Genjot Belanja Akhir Tahun

Selasa, 03 November 2020 - 06:05 WIB
loading...
A A A
Menurutnya, upaya untuk memacu belanja tidaklah mudah. Pada kondisi pandemi Covid-19 ini perilaku konsumen (consumer behavior) masih anomali. Di antaranya perilaku menahan uang, terutama di golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Hal ini dilatari karena mereka terdampak pandemi yang berpengaruh pada pendapatan ekonomi. (Baca juga: Ribuan Formasi CPNS Guru Kosong, Ini Langkah Kemendikbud)

Di sisi lain, perilaku tersebut juga terjadi di kalangan ekonomi menengah-atas. Mereka yang menahan konsumsi atau mengeluarkan uang karena masih ragu lantaran situasi pandemi yang belum kondusif.

“Mereka cenderung wait and see sehingga memilih menaruh atau menyimpan uang di tabungan. Bahkan, bila dicek dana pihak ketiga dari BI maupun OJK menunjukkan tren yang terus meningkat. Opportunity uang untuk konsumsi itu hilang dan menjadi saving. Kalaupun untuk konsumsi, palingan lebih ke sektor kesehatan atau personal care, health care,” terangnya.

Persoalan lainnya, sambung Rifki, juga mencakup sektor usaha penyedia makanan/minuman merosot. Selama pandemi banyak restoran atau tempat makan yang tutup lantaran kebijakan PSBB. Berbeda dengan industri makanan olahan yang dijual langsung, justru meningkat pesat. Terlebih lagi, penjualan kini mulai beralih melalui daring seiring dengan tumbuhnya e-commerce.

Adapun dari sisi makro, dia menilai kebijakan pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) sudah sesuai jalur (on the track). Banyak kebijakan positif yang dilakukan seperti bantuan sosial (bansos), insentif pajak, dan lainnya. Namun, bagi Rifki, hasil itu juga bergantung perilaku masyarakat dari sisi permintaan (demand).

“Balik lagi, mereka (masyarakat) mau belanja atau enggak? Bagi orang yang punya keluarga atau pengangguran, pasti akan spend money. Tapi, kalau bantuan bagi orang yang masih produktif atau keluarganya masih bekerja, mereka cenderung untuk tahan spend karena belum yakin apakah ke depan masih bisa bekerja dan sampai kapan pandemi akan selesai,” ucapnya. (Baca juga: 5 Cara Ajarkan Anak Rajin Gosok Gigi di Rumah)

Dia kemudian menandaskan, menilai realisasi belanja yang didorong pemerintah juga harus melihat kondisi anomali perilaku masyarakat. Harus ada strategi dari pemerintah untuk meyakinkan masyarakat agar roda perputaran uang bergerak lebih cepat atau daya beli masyarakat bisa tumbuh kembali.

Perihal investasi, dia memahami tidak mudah untuk menumbuhkan kembali iklim investasi di tengah pandemi. Pemilik modal atau investor akan lebih berhati-hati juga dalam melakukan ekspansi pada saat pandemi, termasuk dalam perekrutan tenaga kerja dan lainnya.

“Mungkin dalam jangka panjang itu baru akan bergerak. Mungkin baru tahun 2022, investasi sudah mulai masuk lagi. Misalnya, Omnibus Law UU Cipta Kerja. Inilah momentum yang relatif tepat karena di tengah pandemi ini. Mereka bisa lebih cepat berubah aturan-aturan yang menghambat investasi. Tapi, mungkin itu untuk jangka panjang,” pungkasnya.

Target Investasi Meleset
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1021 seconds (0.1#10.140)