Presiden Jokowi: Indonesia Lagi Krisis, Aturan Jangan Berbelit-belit

Rabu, 09 September 2020 - 11:02 WIB
loading...
Presiden Jokowi: Indonesia...
Presiden Joko Widodo. Foto/Koran SINDO/Eko Purwanto
A A A
JAKARTA - Kondisi Indonesia yang sedang ditimpa krisis ekonomi saat ini harus dimaknai sama oleh semua pihak. Untuk bisa keluar dari tekanan krisis itu, aturan harus dirombak dan jangan ada lagi prosedur yang berbelit-belit.

Keprihatinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sepertinya terjadi karena masih banyak jajarannya di pemerintah pusat dan daerah, belum sadar bahwa Indonesia sedang mengalami krisis akibat Covid-19. Lagi-lagi, Presiden meminta usaha yang luar biasa atau extraordinary dalam segala bidang khususnya perekonomian.

"Semua itu saya tegaskan kembali berulang-ulang untuk menyamakan frekuensi bahwa kita memang dalam kondisi krisis," tegas Jokowi di Istana Negara, Jakarta, kemarin. (Baca: 9 Cara Menghindari Dosa Dusta dan Ghibah)

Penyamaan frekuensi ini diminta Presiden Jokowi dengan tidak menerapkan prosedur dan aturan yang berbelit-belit. Menurutnya, aturan yang dibuat sendiri itu sudah waktunya dirombak, apalagi demi kepentingan masyarakat.

"Upaya extraordinary harus di bidang perekonomian, bantuan sosial berupa kebutuhan pokok, bantuan sosial berupa uang tunai harus dilakukan untuk menyelamatkan masyarakat yang tiba-tiba menganggur, yang tiba-tiba tidak punya penghasilan. Bantuan untuk UMKM, subsidi gaji, dan restrukturisasi kredit juga harus dilakukan secara cepat," jelas dia.

Pemerintah, lanjut dia, harus mampu mengganti cara kerja dari channel yang biasa-biasa menjadi channel yang luar biasa, seperti juga kondisi dunia pada umumnya. "Kita masih butuh waktu untuk keluar dari kondisi ini, pemerintah masih butuh fleksibilitas kerja dan kesederhanaan prosedur agar semua permasalahan bisa ditangani dengan cepat, tepat sasaran, dan efisien," tandasnya. (Baca juga: Kemendikbud Khawatir Banyak Anak Putus Sekolah karena Covid-19)

Department Head Industry & Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani memaklumi keresahan Presiden Jokowi terhadap kinerja pembantunya. Dia menilai kinerja pemerintah di saat ini masih kurang memuaskan.

Hal ini bisa dilihat dari serapan anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang memang di bawah ekspektasi karena serapan anggaran relatif rendah. "Namun, khusus untuk program bansos sudah mencapai 49,6% per Agustus 2020," ujar Dendi.

Terlebih, menurutnya, kasus positif Covid-19 harian terus meningkat. Maka wajar bila diperlukan upaya dan strategi khusus agar masyarakat menjalankan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. "Bisa dengan pengerahan tentara dan polisi besar-besaran ke lapangan demi mendisiplinkan masyarakat," tegasnya.

Lebih lanjut, dia melihat hal yang terpenting perlu dilakukan adalah menghubungkan titik-titik (connecting the dots) kekuatan yang ada. Semua itu demi kebijakan yang lebih efektif dalam menangani Covid-19 dan juga dalam menjalankan program pemulihan ekonomi. "Artinya ada fungsi komunikasi dan koordinasi yang harus diperkuat, termasuk antara kementerian lembaga di pusat dan di daerah," paparnya. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)

Selanjutnya, Tim Satgas Covid-19 juga harus menerapkan strategi debottle-necking atau memecah kebuntuan dari saluran-saluran yang terhambat, sehingga lebih efektif saat melaksanakan dan mengeksekusi program pemulihan ekonomi nasional. Jadi harus diidentifikasi saluran mana yang macet.

Dijelaskan posisinya, mengapa, dan dicarikan solusinya. Misalnya yang jelas adalah serapan anggaran yang masih rendah. Maka perlu dicari penyebab dan kemudian solusi yang cepat dan praktis," terang Dendi.

Chief Economist BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan, meskipun saat ini beberapa indikator makroekonomi mulai menunjukkan sinyal sedikit membaik, sesungguhnya kinerja perekonomian Indonesia masih jauh dari level pre-pandemi. "Hal ini antara lain bisa kita lihat dari beberapa indikator. Seperti penjualan mobil, motor, semen, ritel, dan lain-lain yang levelnya masih rendah," tutur Damhuri.

Namun, dirinya juga melihat secara perlahan mulai terjadi kenaikan sejak Juni 2020. Kondisi ini tentu tidak terlepas dari upaya pemerintah yang berupaya untuk menggerakkan kembali roda perekonomian melalui sejumlah kebijakan. "Namun, aktivitas ekonomi masih di bawah pre-pandemi. Maka masih dibutuhkan upaya ekstra agar aktivitas ekonomi bisa lebih cepat membaiknya," katanya. (Lihat videonya: Kesultanan Buton yang Tidak Pernah Dijajah Negara Eropa)

Menurut Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin, pemerintah pusat telah melakukan upaya terbaik untuk memulihkan ekonomi. Sayangnya, upaya tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah daerah, terutama penyaluran dana PEN yang tidak lancar. “Kemungkinannya ini disebabkan sistem database yang masih kacau,” jelas Ferry. (Hafid Fuad/Fahreza Risky)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1475 seconds (0.1#10.140)