Tabungan Orang Kaya di Atas Rp5 Miliar Penyumbang Terbesar, DPK Masih Tinggi di 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Secara keseluruhan, perbankan di Indonesia masih kuat dan dapat menghadapi tekanan krisis karena Pandemi Covid-19. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) masih tinggi, mencapai sebesar 11.6%, sejalan dengan sikap hati-hati dari pemilik dana maupun pelaku bisnis dalam melakukan ekspansi usaha.
(Baca Juga: Bank Sentral Sudah Suntik Likuiditas ke Perbankan Rp694,8 Triliun )
Menurut Direktur Treasury dan Internasional Banking Bank Mandiri Pandji Irawan, penyumbang terbesarnya adalah dari kategori nasabah dengan tabungan nominal di atas Rp5 miliar. Sisi positifnya, sambung dia, kondisi likuiditas perbankan memang masih terjaga dengan baik ke depannya, ditopang oleh kebijakan penurunan suku bunga dan Quantitative Easing Bank Indonesia.
"Sementara itu bagi perbankan, kualitas aset juga menjadi perhatian," ungkap Pandji di Jakarta, Selasa (22/12/2020).
Sementara itu kontraksi ekonomi turut tercermin pada perlambatan kredit berbagai sektor seperti industri pengolahan, pertanian, konstruksi, dan perdagangan. Pandji menerangkan, saat ini kredit ke sektor industri pengolahan dan perdagangan menyumbangkan sekitar 50% dari total kredit.
"Jadi tidak heran kalau kita meliihat pada tahun ini permintaan akan kredit jauh lebih lambat dibandingkan tahun lalu," ungkapnya.
Sejalan dengan lemahnya permintaan domestik tersebut, pertumbuhan kredit perbankan terkontraksi sebesar -1.4% di bulan November 2020. Dirinya pun menilai, pertumbuhan kredit akan positif kemungkinan baru terlihat di tahun 2021 yang diperkirakan maksimal berada di 5%.
(Baca Juga: Kehadiran Bank Digital Diyakini Bakal Perkuat Industri Perbankan Indonesia )
Kebijakan restrukturisasi kredit serta pelonggaran penilaian kualitas kredit oleh pemerintah dan OJK sementara ini masih membantu terjaganya rasio NPL di bawah 5%. Secara umum kondisi perbankan Indonesia masih cukup kuat dengan rasio kecukupan modal yang tetap tinggi pada 23.7% di bulan Oktober.
Prospek dan kinerja perbankan diperkirakan relatif lebih baik pada tahun 2021. Bahkan menurut dia, permintaan terhadap kredit diperkirakan akan melewati masa terendahnya pada tahun ini sejalan dengan mulai bergeraknya sebagian aktivitas ekonomi masyarakat.
Selain itu perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 akan dapat membantu dan mendukung proses pemulihan pada sektor UMKM.
(Baca Juga: Bank Sentral Sudah Suntik Likuiditas ke Perbankan Rp694,8 Triliun )
Menurut Direktur Treasury dan Internasional Banking Bank Mandiri Pandji Irawan, penyumbang terbesarnya adalah dari kategori nasabah dengan tabungan nominal di atas Rp5 miliar. Sisi positifnya, sambung dia, kondisi likuiditas perbankan memang masih terjaga dengan baik ke depannya, ditopang oleh kebijakan penurunan suku bunga dan Quantitative Easing Bank Indonesia.
"Sementara itu bagi perbankan, kualitas aset juga menjadi perhatian," ungkap Pandji di Jakarta, Selasa (22/12/2020).
Sementara itu kontraksi ekonomi turut tercermin pada perlambatan kredit berbagai sektor seperti industri pengolahan, pertanian, konstruksi, dan perdagangan. Pandji menerangkan, saat ini kredit ke sektor industri pengolahan dan perdagangan menyumbangkan sekitar 50% dari total kredit.
"Jadi tidak heran kalau kita meliihat pada tahun ini permintaan akan kredit jauh lebih lambat dibandingkan tahun lalu," ungkapnya.
Sejalan dengan lemahnya permintaan domestik tersebut, pertumbuhan kredit perbankan terkontraksi sebesar -1.4% di bulan November 2020. Dirinya pun menilai, pertumbuhan kredit akan positif kemungkinan baru terlihat di tahun 2021 yang diperkirakan maksimal berada di 5%.
(Baca Juga: Kehadiran Bank Digital Diyakini Bakal Perkuat Industri Perbankan Indonesia )
Kebijakan restrukturisasi kredit serta pelonggaran penilaian kualitas kredit oleh pemerintah dan OJK sementara ini masih membantu terjaganya rasio NPL di bawah 5%. Secara umum kondisi perbankan Indonesia masih cukup kuat dengan rasio kecukupan modal yang tetap tinggi pada 23.7% di bulan Oktober.
Prospek dan kinerja perbankan diperkirakan relatif lebih baik pada tahun 2021. Bahkan menurut dia, permintaan terhadap kredit diperkirakan akan melewati masa terendahnya pada tahun ini sejalan dengan mulai bergeraknya sebagian aktivitas ekonomi masyarakat.
Selain itu perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 akan dapat membantu dan mendukung proses pemulihan pada sektor UMKM.
(akr)