Niat Beli Saham Pakai Utang? Simak Dulu Risikonya...
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fenomena masyarakat membeli saham dengan utang yang terjadi belakangan ini mulai ramai dibahas. Pasalnya, kini banyak muncul di media sosial (medsos) keluhan orang-orang yang kebingungan karena main saham menggunakan dana hasil berutang, atau bahkan dana milik orang lain.
Pada umumnya, alasan seseorang berani menggunakan utang untuk membeli saham adalah harapan harga saham yang dibeli akan naik, sehingga pinjaman dan bunganya bisa tertutup, bahkan masih memperoleh keuntungan capital gain yang lumayan. Namun, kenyataannya tak selalu happy ending seperti itu, bahkan sebaliknya.
Untuk menjawab pertanyaan seputar boleh atau tidaknya seorang investor pemula berutang demi membeli saham, berikut paparan Aulia Akbar CFP dari Lifepal.co.id.
"Peganglah prinsip high risk high return sebagai investor saham. Kenalilah dua jenis risiko yaitu sistematis dan non-sistematis yang berpotensi Anda alami," jelasnya melalui keterangan tertulis, Senin (18/1/2021).
Risiko sistematis, jelas dia, merupakan risiko yang tidak bisa dihindarkan dengan cara apapun, bahkan dengan diversifikasi saham atau aset. Beberapa risiko yang tergolong sebagai risiko sistematis adalah, risiko pasar, tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar mata uang, dan risiko politik suatu negara.
Sementara, risiko non-sistematis adalah risiko yang masih bisa dimitigasi dengan diversifikasi. Beberapa risiko yang tergolong dalam kategori ini adalah, risiko bisnis, bencana alam, dan lainnya.
"Ketika Anda menambah modal investasi lewat utang, maka risiko dari investasi ini juga makin besar. Ingatlah bahwa nilai kekayaan bersih didapat dari hasil pengurangan total aset dan liabilitas (utang). Sederhananya, utang akan menambah pos liabilitas dalam neraca keuangan Anda. Semakin banyak utang, semakin berkurang pula nilai kekayaan bersih Anda," tegasnya.
Ketika investor berhasil menjual saham dengan keuntungan yang berlipat ganda dan melebihi beban bunga dari utang tertunggak, maka dia sukses mengakumulasi kekayaan. Keuntungan dari saham yang dijual akan menambah aset lancar sang investor.
Namun, jika terjadi hal sebaliknya yang terjadi, maka berhati-hatilah. "Saat nilai kekayaan bersih Anda minus, maka hal itu menunjukkan bahwa Anda tidak memiliki aset yang cukup untuk membayar utang," tandasnya.
Pada umumnya, alasan seseorang berani menggunakan utang untuk membeli saham adalah harapan harga saham yang dibeli akan naik, sehingga pinjaman dan bunganya bisa tertutup, bahkan masih memperoleh keuntungan capital gain yang lumayan. Namun, kenyataannya tak selalu happy ending seperti itu, bahkan sebaliknya.
Untuk menjawab pertanyaan seputar boleh atau tidaknya seorang investor pemula berutang demi membeli saham, berikut paparan Aulia Akbar CFP dari Lifepal.co.id.
"Peganglah prinsip high risk high return sebagai investor saham. Kenalilah dua jenis risiko yaitu sistematis dan non-sistematis yang berpotensi Anda alami," jelasnya melalui keterangan tertulis, Senin (18/1/2021).
Risiko sistematis, jelas dia, merupakan risiko yang tidak bisa dihindarkan dengan cara apapun, bahkan dengan diversifikasi saham atau aset. Beberapa risiko yang tergolong sebagai risiko sistematis adalah, risiko pasar, tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar mata uang, dan risiko politik suatu negara.
Sementara, risiko non-sistematis adalah risiko yang masih bisa dimitigasi dengan diversifikasi. Beberapa risiko yang tergolong dalam kategori ini adalah, risiko bisnis, bencana alam, dan lainnya.
"Ketika Anda menambah modal investasi lewat utang, maka risiko dari investasi ini juga makin besar. Ingatlah bahwa nilai kekayaan bersih didapat dari hasil pengurangan total aset dan liabilitas (utang). Sederhananya, utang akan menambah pos liabilitas dalam neraca keuangan Anda. Semakin banyak utang, semakin berkurang pula nilai kekayaan bersih Anda," tegasnya.
Ketika investor berhasil menjual saham dengan keuntungan yang berlipat ganda dan melebihi beban bunga dari utang tertunggak, maka dia sukses mengakumulasi kekayaan. Keuntungan dari saham yang dijual akan menambah aset lancar sang investor.
Namun, jika terjadi hal sebaliknya yang terjadi, maka berhati-hatilah. "Saat nilai kekayaan bersih Anda minus, maka hal itu menunjukkan bahwa Anda tidak memiliki aset yang cukup untuk membayar utang," tandasnya.