Kinerja Industri Jasa Keuangan di Sulsel Tumbuh Positif
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua) mencatat, meski di tengah pandemi COVID-19 , kinerja sektor jasa keuangan khususnya di Sulawesi Selatan (Sulsel) tumbuh positif.
Kepala OJK Kantor Regional VI Sulampua, Nurdin Subandi menjelaskan, industri jasa keuanga n di Sulsel posisi Agustus 2020 di masa pandemi tetap tumbuh positif, ditopang fungsi intermediasi yang tinggi dan disertai tingkat risiko yang tetap aman.
"Industri perbankan masih tumbuh positif dengan kinerja intermediasi perbankan yang tetap tinggi. Di mana, total aset perbankan di Sulsel posisi Agustus 2020 tumbuh 0,64% yoy dengan nominal mencapai Rp151,30 triliun, terdiri dari aset bank umum Rp148,49 triliun dan aset BPR Rp2,81 triliun,” ujarnya, dalam sesi jurnalis update, di Aston Hotel Makassar, Jumat (9/10/2020).
Dia menguraikan, jika berdasarkan kegiatan bank, aset perbankan konvensional Rp142,40 triliun dan aset perbankan syariah Rp8,89 triliun.
Begitupun pada kinerja intermediasi perbankan Sulsel terjaga pada level yang tinggi dengan loan to deposit ratio (LDR) 114,08% dan tingkat risiko kredit bermasalah berada di level aman 2,76%.
“Industri perbankan syariah terus menunjukkan pertumbuhan aset perbankan syariah mencatatkan pertumbuhan tinggi 8,18% yoy dengan nominal Rp8,89 triliun, lebih tinggi dibanding pertumbuhan aset perbankan konvensional 0,21% yoy dengan nominal Rp142,40 triliun. DPK perbankan syariah mencatat pertumbuhan double digit 14,47% yoy dengan nominal Rp6,26 triliun, lebih tinggi dibanding pertumbuhan DPK perbankan konvensional 7,12% yoy dengan nominal Rp99,15 triliun,” terangnya.
Sementara, untuk industri BPR mengalami perlambatan akibat pandemi -3,90% yoy menjadi Rp2,81 triliun, dengan DPK yang juga melambat -3,51% yoy menjadi Rp1,80 triliun.
Begitu pula dengan penyaluran kredit yang juga mengalami perlambatan sebesar -3,49% yoy menjadi Rp2,40 triliun. Penghimpunan DPK tumbuh lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit perbankan terkoreksi -2,36% yoy menjadi Rp121,22 triliun sebagai dampak peningkatan mitigasi risiko bank dalam menghadapi COVID-19, sehingga bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit. Terdiri dari kredit modal kerja Rp46,20 triliun (-0,58% yoy), kredit investasi Rp17,59 triliun (-17,89 yoy), dan kredit konsumsi Rp57,42 triliun (2,08% yoy).
Berdasarkan sektor lapangan usaha, pertumbuhan kredit tertinggi tercatat pada sektor pertanian (18,30% yoy), sektor perikanan (17,80% yoy), dan sektor jasa kemasyarakatan (4,02% yoy).
Adapun pada sektor bukan lapangan usaha, kredit pemilikan flat/apartemen dan kredit untuk kepemilikan rumah tinggal tumbuh masing-masing 14,15% yoy dan 3,75% yoy.
Adapun penghimpunan DPK tumbuh positif 7,53% di tengah pandemi COVID-19, dengan nominal Rp105,41 triliun, terdiri dari giro Rp15,67 triliun, tabungan Rp58,02 triliun, dan deposito Rp31,71 triliun. Pertumbuhan positif tersebut mencerminkan kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap kelembagaan bank sekaligus merupakan salah satu indikator positif atas terjaganya arus likuiditas bank.
“NPL perbankan berada di level aman NPL perbankan Sulsel tetap terjaga di level aman 2,76%. Secara rinci, NPL bank umum berada di posisi 2,75%, sedangkan NPL BPR berada pada posisi 3,14%. Kredit UMKM terus tumbuh realisasi kredit kepada UMKM di Sulsel tumbuh 1,14% yoy menjadi Rp40,57 triliun,” ujarnya.
Nurdin Subandi memaparkan, pertumbuhan tertinggi terdapat pada kredit kecil 2,06% yoy menjadi Rp14,63 triliun dan kredit usaha mikro 1,52% menjadi Rp14,63 triliun. Adapun kredit usaha menengah mengalami perlambatan -0,26% menjadi Rp12,85 triliun.
Sedangkan, pada industri pasar modal Sulsel tumbuh sangat tinggi jumlah investor pasar modal di Sulsel mencapai 70.399 investor, tumbuh signifikan 71,78% yoy. Pertumbuhan sangat tinggi pada investor reksadana 108,92% dengan investor sebanyak 42.643, disusul investor surat berharga negara (SBN) yang tumbuh 35,88% yoy dengan 5.275 investor, dan investor saham yang tumbuh 34,71% yoy dengan investor mencapai 22.481.
Adapun nilai transaksi saham di Sulsel hingga Agustus 2020 mencapai Rp9,25 triliun. Industri keuangan non bank (IKNB) juga tumbuh tinggi pada industri keuangan non bank (IKNB), total aset dana pensiun tumbuh 6,31% yoy menjadi Rp1,09 triliun. Adapun penyaluran pembiayaan melalui perusahaan pembiayaan mengalami perlambatan -9,31% menjadi Rp12,28 triliun. Pinjaman yang disalurkan perusahaan pergadaian tumbuh tinggi 27,35% menjadi Rp4,94 triliun.
Pada realisasi asuransi agribisnis terus digenjot di sektor asuransi pertanian, asuransi usaha tani padi (AUTP) telah menjangkau 8.367 Ha dengan nilai premi mencapai Rp1,50 miliar. Adapun asuransi usaha ternak sapi/kerbau (AUTSK) telah menjangkau 13.237 ekor sapi dengan nilai premi Rp2,64 miliar.
Nurdin Subandi mengungkapkan, untuk implementasi kebijakan restrukturisasi, OJK secara berkelanjutan memonitoring implementasi pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan sesuai POJK No.11/POJK.03/2020 (perbankan) dan POJK No.14/POJK.05/2020 (IKNB). Sampai dengan 13 Agustus 2020, 37 Bank Umum Konvensional/Syariah (termasuk 3 Unit Usaha Syariah) telah melakukan proses restrukturisasi dan 29 di antaranya telah melakukan restrukturisasi dengan O/S restrukturisasi sebesar Rp 18,87 triliun yang terdiri dari 199.981 debitur restru.
Selanjutnya, 76 perusahaan pembiayaan telah melakukan proses restrukturisasi dan 73 di antaranya telah melakukan restrukturisasi dengan O/S restrukturisasi Rp 7,59 triliun bagi 216.181 debitur restru. OJK terus berkoordinasi dengan perbankan serta perusahaan pembiayaan untuk memastikan realisasi penerapan kebijakan restrukturisasi tersebut dapat berjalan dengan baik, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan membantu debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19.
Di sisi lain, Nurdin Subandi menuturkan, dalam rangka mendorong bergeraknya kembali sektor riil menuju masyarakat produktif dan aman COVID-19 serta mendukung langkah pemerintah dalam rangka percepatan PEN, Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA) Sulawesi Selatan menargetkan akan menyalurkan kredit Rp3,62 triliun ke beberapa sektor ekonomi.
“Realisasi PEN di Sulawesi Selatan sebesar Rp 3,81 triliun kepada 64.366 debitur. Tentunya sampai akhir tahun diharapkan dapat terus meningkat,” harapnya.
Kepala OJK Kantor Regional VI Sulampua, Nurdin Subandi menjelaskan, industri jasa keuanga n di Sulsel posisi Agustus 2020 di masa pandemi tetap tumbuh positif, ditopang fungsi intermediasi yang tinggi dan disertai tingkat risiko yang tetap aman.
"Industri perbankan masih tumbuh positif dengan kinerja intermediasi perbankan yang tetap tinggi. Di mana, total aset perbankan di Sulsel posisi Agustus 2020 tumbuh 0,64% yoy dengan nominal mencapai Rp151,30 triliun, terdiri dari aset bank umum Rp148,49 triliun dan aset BPR Rp2,81 triliun,” ujarnya, dalam sesi jurnalis update, di Aston Hotel Makassar, Jumat (9/10/2020).
Dia menguraikan, jika berdasarkan kegiatan bank, aset perbankan konvensional Rp142,40 triliun dan aset perbankan syariah Rp8,89 triliun.
Begitupun pada kinerja intermediasi perbankan Sulsel terjaga pada level yang tinggi dengan loan to deposit ratio (LDR) 114,08% dan tingkat risiko kredit bermasalah berada di level aman 2,76%.
“Industri perbankan syariah terus menunjukkan pertumbuhan aset perbankan syariah mencatatkan pertumbuhan tinggi 8,18% yoy dengan nominal Rp8,89 triliun, lebih tinggi dibanding pertumbuhan aset perbankan konvensional 0,21% yoy dengan nominal Rp142,40 triliun. DPK perbankan syariah mencatat pertumbuhan double digit 14,47% yoy dengan nominal Rp6,26 triliun, lebih tinggi dibanding pertumbuhan DPK perbankan konvensional 7,12% yoy dengan nominal Rp99,15 triliun,” terangnya.
Sementara, untuk industri BPR mengalami perlambatan akibat pandemi -3,90% yoy menjadi Rp2,81 triliun, dengan DPK yang juga melambat -3,51% yoy menjadi Rp1,80 triliun.
Begitu pula dengan penyaluran kredit yang juga mengalami perlambatan sebesar -3,49% yoy menjadi Rp2,40 triliun. Penghimpunan DPK tumbuh lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit perbankan terkoreksi -2,36% yoy menjadi Rp121,22 triliun sebagai dampak peningkatan mitigasi risiko bank dalam menghadapi COVID-19, sehingga bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit. Terdiri dari kredit modal kerja Rp46,20 triliun (-0,58% yoy), kredit investasi Rp17,59 triliun (-17,89 yoy), dan kredit konsumsi Rp57,42 triliun (2,08% yoy).
Berdasarkan sektor lapangan usaha, pertumbuhan kredit tertinggi tercatat pada sektor pertanian (18,30% yoy), sektor perikanan (17,80% yoy), dan sektor jasa kemasyarakatan (4,02% yoy).
Adapun pada sektor bukan lapangan usaha, kredit pemilikan flat/apartemen dan kredit untuk kepemilikan rumah tinggal tumbuh masing-masing 14,15% yoy dan 3,75% yoy.
Adapun penghimpunan DPK tumbuh positif 7,53% di tengah pandemi COVID-19, dengan nominal Rp105,41 triliun, terdiri dari giro Rp15,67 triliun, tabungan Rp58,02 triliun, dan deposito Rp31,71 triliun. Pertumbuhan positif tersebut mencerminkan kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap kelembagaan bank sekaligus merupakan salah satu indikator positif atas terjaganya arus likuiditas bank.
“NPL perbankan berada di level aman NPL perbankan Sulsel tetap terjaga di level aman 2,76%. Secara rinci, NPL bank umum berada di posisi 2,75%, sedangkan NPL BPR berada pada posisi 3,14%. Kredit UMKM terus tumbuh realisasi kredit kepada UMKM di Sulsel tumbuh 1,14% yoy menjadi Rp40,57 triliun,” ujarnya.
Nurdin Subandi memaparkan, pertumbuhan tertinggi terdapat pada kredit kecil 2,06% yoy menjadi Rp14,63 triliun dan kredit usaha mikro 1,52% menjadi Rp14,63 triliun. Adapun kredit usaha menengah mengalami perlambatan -0,26% menjadi Rp12,85 triliun.
Sedangkan, pada industri pasar modal Sulsel tumbuh sangat tinggi jumlah investor pasar modal di Sulsel mencapai 70.399 investor, tumbuh signifikan 71,78% yoy. Pertumbuhan sangat tinggi pada investor reksadana 108,92% dengan investor sebanyak 42.643, disusul investor surat berharga negara (SBN) yang tumbuh 35,88% yoy dengan 5.275 investor, dan investor saham yang tumbuh 34,71% yoy dengan investor mencapai 22.481.
Adapun nilai transaksi saham di Sulsel hingga Agustus 2020 mencapai Rp9,25 triliun. Industri keuangan non bank (IKNB) juga tumbuh tinggi pada industri keuangan non bank (IKNB), total aset dana pensiun tumbuh 6,31% yoy menjadi Rp1,09 triliun. Adapun penyaluran pembiayaan melalui perusahaan pembiayaan mengalami perlambatan -9,31% menjadi Rp12,28 triliun. Pinjaman yang disalurkan perusahaan pergadaian tumbuh tinggi 27,35% menjadi Rp4,94 triliun.
Pada realisasi asuransi agribisnis terus digenjot di sektor asuransi pertanian, asuransi usaha tani padi (AUTP) telah menjangkau 8.367 Ha dengan nilai premi mencapai Rp1,50 miliar. Adapun asuransi usaha ternak sapi/kerbau (AUTSK) telah menjangkau 13.237 ekor sapi dengan nilai premi Rp2,64 miliar.
Nurdin Subandi mengungkapkan, untuk implementasi kebijakan restrukturisasi, OJK secara berkelanjutan memonitoring implementasi pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan sesuai POJK No.11/POJK.03/2020 (perbankan) dan POJK No.14/POJK.05/2020 (IKNB). Sampai dengan 13 Agustus 2020, 37 Bank Umum Konvensional/Syariah (termasuk 3 Unit Usaha Syariah) telah melakukan proses restrukturisasi dan 29 di antaranya telah melakukan restrukturisasi dengan O/S restrukturisasi sebesar Rp 18,87 triliun yang terdiri dari 199.981 debitur restru.
Selanjutnya, 76 perusahaan pembiayaan telah melakukan proses restrukturisasi dan 73 di antaranya telah melakukan restrukturisasi dengan O/S restrukturisasi Rp 7,59 triliun bagi 216.181 debitur restru. OJK terus berkoordinasi dengan perbankan serta perusahaan pembiayaan untuk memastikan realisasi penerapan kebijakan restrukturisasi tersebut dapat berjalan dengan baik, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan membantu debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19.
Di sisi lain, Nurdin Subandi menuturkan, dalam rangka mendorong bergeraknya kembali sektor riil menuju masyarakat produktif dan aman COVID-19 serta mendukung langkah pemerintah dalam rangka percepatan PEN, Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA) Sulawesi Selatan menargetkan akan menyalurkan kredit Rp3,62 triliun ke beberapa sektor ekonomi.
“Realisasi PEN di Sulawesi Selatan sebesar Rp 3,81 triliun kepada 64.366 debitur. Tentunya sampai akhir tahun diharapkan dapat terus meningkat,” harapnya.
(luq)