Pemerintah Diminta Tak Takut untuk Belanjakan APBN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Realisasi belanja pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di kuartal III 2020 naik 28,16 persen dari pagu anggaran, meningkat dari triwulan III 2019 yang 22,75 persen. Namun hal itu dinilai masih rendah karena kondisi sekarang ini berbeda dengan keadaan tahun lalu.
“Jadi masalahnya justru realisasi APBN rendah banget. Sebenarnya harusnya itu (pertumbuhan ekonomi) bisa lebih rendah dari -3,49%,” kata Ekonom senior Indef Aviliani kepada MNC News Portal, Kamis (5/11/2020).
( )
Dia menjelaskan ada dua persoalan kenapa penyerapan APBN 2020 terbilang masih rendah. Pertama, yaitu saat penyaluran bantuan sosial terkendala oleh data yang diajukan acuan sebagai penerima. Karena tak dapat dipungkiri permasalahan tersebut dari dulu tak pernah dibenahi oleh jajaran birokrat.
“Kita harus berani menetapkan, data mana yang kita pakai, karena kan belum punya data by name by address. Jadi gunakan data desa, karena sejak ada dana desa mempunyai data lengkap. Yasudah putuskan aja pakai data dari dana desa. Jadi kita bisa kasih orang miskin dan gaji di bawah 5 juta, terutama sektor informal,” ujarnya.
Dia menambahkan, birokrasi di Indonesia masih terlalu berbelit ketika menyangkut adanya pengalihan anggaran dari suatu lembaga ke kementerian lainnya. Padahal relokasi anggaran itu digunakan sebagai dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Misalnya ada dari dana infrastruktur ke anggaran kesehatan itu harus masuk ke departemen baru masuk ke DIPA. Jadi kita tidak punya birokrasi yang polanya diskresi,” ujarnya.
( )
Menurut dia, bila pemerintah bisa menyerap belanja APBN secara maksimal, maka cita-cita pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2020 berada pada kisaran -1,1% hingga 0,2% bisa tercapai.
“Kalau pemerintah belanjanya bagus, mungkin kita bisa seperti sekitar 0,2. Kalau masih kayak gini, apakah mampu belanja Rp1000 triliun di sisa waktu sekarang,” katanya.
“Jadi masalahnya justru realisasi APBN rendah banget. Sebenarnya harusnya itu (pertumbuhan ekonomi) bisa lebih rendah dari -3,49%,” kata Ekonom senior Indef Aviliani kepada MNC News Portal, Kamis (5/11/2020).
( )
Dia menjelaskan ada dua persoalan kenapa penyerapan APBN 2020 terbilang masih rendah. Pertama, yaitu saat penyaluran bantuan sosial terkendala oleh data yang diajukan acuan sebagai penerima. Karena tak dapat dipungkiri permasalahan tersebut dari dulu tak pernah dibenahi oleh jajaran birokrat.
“Kita harus berani menetapkan, data mana yang kita pakai, karena kan belum punya data by name by address. Jadi gunakan data desa, karena sejak ada dana desa mempunyai data lengkap. Yasudah putuskan aja pakai data dari dana desa. Jadi kita bisa kasih orang miskin dan gaji di bawah 5 juta, terutama sektor informal,” ujarnya.
Dia menambahkan, birokrasi di Indonesia masih terlalu berbelit ketika menyangkut adanya pengalihan anggaran dari suatu lembaga ke kementerian lainnya. Padahal relokasi anggaran itu digunakan sebagai dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Misalnya ada dari dana infrastruktur ke anggaran kesehatan itu harus masuk ke departemen baru masuk ke DIPA. Jadi kita tidak punya birokrasi yang polanya diskresi,” ujarnya.
( )
Menurut dia, bila pemerintah bisa menyerap belanja APBN secara maksimal, maka cita-cita pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2020 berada pada kisaran -1,1% hingga 0,2% bisa tercapai.
“Kalau pemerintah belanjanya bagus, mungkin kita bisa seperti sekitar 0,2. Kalau masih kayak gini, apakah mampu belanja Rp1000 triliun di sisa waktu sekarang,” katanya.
(ind)