Perekonomian di Pantura Jawa Kian Moncer

Rabu, 23 September 2020 - 09:05 WIB
loading...
Perekonomian di Pantura Jawa Kian Moncer
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Perekonomian di sepanjang pantai utara Pulau Jawa (pantura) dalam beberapa tahun ke depan diyakini kian menggeliat. Infrastruktur yang relatif lebih lengkap menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk menanamkan modalnya di lokasi ini.

Ya, Jawa tetap menjadi magnet bagi pemilik modal. Setidaknya hal ini tercermin dari realisasi investasi asing pada kuartal II/2020. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan pada periode tersebut Provinsi Jawa Barat (Jabar) berada di urutan pertama dengan nilai investasi sebesar USD1.352,2 juta, disusul DKI Jakarta USD847,1 juta, dan Jawa Timur sebesar USD535,6 juta. (Baca: Umur, Sebuah Nikmat yang Akan Ditanya Tentangnya)

Jawa Tengah pada periode ini berada di posisi kedelapan dengan nilai investasi sebesar USD305 juta di bawah Sulawesi Tengah, Banten, Kepulauan Riau, serta Sulawesi Tenggara. Namun, dari sisi jumlah proyek yang dikerjakan investor mencapai 841, jauh di atas Sulawesi Tengah yang hanya 123 proyek, Kepulauan Riau 394 proyek, dan Sulawesi Tenggara 47 proyek.

Keberadaan Tol Trans Jawa menjadikan pantura kian prospektif bagi industri berorientasi ekspor. “Kita sudah beberapa kali menyampaikan bahwa pantai utara Jawa yang sudah tersambungkan dengan jalan tol, harus menjadi super koridor ekonomi kita karena fasilitas-fasilitas infrastruktur sudah relatif lebih siap,” kata Presiden Joko Widodo saat membuka rapat terbatas secara virtual di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, kemarin.

Menurut Jokowi, untuk menjadikan pantura sebagai kawasan pusat industri, dibutuhkan akses pelabuhan internasional yang langsung terhubung dengan tol Trans-Jawa. Sebab itu, dia menekankan bahwa percepatan pembangunan Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat harus segera dilakukan.

Keberadaan Pelabuhan Patimban akan menciptakan segitiga kawasan pertumbuhan ekonomi dengan Bandara Internasional Kertajati dan kawasan industri di Bekasi, Karawang, serta Purwakarta.

Dengan terhubungnya tiga wilayah tersebut, Jokowi meyakini komoditas ekspor dari Indonesia memiliki harga yang bisa bersaing dengan produk internasional karena ada efisiensi logistik. (Baca juga: Kasus Corona Capai 4.000 per Hari, IDI Berikan Dua Solusi)

“Pelabuhan Patimban ini memiliki peran yang penting dan strategis dalam pertumbuhan dan perdagangan di wilayah Jawa Barat dan dikembangkan saling mengisi dengan Tanjung Priok secara komplementer,” lanjut Jokowi.

Sebagai informasi, pembangunan Pelabuhan Patimban dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama, Pelabuhan Patimban direncanakan akan dapat melayani 3,75 juta peti kemas (TEUS). Tahap kedua, kapasitas pelayanan akan meningkat menjadi 5,5 juta TEUS, dan pada tahap ketiga akan meningkat kembali hingga 7 juta TEUS (ultimate).

Secara umum Pelabuhan Patimban akan melayani jenis muatan peti kemas dan kendaraan bermotor (car terminal) yang diangkut menggunakan kapal-kapal berukuran besar. Car terminal ini akan memiliki kapasitas tampung hingga 600.000 kendaraan per tahun pada kondisi ultimate alias sudah rampung semuanya.

Keberadaan car terminal di Pelabuhan Patimban ini diharapkan dapat mengurangi kepadatan lalu lintas khususnya untuk ekspor-impor produk kendaraan di Pelabuhan Tanjung Priok.

Keberadaan Pelabuhan Patimban diharapkan dapat mengurangi biaya logistik dengan mendekatkan pusat produksi dengan pelabuhan, memperkuat ketahanan ekonomi, sekaligus mengurangi tingkat kepadatan lalu lintas dari dan menuju Jakarta. Selain itu, pelabuhan ini juga diharapkan dapat mendorong ekonomi masyarakat sekitar.

Di tempat yang sama, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku siap melaksanakan arahan Presiden tersebut. “Kita ketahui bersama bahwa wilayah pusat pertumbuhan industri di Jawa ada wilayah pusat di Banten, terdiri dari Cilegon, Tangerang, dan Serang,” kata Airlangga.

Kemudian, di Jawa Barat bagian barat, yaitu Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Subang. “Lalu, wilayah pengembangan industri di Jawa Barat bagian timur itu kawasan baru Rebana, serta tempat Pelabuhan Patimban yaitu Cirebon, Indramayu, dan Majalengka,” sambungnya. (Baca juga: Arab saudi Siap-siap Cabut Larangan Umrah)

Airlangga menyebut total ada 71 kawasan industri di sepanjang koridor utara Jawa. Subang akan menjadi kawasan industri logam, pangan, dry port atau pelabuhan daratan, transportasi, dan pengolahan makanan. “Kemudian Majalengka tempat (Bandara) Kertajati itu untuk penerbangan kargo logistik, tekstil, pangan, juga plastik sintetik,” ungkapnya.

Selanjutnya, daerah Indramayu akan dijadikan sentra pengembangan kimia hulu, pengolahan ikan, kimia dasar, hulu agro, petrokimia hulu, dan resin sintetik. Lalu, Cirebon diproyeksikan menjadi tempat pengolahan ikan, furnitur, perkapalan, industri pakan, dan bahan galian nonlogam.

Untuk wilayah Jawa Tengah, ada Batang, Kendal, Semarang, dan Demak. Sementara di Jawa Timur ada Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Bangkalan.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan juga pengembangan industri di luar Pulau Jawa. Saat ini penyebaran kawasan industri di Pulau Jawa sudah cukup masif. (Baca juga: Terbukti, Kunyit Membantu Meredakan Nyeri Sendi)

“Kalau pembangunan infrastruktur tetap di Pulau Jawa, artinya yang di luar Pulau Jawa akan relatif kalah cepat dengan yang di Pulau Jawa,” ujarnya.

Heri melanjutkan, investor cenderung memilih kawasan industri yang dekat dengan pasar dan sumber bahan baku. Menurut dia, pemerintah harus mau memprioritaskan pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa yang dekat dengan sumber bahan baku dibandingkan Pulau Jawa yang sudah cukup padat.

“Alangkah baiknya pemerintah membangun kawasan industri di luar Pulau Jawa yang dekat dengan bahan baku dan strategis dalam jalur perdagangan internasional,” tuturnya.

Heri menuturkan, masih tingginya biaya logistik juga menjadi keluhan para investor. Untuk itu, dibutuhkan dukungan pemerintah dalam membangun infrastruktur agar distribusi rantai pasok lebih efisien.

“Dengan begitu, maka daya saing akan meningkat. Tentu keuntungan lainnya semakin banyak nilai tambah, kemudian tenaga kerja makin terserap banyak, dan investor makin banyak yang datang,” jelasnya. rina anggraeni/oktiani endarwatiDefisit APBN 2020 Tembus Rp500 Triliun. (Baca juga: Suarez Murka karena Merasa Dibohongi Barcelona)

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sudah mencapai Rp500,5 triliun atau 48,2% dari patokan dalam APBN 2020 senilai Rp1.039,2 triliun. Realisasi defisit anggaran itu setara dengan 3,05% produk domestik bruto (PDB).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, defisit ini disumbang dari pendapatan negara mencapai Rp1.034,1 triliun yang mengalami pertumbuhan negatif 13,1% dibandingkan realisasi tahun lalu sampai Agustus 2019. Sedangkan untuk belanja negara tercatat lebih besar hingga Rp1.534,7 triliun.

“Posisi Agustus defisit sudah Rp500,5 triliun atau 3,05% (PDB),” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers secara virtual, kemarin.

Dia memerinci, realisasi penerimaan pajak hingga akhir Agustus 2020 tercatat senilai Rp676,9 triliun atau 56,5% terhadap target APBN 2020 yang sudah diubah sesuai Perpres No. 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun.

Sementara realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 31 Agustus 2020 tercatat senilai Rp121,2 triliun atau 58,9% dari target Rp205,7 triliun. Realisasi ini mencatatkan pertumbuhan 1,8% dibandingkan dengan realisasi periode sama tahun lalu sebesar Rp119,0 triliun. (Lihat videonya: Merasa Jenuh, Pasien Covid-29 di Kalteng Jebol Ruang Isolasi)

“Realisasi penerimaan perpajakan hingga Agustus 2020 tercatat senilai Rp798,1 triliun atau 56,8% dari target Rp1.404,5 triliun. Performa ini mencatatkan kontraksi 13,4% dibandingkan realisasi akhir Agustus 2019 senilai Rp921,5 triliun,” katanya. (Rina Anggraeni)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1568 seconds (0.1#10.140)