BPK Temukan 2.693 Masalah Keuangan, Kerugian Negara Capai Rp1,79 triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2020. Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan (Kaditama Revbang) Pemeriksaan Keuangan Negara, B. Dwita Pradana mengaku, menemukan 6.702 permasalahan terkait dengan aspek ketidakpatuhan.
(Baca Juga: BPK Periksa Tiga Perusahaan Terkait Korupsi Bansos )
Dari 6.702 permasalahan ketidakpatuhan itu, sebagiannya terdiri dari permasalahan yang tidak berimplikasi nilai uang (penyimpangan administrasi) yakni sebanyak 2.651 permasalahan atau sekitar 40%. Selanjutnya, yakni permasalahan yang memiliki implikasi nilai uang, yaitu sebanyak 4.051 permasalahan atau sekitar 60% dengan total nilai mencapai Rp8,28 triliun.
"Permasalahan yang berimplikasi nilai uang dan mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp1,79 triliun, yakni sebanyak 2.693 permasalahan atau sekitar 66%," kata Dwita dalam video virtual, Selasa (29/12/2020).
Selain itu, terdapat temuan 433 permasalahan atau sekitar 11%, dengan potensi kerugian negara yang mencapai kisaran Rp3,30 triliun. Lalu ada juga 925 permasalahan atau sekitar 23%, yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara hingga mencapai angka Rp3,19 triliun.
Dwita menjelaskan, atas permasalahan yang berimplikasi nilai uang tersebut, pihaknya juga telah menindaklanjutinya dengan melakukan penyetoran uang atau penyerahan aset ke kas daerah, kas negara, atau perusahaan, pada saat pemeriksaan berlangsung yang totalnya mencapai sebesar Rp670,50 miliar.
(Baca Juga: PKS Minta BPK Turun Tangan terkait Impor Vaksin COVID-19 )
Sementara yang berkaitan dengan masalah ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektivitasan, total temuannya mencapai sebanyak 152 permasalahan atau sekitar 1%, dengan total nilai mencapai Rp692,05 miliar.
Rinciannya yakni terkait ketidakhematan terdapat 39 permasalahan atau sekitar 25%, dengan total nilai mencapai Rp222,17 miliar. Kemudian terkait ketidakefisienan yakni sebanyak satu permasalahan atau sekitar 1%, dengan total nilai mencapai Rp426,51 miliar.
"Dan terkait ketidakefektifan temuannya yakni sebanyak 112 permasalahan atau sekitar 74%, dengan total nilai mencapai Rp43,37 miliar," ujarnya.
(Baca Juga: BPK Periksa Tiga Perusahaan Terkait Korupsi Bansos )
Dari 6.702 permasalahan ketidakpatuhan itu, sebagiannya terdiri dari permasalahan yang tidak berimplikasi nilai uang (penyimpangan administrasi) yakni sebanyak 2.651 permasalahan atau sekitar 40%. Selanjutnya, yakni permasalahan yang memiliki implikasi nilai uang, yaitu sebanyak 4.051 permasalahan atau sekitar 60% dengan total nilai mencapai Rp8,28 triliun.
"Permasalahan yang berimplikasi nilai uang dan mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp1,79 triliun, yakni sebanyak 2.693 permasalahan atau sekitar 66%," kata Dwita dalam video virtual, Selasa (29/12/2020).
Selain itu, terdapat temuan 433 permasalahan atau sekitar 11%, dengan potensi kerugian negara yang mencapai kisaran Rp3,30 triliun. Lalu ada juga 925 permasalahan atau sekitar 23%, yang mengakibatkan kekurangan penerimaan negara hingga mencapai angka Rp3,19 triliun.
Dwita menjelaskan, atas permasalahan yang berimplikasi nilai uang tersebut, pihaknya juga telah menindaklanjutinya dengan melakukan penyetoran uang atau penyerahan aset ke kas daerah, kas negara, atau perusahaan, pada saat pemeriksaan berlangsung yang totalnya mencapai sebesar Rp670,50 miliar.
(Baca Juga: PKS Minta BPK Turun Tangan terkait Impor Vaksin COVID-19 )
Sementara yang berkaitan dengan masalah ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektivitasan, total temuannya mencapai sebanyak 152 permasalahan atau sekitar 1%, dengan total nilai mencapai Rp692,05 miliar.
Rinciannya yakni terkait ketidakhematan terdapat 39 permasalahan atau sekitar 25%, dengan total nilai mencapai Rp222,17 miliar. Kemudian terkait ketidakefisienan yakni sebanyak satu permasalahan atau sekitar 1%, dengan total nilai mencapai Rp426,51 miliar.
"Dan terkait ketidakefektifan temuannya yakni sebanyak 112 permasalahan atau sekitar 74%, dengan total nilai mencapai Rp43,37 miliar," ujarnya.
(akr)