Produk Prancis Banyak yang High-End, MUI Harusnya Ngajak Crazy Rich Ikutan Boikot
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengungkapkan seruan boikot produk Prancis oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih pas ditujukan kepada crazy rich, para artis atau kelas menengah atas. Pasalnya rata-rata produk Prancis masuk kategori high-end market atau barang-barang mewah.
"Kalau crazy rich, artis, atau pejabat yang boikot produk Prancis baru dampaknya sangat terasa. Dulu saat normal juga ramai fenomena beli barang mewah lewat jasa titipan, tapi sekarang pelaku Jastip tidak bisa keluar negeri karena Covid-19. Ibaratnya barang Prancis sudah jatuh tertimpa tangga," ujar Bhima saat dihubungi SINDONews, di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Sementara itu barang-barang milik perusahaan Prancis yang diproduksi di Indonesia sepertinya butuh seruan yang lebih masif agar efek boikotnya lebih terasa. Pasalnya produk seperti makanan minuman juga dikonsumsi kelas bawah setiap hari.
"Ini tidak semudah itu untuk diboikot. Susu SGM, berapa juta bayi yang minum susu formula ini? Aqua juga sudah jadi air minum dalam kemasan yang dikonsumsi banyak rumah tangga. Kecuali boikotnya bersumber langsung dari Pemerintah misalnya, keluarkan aturan stop distribusi semua produk Prancis itu baru efeknya langsung merugikan Prancis," ujarnya.
Sementara pengamat ekonomi dari Indef Nailul Huda menilai perdagangan Indonesia-Prancis sebenarnya tidak terlalu signifikan. Namun ada merek produk Perancis yang memang sudah jadi konsumsi sehari masyarakat Indonesia. "Khusus untuk produk yang sudah melekat di masyarakat Indonesia, saya rasa susah untuk diboikot, misalnya merek Aqua," ujar Huda menambahkan.
Sementara merek dengan segmen kelas atas, seperti LV atau Dior diyakininya tidak akan terpengaruh. Karena isu boikot bukan menjadi perhatian pangsa pasar LV dan Dior tersebut. "Saya rasa isu boikot-boikot ini tidak akan berlangsung lama. Hanya sesaat saja," kata dia.
Saksikan Video:
"Kalau crazy rich, artis, atau pejabat yang boikot produk Prancis baru dampaknya sangat terasa. Dulu saat normal juga ramai fenomena beli barang mewah lewat jasa titipan, tapi sekarang pelaku Jastip tidak bisa keluar negeri karena Covid-19. Ibaratnya barang Prancis sudah jatuh tertimpa tangga," ujar Bhima saat dihubungi SINDONews, di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Sementara itu barang-barang milik perusahaan Prancis yang diproduksi di Indonesia sepertinya butuh seruan yang lebih masif agar efek boikotnya lebih terasa. Pasalnya produk seperti makanan minuman juga dikonsumsi kelas bawah setiap hari.
"Ini tidak semudah itu untuk diboikot. Susu SGM, berapa juta bayi yang minum susu formula ini? Aqua juga sudah jadi air minum dalam kemasan yang dikonsumsi banyak rumah tangga. Kecuali boikotnya bersumber langsung dari Pemerintah misalnya, keluarkan aturan stop distribusi semua produk Prancis itu baru efeknya langsung merugikan Prancis," ujarnya.
Baca Juga
Sementara pengamat ekonomi dari Indef Nailul Huda menilai perdagangan Indonesia-Prancis sebenarnya tidak terlalu signifikan. Namun ada merek produk Perancis yang memang sudah jadi konsumsi sehari masyarakat Indonesia. "Khusus untuk produk yang sudah melekat di masyarakat Indonesia, saya rasa susah untuk diboikot, misalnya merek Aqua," ujar Huda menambahkan.
Sementara merek dengan segmen kelas atas, seperti LV atau Dior diyakininya tidak akan terpengaruh. Karena isu boikot bukan menjadi perhatian pangsa pasar LV dan Dior tersebut. "Saya rasa isu boikot-boikot ini tidak akan berlangsung lama. Hanya sesaat saja," kata dia.
Saksikan Video:
(nng)