Faktor yang Wajib Diketahui sebelum Investasi Tanah
loading...
A
A
A
JAKARTA - SETIAP melakukan investasi tentu mengharapkan tingkat pengembalian (return) tidak terkecuali dalam investasi properti, baik dengan membeli rumah ataupun lahan.
Tetapi faktanya, return bisa menjadi positif alias untung atau menjadi negatif alias rugi. Jika berniat investasi lahan, kriteria apa yang dipakai agar investasi ini tidak merugikan.
Pengamat properti sekaligus CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghada menjelaskan, membeli lahan kosong (tanah) lebih banyak risikonya dibandingkan membeli rumah. Membeli tanah bisa dilakukan dengan membeli kaveling dari developer atau membeli lahan yang dijual secara perseorangan.
"Yang harus diingat, membeli tanah yang bukan dari developer tidak akan bisa mendapat bantuan dana dari bank," ungkapnya saat dihubungi SINDOnews di Jakarta (08/12/2020).
Karena bank akan memberi dana jika sudah ada bangunannya, bukan hanya mengandalkan adanya sertifikat saja. Ali menambahkan, bisa-bisa pegang sertifikat tapi tanahnya sudah diduduki orang lain.
Meski mendapatkan harga yang murah, investasi yang salah bisa mendatangkan kerugian. Karena itu, perlu biaya mahal untuk mengeksekusi lahan. Karenanya, legalitas tanah perlu dipastikan apakah tanah itu dalam sengketa atau tidak.
"Membeli tanah dari pengembang lebih terjamin legalitasnya. Selain itu, sebelum membeli periksa regulasi yang berlaku. Setiap membeli tanah, cek ke Dinas Tata Kota lihat peruntukan tanahnya apakah untuk tempat pemukiman atau zoning usaha," tegasnya.
Jika Anda ingin mengembangkan lahan tersebut menjadi bangunan sentra niaga, maka pastikan bahwa zoning lahan bukan untuk permukiman. Bila salah peruntukkan, maka dipastikan Anda tidak bisa mendirikan bangunan untuk perniagaan di sana.
"Jadi dalam membangun lahan bukan apa yang kita mau tetapi harus dilihat dahulu peruntukannya dan apa yang dibutuhkan masyarakat sekitar. Dengan begitu, kita bisa mendapatkan keuntungan dari investasi tanah," tutur Ali.
Ali memberi contoh, seperti yang dilakukan oleh pengembang pada umumnya, misalnya ingin membangun sebuah ruko, maka di lokasi tersebut minimal harus udah ada 50 rumah terbangun, ataupun jika ingin dibangun hunian pastikan infrastruktur dan transportasi publik memadai.
Tetapi faktanya, return bisa menjadi positif alias untung atau menjadi negatif alias rugi. Jika berniat investasi lahan, kriteria apa yang dipakai agar investasi ini tidak merugikan.
Pengamat properti sekaligus CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghada menjelaskan, membeli lahan kosong (tanah) lebih banyak risikonya dibandingkan membeli rumah. Membeli tanah bisa dilakukan dengan membeli kaveling dari developer atau membeli lahan yang dijual secara perseorangan.
"Yang harus diingat, membeli tanah yang bukan dari developer tidak akan bisa mendapat bantuan dana dari bank," ungkapnya saat dihubungi SINDOnews di Jakarta (08/12/2020).
Karena bank akan memberi dana jika sudah ada bangunannya, bukan hanya mengandalkan adanya sertifikat saja. Ali menambahkan, bisa-bisa pegang sertifikat tapi tanahnya sudah diduduki orang lain.
Meski mendapatkan harga yang murah, investasi yang salah bisa mendatangkan kerugian. Karena itu, perlu biaya mahal untuk mengeksekusi lahan. Karenanya, legalitas tanah perlu dipastikan apakah tanah itu dalam sengketa atau tidak.
"Membeli tanah dari pengembang lebih terjamin legalitasnya. Selain itu, sebelum membeli periksa regulasi yang berlaku. Setiap membeli tanah, cek ke Dinas Tata Kota lihat peruntukan tanahnya apakah untuk tempat pemukiman atau zoning usaha," tegasnya.
Jika Anda ingin mengembangkan lahan tersebut menjadi bangunan sentra niaga, maka pastikan bahwa zoning lahan bukan untuk permukiman. Bila salah peruntukkan, maka dipastikan Anda tidak bisa mendirikan bangunan untuk perniagaan di sana.
"Jadi dalam membangun lahan bukan apa yang kita mau tetapi harus dilihat dahulu peruntukannya dan apa yang dibutuhkan masyarakat sekitar. Dengan begitu, kita bisa mendapatkan keuntungan dari investasi tanah," tutur Ali.
Ali memberi contoh, seperti yang dilakukan oleh pengembang pada umumnya, misalnya ingin membangun sebuah ruko, maka di lokasi tersebut minimal harus udah ada 50 rumah terbangun, ataupun jika ingin dibangun hunian pastikan infrastruktur dan transportasi publik memadai.
(wan)