Freeport Optimis Bisa Raup Pendapatan 870 Juta Dolar AS di 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia atau PTFI memprediksi net income pada 2021 mencapai 870 juta dolar Amerika Serikat (AS). Sementara di 2022, perseroan akan memperoleh pendapatan sebesar 1,5 miliar dolar AS.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas menyebut, asumsi perolehan net income tersebut didasarkan pada asumsi harga dari dua produk utama perseroan, tembaga dan emas di pasar. Di mana, saat proyeksi tersebut dibuat, harga tembaga di pasar senilai 2,75 dolar per pound dan harga emas 1.250 dolar per pound.
"Asumsi keuangan kita selalu menggunakan asumsi harga, terutama kedua produk utama yaitu asumsi harga tembaga dan emas. Asumsi itu dibuat berdasarkan masukan dari beberapa analisis dan kita juga memperkirakan, itu tentu saja kita gak bisa tahu kapan akan naik dan kapan akan turun," ujar Tony dalam RDP bersama Komisi VII DPR, dikutip Selasa (8/12/2020).
( )
Tak hanya itu, manajemen perseroan pun optimis net income pada 2023 mencapai 2 miliar dolar AS. Bahkan, pendapatan perseroan cenderung stabilitas pada tahun-tahun selanjutnya. Pernyataan ini dipertegas oleh Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak di hadapan anggota Komisi VII DPR.
Dengan net income PTFI tersebut, Orias mengasumsikan, porsi dividen yang akan diterima oleh MIND ID sebagai Induk Holding Pertambangan sebesar 200 juta dolar AS pada 2021 dan 500 juta dolar AS di 2022.
Sementara itu, dividen yang akan diterima perseroan plat merah kurang lebih 1 miliar dolar AS di 2023 dengan asumsi net income Freeport mencapai 2 miliar dolar AS.
"Setelah 2022, dengan net income 2 miliar dolar AS di tahun 2023 dan seterusnya, kami mengasumsikan bahwa porsi dividen yang akan diterima oleh MIND ID kurang lebih 1 miliar dolar AS setiap tahun," katanya.
( )
Asumsi ini juga yang mendasari manajemen MIND ID melakukan dua kali penerbitan obligasi global. Pada penerbitan pertama, obligasi senilai 4 miliar dolar AS pada November 2018 untuk divestasi saham Freeport.
Dari jumlah obligasi tersebut, 3,8 miliar dolar AS untuk membayar divestasi saham Freeport dan 150 juta dolar digunakan untuk transaksi dan kontribusi belanja modal (Capex) dalam pengembangan tambang bawah tanah (underground) PTFI pada 2019-2020.
Kedua, manajemen penerbitan obligasi dengan nilai 2,5 miliar dolar AS pada 2020. Di mana, 1,1 miliar dolar AS akan digunakan untuk membiayai atau membayar kembali sebagian obligasi yang jatuh tempo pada 2021 dan 2023.
"Jadi pada 2021 yang semulanya 1 miliar dolar AS, tersisa 500 juta miliar dolar AS. Jadi tekanan untuk membayar kembali itu kami geser dengan obligasi yang lebih panjang," katanya.
Dalam hitung-hitungan pihaknya, Orias optimis, bila dengan net income PTFI dan deviden yang akan diperoleh, maka pada 2025 atau 2026 proses buyback surat utang yang diterbitkan senilai dari 4 miliar AS bisa dilakukan. Dengan begitu, manajemen perseroan terbebas dari utang.
( )
"Jadi kemampuan membayar pendanaan ke depan itu dari PT Freeport Indonesia itu mencukupi. Dan apabila kita lihat dari cash flow proyeksi pada saat itu, kami memperhitungkan pada 2025 atau 2026 itu buyback dari 4 miliar dolar AS yang kami siapkan itu bisa selesai Pak. Jadi dengan 700 dolar AS sampai 2022, kemudian 1 miliar dolar AS setiap tahunnya, maka pada 2025 atau awal 2026 sebenarnya 4 miliar dolar AS itu bisa tertutup," ujar dia.
Untuk diketahui, dalam penerbitan obligasi pada 2018, ada beberapa yang terlibat sebagai underwriter. Mereka adalah BNP Paribas bank dari Prancis, Citigroup dari AS, MUFH dari Jepang yang bertindak sebagai Koordinator, dan beberapa bank asing lainya. Sementara mitra underwriter yaitu, CIMB, MyBank dari Malaysia, SMBC Nikko dari Jepang, dan Standard Chartered Bank dari Inggris.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas menyebut, asumsi perolehan net income tersebut didasarkan pada asumsi harga dari dua produk utama perseroan, tembaga dan emas di pasar. Di mana, saat proyeksi tersebut dibuat, harga tembaga di pasar senilai 2,75 dolar per pound dan harga emas 1.250 dolar per pound.
"Asumsi keuangan kita selalu menggunakan asumsi harga, terutama kedua produk utama yaitu asumsi harga tembaga dan emas. Asumsi itu dibuat berdasarkan masukan dari beberapa analisis dan kita juga memperkirakan, itu tentu saja kita gak bisa tahu kapan akan naik dan kapan akan turun," ujar Tony dalam RDP bersama Komisi VII DPR, dikutip Selasa (8/12/2020).
( )
Tak hanya itu, manajemen perseroan pun optimis net income pada 2023 mencapai 2 miliar dolar AS. Bahkan, pendapatan perseroan cenderung stabilitas pada tahun-tahun selanjutnya. Pernyataan ini dipertegas oleh Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak di hadapan anggota Komisi VII DPR.
Dengan net income PTFI tersebut, Orias mengasumsikan, porsi dividen yang akan diterima oleh MIND ID sebagai Induk Holding Pertambangan sebesar 200 juta dolar AS pada 2021 dan 500 juta dolar AS di 2022.
Sementara itu, dividen yang akan diterima perseroan plat merah kurang lebih 1 miliar dolar AS di 2023 dengan asumsi net income Freeport mencapai 2 miliar dolar AS.
"Setelah 2022, dengan net income 2 miliar dolar AS di tahun 2023 dan seterusnya, kami mengasumsikan bahwa porsi dividen yang akan diterima oleh MIND ID kurang lebih 1 miliar dolar AS setiap tahun," katanya.
( )
Asumsi ini juga yang mendasari manajemen MIND ID melakukan dua kali penerbitan obligasi global. Pada penerbitan pertama, obligasi senilai 4 miliar dolar AS pada November 2018 untuk divestasi saham Freeport.
Dari jumlah obligasi tersebut, 3,8 miliar dolar AS untuk membayar divestasi saham Freeport dan 150 juta dolar digunakan untuk transaksi dan kontribusi belanja modal (Capex) dalam pengembangan tambang bawah tanah (underground) PTFI pada 2019-2020.
Kedua, manajemen penerbitan obligasi dengan nilai 2,5 miliar dolar AS pada 2020. Di mana, 1,1 miliar dolar AS akan digunakan untuk membiayai atau membayar kembali sebagian obligasi yang jatuh tempo pada 2021 dan 2023.
"Jadi pada 2021 yang semulanya 1 miliar dolar AS, tersisa 500 juta miliar dolar AS. Jadi tekanan untuk membayar kembali itu kami geser dengan obligasi yang lebih panjang," katanya.
Dalam hitung-hitungan pihaknya, Orias optimis, bila dengan net income PTFI dan deviden yang akan diperoleh, maka pada 2025 atau 2026 proses buyback surat utang yang diterbitkan senilai dari 4 miliar AS bisa dilakukan. Dengan begitu, manajemen perseroan terbebas dari utang.
( )
"Jadi kemampuan membayar pendanaan ke depan itu dari PT Freeport Indonesia itu mencukupi. Dan apabila kita lihat dari cash flow proyeksi pada saat itu, kami memperhitungkan pada 2025 atau 2026 itu buyback dari 4 miliar dolar AS yang kami siapkan itu bisa selesai Pak. Jadi dengan 700 dolar AS sampai 2022, kemudian 1 miliar dolar AS setiap tahunnya, maka pada 2025 atau awal 2026 sebenarnya 4 miliar dolar AS itu bisa tertutup," ujar dia.
Untuk diketahui, dalam penerbitan obligasi pada 2018, ada beberapa yang terlibat sebagai underwriter. Mereka adalah BNP Paribas bank dari Prancis, Citigroup dari AS, MUFH dari Jepang yang bertindak sebagai Koordinator, dan beberapa bank asing lainya. Sementara mitra underwriter yaitu, CIMB, MyBank dari Malaysia, SMBC Nikko dari Jepang, dan Standard Chartered Bank dari Inggris.
(ind)