Neraca Perdagangan Surplus Indikasi Ekonomi RI Bisa Bertahan?

Jum'at, 16 Oktober 2020 - 09:10 WIB
loading...
A A A
Ekspor industri pengolahan juga tumbuh 7,37% dibandingkan Agustus. Kenaikan berasal dari ekspor pada komoditas besi dan baja, minyak kelapa sawit, kendaraan bermotor, serta pulp. Sementara itu, sektor pertambangan masih mencatatkan penurunan sebesar 4,1%. “Ekspor pertambangan terus turun karena permintaan untuk batu bara turun. Harga batu bara juga turun cukup dalam mencapai 17% dibanding tahun lalu,” katanya.

Impor pada September juga didorong oleh sektor migas yang mencatatkan kenaikan sebesar 23,9% dibandingkan Agustus, sedangkan impor nonmigas naik 6,18%. Meski demikian, dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau year on year, impor pada September masih tercatat turun 18,88%. “Karena ada penurunan pada impor migas dan nonmigas,” ujarnya. (Baca juga: Jaga Kesehatan Mata, Batasi Anak Main Gadget)

Kenaikan impor terbesar terjadi pada komponen mesin dan peralatan mekanis. Kemudian disusul oleh besi dan baja, mesin dan perlengkapan elektrik, serta kendaraan lainnya. Sementara impor biji kerak dan abu logam, pupuk, kereta api dan bagiannya, barang tekstil jadi lainnya, serta tembakau dan rokok menurun. “Peningkatan impor terbesar dari Jepang, Korea Selatan, China, dan Ukraina,” katanya.

Berdasarkan kelompok penggunaan barangnya, kenaikan impor terutama terjadi pada barang modal dan bahan baku yang masing-masing meningkat 19,01% dan 7,23% dibandingkan Agustus. Impor barang modal tercatat sebesar USD2,13 miliar dan bahan baku USD8,23 miliar.

Sementara itu, impor konsumsi turun 6,12% menjadi USD1,12 miliar. Secara kumulatif Januari—September, menurut Suhariyanto, total impor mencapai USD103,68, masih menurun 18,15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara total ekspor mencapai USD117,19 miliar. “Secara kumulatif, neraca perdagangan kita surplus USD13,51 miliar,” ucapnya. (Baca juga: Ombudsman Surati Kapolri, Minta Pendekatan Persuasif dalam Unjuk Rasa)

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, perbaikan ekspor bulanan didukung oleh peningkatan aktivitas manufaktur dari mitra dagang utama Indonesia seperti kawasan Eropa AS, Jepang, India, Korea. Sementara di sisi yang lain, impor pada September masih dipengaruhi oleh kontraksi aktivitas manufaktur domestik.

Sementara itu, ekonom Core Piter Abdullah mengatakan, neraca perdagangan yang kembali mencetak surplus menjadi kabar baik. Tentunya, terang dia, hal ini menunjukkan ada indikasi perekonomian Indonesia masih bisa bertahan.

“Saya kira surplus neraca perdagangan ini menjadi indikasi perekonomian Indonesia masih bertahan di tengah pandemi. Surplus berturut-turut ini, saya kira membantu memperbaiki transaksi berjalan sekaligus men-support stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Piter kemarin.

Dia melanjutkan, surplus pada September 2020 disebabkan pertumbuhan ekspor yang lebih besar dari pertumbuhan impor. Adapun pertumbuhan ekspor ini disebabkan kenaikan harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). (Lihat videonya: Satukan tekad untuk Memenangkan Perang Melawan Covid-19)

“Pertumbuhan lebih ekspor disebabkan oleh kenaikan harga komoditas, utamanya CPO di tengah mulai membaiknya permintaan global karena perekonomian China yang sudah mulai bangkit,” terangnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1509 seconds (0.1#10.140)