaman likuiditas jangka pendek yang dijamin oleh pemerintah dan diberikan berdasarkan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Tergerusnya hak independen membeli SUN dan memberikan PLK tersebut menyebabkan Bank Indonesia sudah pincang dalam menjalankan tugas, khususnya menjaga stabilitas keuangan.

"Langkah ini dapat dimengerti karena keadaan perekonomian yang darurat dan extra ordinary. Namun jangan terlalu jauh melangkah dengan menjadikan independensi BI menjadi permanen yang justru membahayakan stabilitas sistem keuangan dan ketahanan perekonomian nasional dalam jangka menengah panjang," sebut dia. ( Baca juga:Arab Saudi Tuntut Keadilan Bagi Palestina )

Apabila RUU dan perppu dilanjutkan, sambung dia, maka akan membuat stabilitas sistem keuangan dalam bahaya. "Buktinya sekarang ini nilai tukar rupiah justru melemah di tengah penguatan nilai mata uang negara lain. Pasar telah merespons negatif rencana ini," katanya.

Dia pun mengingatkan jangan sampai ada kepentingan personal dan sekelompok orang yang ingin menguasai kelembagaan keuangan Indonesia. "Kami juga merekomendasikan agar jangan terburu-buru terbitkan RUU dan Perppu reformasi keuangan. Pemerintah sebaiknya fokus kepada penyelamatan ekonomi melalui stimulus ekonomi dan memastikan penyerapan anggaran lebih baik," ungkap Fadli.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0974 seconds (0.1#10.140)