Dicekik Harga Impor, Petani Kedelai Sekarat

Kamis, 07 Januari 2021 - 14:19 WIB
loading...
Dicekik Harga Impor, Petani Kedelai Sekarat
Ilustrasi pengrajin susah payah menyelesaikan pembuatan tempe. FOTO/Isra Triansyah
A A A
JAKARTA - Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan, permasalahan kedelai terletak pada disparitas harga yang sangat tinggi antara kedelai yang diproduksi petani Indonesia dengan kedelai di pasar internasional. Harga kedelai yang diimpor cenderung lebih murah dibandingkan biaya produksi di tingkat petani.

Dia menjelaskan, harga kedelai internasional yang masuk di pelabuhan rata-rata hanya sekitar Rp7.000 per kg. Namun saat ini memang sedang naik menjadi sekitar Rp9.000 karena harga kedelai secara global naik. Sementara biaya produksi di tingkat usaha tani untuk kedelai sekitar Rp12.000 hingga Rp15.000 bergantung petaninya menyewa lahan atau tidak.

"Kalau seperti itu, bagaimana bisa bersaing antara kedelai yang diproduksi kita dengan kedelai yang didatangkan dari luar negeri," ujarnya pada Market Review IDX Channel, Kamis (7/1/2021).



Andreas melanjutkan, pada periode pertama pemerintah Presiden Jokowi, Kementerian Pertanian mencanangkan Upaya Khusus (Upsus) melalui peningkatan produksi dengan tiga komoditi pangan utama yang dijadikan target awal, yaitu padi, jagung dan kedelai. Kementerian Pertanian kala itu menargetkan swasembada tiga komoditi tersebut dalam tiga tahun.

"Tapi apa yang terjadi? Tahun 2014, impor kedelai kita 4,2 juta ton. Lalu yang terjadi impor meningkat menjadi 7,2 juta ton di tahun 2019. Meningkatkan 3 juta ton dalam tempo singkat. Bahkan tahun 2020, produksi kedelai menurun sekitar 50% menjadi sekitar 450.000 ton," ungkapnya.



Menurut dia, jika pemerintah sekarang tidak ada perubahan kebijakan dengan yang sebelumnya maka dipastikan swasembada kedelai tidak akan berhasil karena terus menerus mengandalkan impor yang ujungnya membunuh petani lokal. "Sebenarnya bukan masalah political will tetapi masalah kebijakan yang salah sasaran. Masalah kedelai ini tidak bisa dipecahkan dengan ekstensifikasi, intensifikasi, maupun penggunaan bantuan," tuturnya
(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1111 seconds (0.1#10.140)