Berharap ke Konsumsi Orang Tajir Saat Resesi Datang

Sabtu, 07 November 2020 - 16:06 WIB
loading...
Berharap ke Konsumsi Orang Tajir Saat Resesi Datang
Pelonggaran PSBB disebut membuat kegiatan ekonomi bergeliat dengan harapan dapat membuat dampak multiplier efek salah satunya meningkatkan daya konsumsi kelas menengah atas saat resesi datang. Foto/SINDO Photo
A A A
JAKARTA - Pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) disebut membuat kegiatan ekonomi bergeliat. Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus) Yustinus Prastowo mengharapkan, pelonggaran tersebut dapat membuat dampak multiplier efek salah satunya meningkatkan daya konsumsi kelas menengah atas.

"Kuncinya ada di kelas menengah atas ketika ekonomi sudah mulai dilonggarkan, PSBB dilonggarkan, ada aktivitas, diharapkan memang itu menciptakan dampak positif bagi upaya penciptaan lapangan kerja baru," ujar Yustinus dalam sesi diskusi dengan MCN Trijaya, Jakarta, Sabtu, (7/11/2020).

(Baca Juga: Pemerintahan Jokowi yang Pertama Menyangga Perekonomian Nasional Saat Market Lumpuh )

Yustinus optimistis, intensitas konsumsi kelompok menengah atas di masa pelonggaran PSBB berdampak pada kegiatan ekonomi. Dia mencontohkan, saat ini, kelas menengah atas sudah berani memulai melakukan traveling di sejumlah kawasan destinasi wisata.

Dengan begitu, belanja kelompok ini membantu pemerintah dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. "Karena tidak mungkin mengandalkan stimulus pemerintah saja untuk menopang setiap sektor," ungkapnya.

Tak hanya itu, Undang-undang (UU) Cipta Kerja juga menjadi instrumen lain pemerintah. Dimana, diharapkan menjadi bantalan dan mampu memperkuat upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan lapangan pekerjaan baru di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan pemerintah mestinya tidak hanya menjaga konsumsi masyarakat, tetapi juga jangan sampai kehilangan daya beli. "Artinya, masyarakat yang terkena dampak paling parah dari pandemi ini, ini yang harus diperhatikan," ungkap Anis.

(Baca Juga: Ekonomi RI Resesi Gara-gara Horang Kayah Belum Jorjoran Belanja )

Di samping itu, menurutnya dunia usaha juga perlu diperhatikan. Sebab lanjutnya, jika dunia usaha tidak bertahan, perusahaan akan melakukan efisiensi dan bahkan akan merumahkan karyawannya. Diterangkan juga olehnya, dampak dilakukan efisiensi dari perusahaan, akan berdampak langsung kepada konsumsi masyarakat.

Menurut Anis, hal yang paling realistis adalah bagaimana pemerintah membantu masyarakat untuk bersiap menghadapi pandemi selama pandemi, dan membantu masyarakat terdampak agar tidak kehilangan daya beli.

"Komisi XI sudah sering menyampaikan secara langsung kepada Menteri Keuangan tentang pentingnya pemerintah menjaga daya beli, karena sampai sekarang konsumsi masih menjadi faktor utama penopang ekonomi kita," ujar dia.

Untuk itu, agar dapat membantu konsumsi masyarakat yang sedang anjlok, Anis bilang konsumsi pemerintah mesti didorong agar memberikan dampak yang maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi.

Seperti diketahui, Indonesia resmi dinyatakan mengalami resesi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi terkontraksi dua kuartal berturut-turut. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi minus 3,49% (yoy) pada kuartal III-2020 setelah sebelumnya, terkontraksi minus 5,32% (yoy) pada kuartal II-2020.

(Baca Juga: Hey Orang Tajir! Yuk Bantu Ekonomi Indonesia, Jangan Cuman Disimpen Duitnya )

Salah satu biang kerok pertumbuhan ekonomi Indonesia yang anjlok diyakini karena daya beli masih lemah. Data BPS menunjukkan, konsumsi rumah tangga masih terkontraksi minus 4,04% (yoy) pada kuartal III tahun ini.

Konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2020 juga sempat menyentuh di level minus 5,52% (yoy). Meski demikian, konsumsi rumah tangga kuartal III-2020 dinyatakan lebih baik dari kuartal sebelumnya, yakni tumbuh 4,70% (qtq).

Sementara, kontribusi sektor konsumsi rumah tangga pada kuartal III 2020 masih menjadi yang tertinggi dengan bobot sekitar 57% dari PDB. Akibatnya, konsumsi rumah tangga juga menjadi sumber kontraksi bagi perekonomian sekitar minus 2,17%.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1896 seconds (0.1#10.140)