Unggul dari Singapura, Begini Prospek Cerah Pasar Modal Tahun Depan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Head Economist TanamDuit Ferry Latuhihin mendukung pernyataan kondisi pasar modal Indonesia lebih baik dibandingkan Singapura, Filipina, hingga Thailand yang posisinya berada di bawah Indonesia. Sebagai gambaran, indeks Singapura hingga saat ini masih -21,49%. Sementara untuk Filipina dan Thailand indeksnya masing-masing mengalami -24,53% dan 22,04%.
Menurut Ferry market di Indonesia lebih kuat dari negara-negara tersebut tidak lain karena ekspektasi pasar yang menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca-pandemi Covid-19 akan melesat lebih cepat daripada negara tetangga. Secara outlook juga stabil seperti yang dikatakan oleh lembaga-lembaga rating seperti Fitch dan S&P. "Pertumbuhan ekonomi Singapura masih sangat volatile dibanding pertumbuhan ekonomi kita. Dan Thailand selalu lebih rendah," ujar Ferry.
Dia melanjutkan secara struktur ekonomi Indonesia didominasi UMKM sehingga ikut mendukung stabilitas dan rendahnya volatilitas pertumbuhan. Di tengah krisis ini sektor perbankan nasional juga relatif aman dan likuiditasnya didukung oleh pemerintah. "Bahkan pertumbuhan kredit sudah mulai positif lagi. Saya masih yakin index masih berpotensi ke 5750-6000 akhir tahun ini dan ke 7000 akhir 2021," tambahnya.
Menurutnya ada sentimen positif juga disebabkan hadirnya UU Omnibus Law Ciptaker disambut positif oleh investor dan juga Bank Dunia dan IMF. Serta banjirnya likuiditas di perbankan kita. "Pertumbuhan ekonomi kita tahun depan bisa mencapai 6% dengan asumsi bahwa badai Covid-19 berakhir akhir tahun ini," ujarnya.
Head Economist BNI Sekuritas Damhuri Nasution juga mengatakan meski tahun ini sulit untuk menghindar dari resesi. Namun resesi jangan membuat putus asa, tapi sebaliknya dengan adanya resesi ini kita harus lebih giat berusaha agar tetap bisa bertahan dan secara gradual kita bangkit dari resesi ini.
"Bagi mereka yang memiliki dana berlebih di tengah resesi, sebaiknya jangan disimpan semua dalam bentuk deposito. Karena saat krisis seperti ini selain imbal hasilnya kurang menarik karena bunga rendah, sebagian bank juga tidak berharap kebanjiran DPK karena sulit disalurkan dalam bentuk kredit. Jadi uang yang nganggur sebaiknya sebagian digunakan untuk investasi," ujar Damhuri mengingatkan.
Lebih lanjut dia menambahkan momen saat ini tepat berinvestasi di pasar modal karena harga-harga saham sedang murah. Sudah barang tentu ini akan mengalami kenaikan bila perekonomian sudah keluar dari resesi. Kalau mau berinvestasi di sektor ril, biasanya harga-harga aset dimasa resesi juga cenderung murah. "Jadi resesi sebetulnya memberikan kita kesempatan untuk berinvestasi dengan potensi imbal hasil yang sangat menarik setelah resesi berlalu," ujarnya.
Lihat Juga: 14 Juta Investor Pasar Modal Indonesia, AEI Dorong Sinergi Emiten dalam Membangun Ekonomi
Menurut Ferry market di Indonesia lebih kuat dari negara-negara tersebut tidak lain karena ekspektasi pasar yang menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca-pandemi Covid-19 akan melesat lebih cepat daripada negara tetangga. Secara outlook juga stabil seperti yang dikatakan oleh lembaga-lembaga rating seperti Fitch dan S&P. "Pertumbuhan ekonomi Singapura masih sangat volatile dibanding pertumbuhan ekonomi kita. Dan Thailand selalu lebih rendah," ujar Ferry.
Dia melanjutkan secara struktur ekonomi Indonesia didominasi UMKM sehingga ikut mendukung stabilitas dan rendahnya volatilitas pertumbuhan. Di tengah krisis ini sektor perbankan nasional juga relatif aman dan likuiditasnya didukung oleh pemerintah. "Bahkan pertumbuhan kredit sudah mulai positif lagi. Saya masih yakin index masih berpotensi ke 5750-6000 akhir tahun ini dan ke 7000 akhir 2021," tambahnya.
Menurutnya ada sentimen positif juga disebabkan hadirnya UU Omnibus Law Ciptaker disambut positif oleh investor dan juga Bank Dunia dan IMF. Serta banjirnya likuiditas di perbankan kita. "Pertumbuhan ekonomi kita tahun depan bisa mencapai 6% dengan asumsi bahwa badai Covid-19 berakhir akhir tahun ini," ujarnya.
Head Economist BNI Sekuritas Damhuri Nasution juga mengatakan meski tahun ini sulit untuk menghindar dari resesi. Namun resesi jangan membuat putus asa, tapi sebaliknya dengan adanya resesi ini kita harus lebih giat berusaha agar tetap bisa bertahan dan secara gradual kita bangkit dari resesi ini.
"Bagi mereka yang memiliki dana berlebih di tengah resesi, sebaiknya jangan disimpan semua dalam bentuk deposito. Karena saat krisis seperti ini selain imbal hasilnya kurang menarik karena bunga rendah, sebagian bank juga tidak berharap kebanjiran DPK karena sulit disalurkan dalam bentuk kredit. Jadi uang yang nganggur sebaiknya sebagian digunakan untuk investasi," ujar Damhuri mengingatkan.
Lebih lanjut dia menambahkan momen saat ini tepat berinvestasi di pasar modal karena harga-harga saham sedang murah. Sudah barang tentu ini akan mengalami kenaikan bila perekonomian sudah keluar dari resesi. Kalau mau berinvestasi di sektor ril, biasanya harga-harga aset dimasa resesi juga cenderung murah. "Jadi resesi sebetulnya memberikan kita kesempatan untuk berinvestasi dengan potensi imbal hasil yang sangat menarik setelah resesi berlalu," ujarnya.
Lihat Juga: 14 Juta Investor Pasar Modal Indonesia, AEI Dorong Sinergi Emiten dalam Membangun Ekonomi
(nng)