Mengapa Wacana Penghapusan Premium Terus Bergulir? Ini Dia Jawabannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana penghapusan BBM jenis premium kembali menghangat. Seorang pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyatakan premium akan dihapus mulai 1 Januari 2021 mendatang. Dimulai dari Pulau Jawa, Madura dan Bali (Jamali) dan akan menyusul di wilayah lain. Meski Pertamina sudah menyanggahnya, perbincangan ini akan terus bergulir.
Premium merupakan bahan bakar mesin bensin dengan oktan rendah, yaitu angka oktan minimal 88. Premium diproduksi sesuai Keputusan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3674 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin yang Dipasarkan di Dalam Negeri. Lantas apa alasan premium layak dihapus? ( Baca juga:Pejabat KLHK Bilang Bakal Hilang, Pertamina: Tetap Salurkan Premium )
1. Bahaya Bagi Kesehatan
Pada 2018, Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Imran Agus Nurali seperti yang dilaporkan Sindo, mengatakan BBM oktan rendah dapat mengganggu saluran pernafasan, apalagi di jalanan yang padat kendaraan.
“Yang punya risiko asma bisa lebih memicu asma, sampai jangka panjang adalah kanker paru-paru,” kata Imran. Salah satunya penyakit yang bakal timbul yaitu kanker, yang terjadi karena terdapat reaksi hidrokarbon (HC) di udara dan membentuk ikatan plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH), bila masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang sel kanker.
2. Merusak Lingkungan
Guna memenuhi kualifikasi BBM ramah lingkungan dan memenuhi standar Euro, minimal harus memiliki nilai oktan atau RON 91 dan atau CN 51 untuk kategori diesel. Itulah mengapa langit udara negara-negara di Eropa tetap cerah biru, beda dengan sejumlah kota di Indonesia.
Penyedia data polusi udara berbasis di Swiss, IQAir AirVisual, mengeluarkan Laporan Kualitas Udara Dunia 2019. Dalam laporan itu ada 10 kota di Indonesia yang memiliki kualitas udara terburuk. Di antaranya adalah Tanggerang Selatan, Bekasi, Pekan Baru, Pontianak, dan Jakarta.
3. Bahaya Bagi Kendaraan
Penggunaan premium dalam mesin kendaraan berkompresi tinggi akan menyebabkan knocking. Knocking memicu suara mesin menjadi kasar. Knocking menyebabkan tenaga mesin berkurang sehingga terjadi pemborosan atau inefisiensi. Jika berkepanjangan, bisa mengakibatkan kerusakan pada piston dan harus diganti. ( Baca juga:Tabrak Truk yang Terpakir, Pemotor Tewas di Antasari )
Meskipun saat ini premium sudah mulai langka atau sulit untuk mendapatkannya, bahkan di tiap-tiap SPBU di berbagai daerah sudah tidak melayani BBM jenis premium. Namun, mayoritas masyarakat masih banyak yang menggunakannya.
Premium merupakan bahan bakar mesin bensin dengan oktan rendah, yaitu angka oktan minimal 88. Premium diproduksi sesuai Keputusan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3674 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin yang Dipasarkan di Dalam Negeri. Lantas apa alasan premium layak dihapus? ( Baca juga:Pejabat KLHK Bilang Bakal Hilang, Pertamina: Tetap Salurkan Premium )
1. Bahaya Bagi Kesehatan
Pada 2018, Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Imran Agus Nurali seperti yang dilaporkan Sindo, mengatakan BBM oktan rendah dapat mengganggu saluran pernafasan, apalagi di jalanan yang padat kendaraan.
“Yang punya risiko asma bisa lebih memicu asma, sampai jangka panjang adalah kanker paru-paru,” kata Imran. Salah satunya penyakit yang bakal timbul yaitu kanker, yang terjadi karena terdapat reaksi hidrokarbon (HC) di udara dan membentuk ikatan plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH), bila masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang sel kanker.
2. Merusak Lingkungan
Guna memenuhi kualifikasi BBM ramah lingkungan dan memenuhi standar Euro, minimal harus memiliki nilai oktan atau RON 91 dan atau CN 51 untuk kategori diesel. Itulah mengapa langit udara negara-negara di Eropa tetap cerah biru, beda dengan sejumlah kota di Indonesia.
Penyedia data polusi udara berbasis di Swiss, IQAir AirVisual, mengeluarkan Laporan Kualitas Udara Dunia 2019. Dalam laporan itu ada 10 kota di Indonesia yang memiliki kualitas udara terburuk. Di antaranya adalah Tanggerang Selatan, Bekasi, Pekan Baru, Pontianak, dan Jakarta.
3. Bahaya Bagi Kendaraan
Penggunaan premium dalam mesin kendaraan berkompresi tinggi akan menyebabkan knocking. Knocking memicu suara mesin menjadi kasar. Knocking menyebabkan tenaga mesin berkurang sehingga terjadi pemborosan atau inefisiensi. Jika berkepanjangan, bisa mengakibatkan kerusakan pada piston dan harus diganti. ( Baca juga:Tabrak Truk yang Terpakir, Pemotor Tewas di Antasari )
Meskipun saat ini premium sudah mulai langka atau sulit untuk mendapatkannya, bahkan di tiap-tiap SPBU di berbagai daerah sudah tidak melayani BBM jenis premium. Namun, mayoritas masyarakat masih banyak yang menggunakannya.
(uka)