Gara-gara Ini Debt Collector Masih Leluasa Sebar Data Pribadi Nasabah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beragam praktik penyalahgunaan data pribadi masih sulit dipidanakan. Salah satunya adalah penyalahgunaan data pribadi oleh penagih utang atau debt collector yang sebetulnya sangat merugikan nasabah.
Tindakan penyalahgunaan data ini tidak bisa terjerat hukuman. Hal ini dikarenakan belum adanya payung hukum yang tegas terkait persoalan ini di dalam negeri.
(Baca juga: Bu Sri Mulyani, Butuh Debt Collector Gak buat Nagih Utang Rp358,5 Triliun?)
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, belum adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang disahkan menyebabkan debt collector masih dengan mudah mendapatkan dan menyalahgunakan data nasabah.
"Satu prasyarat yang kita tunggu adalah Undang-undang Data Pribadi. Karena banyak data pribadi di-share pihak lain tanpa persetujuan pemiliknya. Perlindungan ini enggak ada. Negara lain sudah ada perlindungan ini," kata Wimboh dalam diskusi secara virtual, Kamis (19/11/2020).
Dia mengatakan, dengan mudahnya data nasabah ini kemudian disebar debt collector saat orang yang ditagih belum membayar utangnya. Misalnya, dengan menyebar informasi terkait utang nasabah ke teman-teman atau keluarganya. Namun, praktik ini tidak dikenakan denda atau hukuman karena dinilai hanya sebatas pelanggaran administrasi.
(Baca Juga: Waduh, Lima Debt Collector Ini Pukuli Konsumen dan Anaknya)
"Ini bukan pidana, tapi pelanggaran administrasi jadi itu prosesnya akan rumit, kalau pidana kan masuknya ke konten pidana. Jadi orang banyak yang sharing data pribadi," cetusnya.
Tindakan penyalahgunaan data ini tidak bisa terjerat hukuman. Hal ini dikarenakan belum adanya payung hukum yang tegas terkait persoalan ini di dalam negeri.
(Baca juga: Bu Sri Mulyani, Butuh Debt Collector Gak buat Nagih Utang Rp358,5 Triliun?)
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, belum adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang disahkan menyebabkan debt collector masih dengan mudah mendapatkan dan menyalahgunakan data nasabah.
"Satu prasyarat yang kita tunggu adalah Undang-undang Data Pribadi. Karena banyak data pribadi di-share pihak lain tanpa persetujuan pemiliknya. Perlindungan ini enggak ada. Negara lain sudah ada perlindungan ini," kata Wimboh dalam diskusi secara virtual, Kamis (19/11/2020).
Dia mengatakan, dengan mudahnya data nasabah ini kemudian disebar debt collector saat orang yang ditagih belum membayar utangnya. Misalnya, dengan menyebar informasi terkait utang nasabah ke teman-teman atau keluarganya. Namun, praktik ini tidak dikenakan denda atau hukuman karena dinilai hanya sebatas pelanggaran administrasi.
(Baca Juga: Waduh, Lima Debt Collector Ini Pukuli Konsumen dan Anaknya)
"Ini bukan pidana, tapi pelanggaran administrasi jadi itu prosesnya akan rumit, kalau pidana kan masuknya ke konten pidana. Jadi orang banyak yang sharing data pribadi," cetusnya.
(fai)