Ketika 'Big Mac' Membuktikan Ekonomi China Sudah Ungguli Amerika

Senin, 19 Oktober 2020 - 12:50 WIB
loading...
Ketika Big Mac Membuktikan...
Metode pengukuran kekuatan ekonomi menggunakan Purchasing Power Parity (PPP) membuktikan bahwa China telah mengungguli AS sebagai adidaya ekonomi dunia. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Dunia terbangun dengan realitas baru pascapandemi yang membuat segalanya terhenti. Salah satunya adalah kebangkitan China sebagai negara adidaya ekonomi baru yang tak terbantahkan.

Menurut EurAsian Times yang mengutip laporan World Economic Output 2020 IMF yang dirilis baru-baru ini, China telah melampaui Amerika Serikat (AS) sebagai ekonomi terbesar di dunia. " Dana Moneter Internasional (IMF) menggunakan tolok ukur yang lebih andal dan sekarang diterima secara luas, yang disebut Purchasing Power Parity (PPP) dan menentukan ekonomi China sebesar USD24,2 triliun, dibandingkan dengan AS sebesar USD20,8 triliun," ungkap EurAsian Times yang dikutip Senin (19/10/2020).

Metode penghitungan PPP yang digunakan oleh IMF memungkinkan untuk membandingkan berapa banyak yang dapat dibeli dengan uang yang Anda miliki di berbagai negara. Sementara, para ekonom secara tradisional menggunakan MER (Market Exchange Rates) atau nilai tukar pasar untuk menghitung produk domestik bruto (PDB), yang justru tidak mencerminkan angka sebenarnya.

(Baca Juga: Tumbuh 4,9% di Kuartal III, Ekonomi China Jadi Harapan Dunia)

Metode MER dipandang kurang akurat karena meremehkan daya beli mata uang banyak negara. Akibatnya, mata uang banyak negara dinilai terlalu rendah terhadap dolar.

Dengan PPP, IMF memperkirakan output ekonomi China melebihi AS dengan selisih yang sangat besar. IMF menjelaskan dalam laporannya bahwa PPP menghilangkan perbedaan tingkat harga antar ekonomi dan dengan demikian membandingkan ekonomi nasional dalam hal berapa banyak setiap negara dapat membeli dengan mata uangnya sendiri pada harga barang yang dijual di sana.

Setelah IMF, CIA juga memutuskan untuk beralih dari MER ke PPP dalam penilaian tahunan ekonomi nasionalnya. CIA Factbook mencatat bahwa "ukuran nilai tukar resmi dari PDB bukanlah ukuran akurat dari output China; PDB pada nilai tukar resmi (PDB MER) secara substansial mengecilkan tingkat aktual dari output China dibandingkan dengan negara lain di dunia; dalam situasi China, PDB pada paritas daya beli memberikan ukuran terbaik untuk membandingkan output antar negara. "

Untuk mengatasi ketidakkonsistenan dengan metode tradisional, The Economist menemukan metode baru yang disebut "Indeks Big Mac" untuk menentukan apakah mata uang berada pada level yang tepat.

Faktanya adalah, satu dolar AS (USD1) dapat membeli suatu barang hampir dua kali lipat lebih banyak di China daripada di Amerika sendiri. Sedangkan nilai tukar pasar saat ini hampir tidak mengakui fakta tersebut.

Menurut The Economist, "Pada 2019, pekerja China menghasilkan barang dan jasa senilai lebih dari 99 triliun yuan. Sementara Amerika menghasilkan USD21,4 triliun. Karena 6,9 yuan tahun lalu setara dengan USD1, maka rata-rata PDB China hanya bernilai USD14 triliun ketika dikonversi ke dolar dengan harga pasar, atau jauh di bawah Amerika.

Akan tetapi, 6,9 yuan bernilai lebih banyak di China daripada USD1 di Amerika. Contohnya adalah burger Big Mac dari McDonald's. Harganya sekitar 21,70 yuan di China dan USD5,71 di Amerika. Dengan ukuran itu, maka 3,8 yuan setara dengan USD1.

"Jika itu faktanya, maka 99 triliun yuan sebetulnya senilai USD26 triliun, dan artinya ekonomi China sudah jauh lebih besar daripada Amerika," tambah The Economist.

Tingkat pertumbuhan ekonomi China telah tumbuh dengan kecepatan yang menakjubkan sekitar 10% selama hampir 30 tahun terakhir. Negara ini telah menyaksikan pertumbuhan yang mengejutkan di setiap sektor, dengan sektor manufaktur menjadi mesin kebangkitan secara keseluruhan.

(Baca Juga: Negara Lain Masih Terjebak dalam Resesi, Ekonomi China Bangkit Lebih Awal) Bloomberg melakukan kalkulasi sendiri terhadap data IMF, yang menunjukkan proporsi pertumbuhan dunia yang berasal dari China diperkirakan akan meningkat dari 26,8% pada 2021 menjadi 27,7% pada 2025. "Itu masing-masing lebih dari 15 dan 17 poin persentase, lebih tinggi dari AS bagian dari output global yang diharapkan," ungkap laporan itu.

Menurut perkiraan IMF, China akan tumbuh sebesar 8,2% tahun depan, turun satu poin persentase penuh dari perkiraan IMF pada bulan April tetapi cukup kuat untuk menyumbang lebih dari seperempat pertumbuhan global.

Dunia tidak bisa lagi menyangkal kekuatan super China sebagai ekonomi paling kuat di dunia. Fakta ini tidak bisa disingkirkan lagi. Kenaikan negara itu ke puncak tidak bisa dihindari, meski tidak ada yang menyangka akan secepat itu. Pandemi Covid-19 yang melanda negara-negara di dunia bahkan hanya membuat China semakin kuat, yang ironisnya adalah tempat asal virus tersebut.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1503 seconds (0.1#10.140)