Survei: Mayoritas Konsumen Indonesia Ingin Vape Tersedia Legal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Survei terbaru Health Diplomats dan Kantar menunjukkan, sebagian besar konsumen Indonesia setuju rokok elektrik (vape) sepatutnya tersedia sebagai pilihan bagi perokok. Survei yang mencakup 5.702 responden dari Meksiko, Kanada, Italia, Jepang, Spanyol, dan Indonesia ini mengulas penggunaan serta pandangan terhadap vape , produk tembakau, dan rokok.
Hasil survei menunjukkan, 90% orang Indonesia percaya vape seharusnya tersedia di pasaran sebagai pilihan alternatif bagi perokok konvensional, dan oleh karenanya membutuhkan regulasi yang tepat. Lebih dari 80% responden menilai edukasi vape sebagai produk alternatif rokok harus lebih ditingkatkan.
Konsumen Indonesia memilih vape karena berbagai alasan. Tapi yang menarik, 30% responden menggunakannya untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok. Survei menunjukkan, sekitar 75% responden telah mencoba berhenti merokok sebanyak 2 hingga 10 kali menggunakan berbagai macam metode. Mulai dari berhenti seketika hingga mencoba Terapi Pengganti Nikotin (NRT). Namun, upaya-upaya tersebut kurang efektif.
"Bagi konsumen, vaping memiliki potensi nyata dalam membantu mereka mengurangi jumlah konsumsi rokok dengan memberikan pilihan-pilihan alternatif. Hal ini bisa sangat bermanfaat, terutama ketika prevalensi merokok di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di dunia, yakni 28,9 persen," ujar Presiden Health Diplomats, Dr. Delon Human.
Sementara sekitar 46% responden Indonesia percaya vape memiliki tingkat bahaya yang lebih rendah atau tidak berbahaya sama sekali. Namun, temuan ini juga menunjukkan, mereka memiliki kekhawatiran nyata mengenai penggunaan produk vape ilegal bermutu rendah.
Hal inilah yang mereka anggap sebagai penyebab utama munculnya penyakit. Oleh karena itu, sebanyak 90 persen responden mengatakan, vape harus diregulasi dan dapat diakses secara legal untuk perokok konvensional.
Terlepas dari pandangan yang beredar di masyarakat terhadap regulasi dan komersialisasi vape sebagai alternatif untuk merokok, survei itu menunjukkan, jika dibandingkan dengan lima negara lainnya, orang Indonesia adalah yang paling pesimis tentang vaping.
Selain itu, hanya 64% orang Indonesia yang akrab dengan jenis HPTL lain, yakni produk tembakau yang dipanaskan (HTP), dibandingkan dengan rata-rata 75% dari total enam negara.
Delon menjelaskan, walaupun konsumen Indonesia beranggapan, produk alternatif ini harus tersedia secara legal sebagai pilihan untuk perokok, tetapi pemahaman mereka tentang risiko dan manfaat dari produk-produk ini masih cukup beragam. Fenomena ini menyoroti dua hal: pertama, konsumen membutuhkan produk berkualitas dan edukasi untuk meningkatkan kepercayaan terhadap produk alternatif.
Kedua, kebijakan pengurangan dampak buruk tembakau yang tepat sasaran juga diperlukan untuk mengurangi kesalahpahaman tentang vaping.
Hasil survei menunjukkan, 90% orang Indonesia percaya vape seharusnya tersedia di pasaran sebagai pilihan alternatif bagi perokok konvensional, dan oleh karenanya membutuhkan regulasi yang tepat. Lebih dari 80% responden menilai edukasi vape sebagai produk alternatif rokok harus lebih ditingkatkan.
Konsumen Indonesia memilih vape karena berbagai alasan. Tapi yang menarik, 30% responden menggunakannya untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok. Survei menunjukkan, sekitar 75% responden telah mencoba berhenti merokok sebanyak 2 hingga 10 kali menggunakan berbagai macam metode. Mulai dari berhenti seketika hingga mencoba Terapi Pengganti Nikotin (NRT). Namun, upaya-upaya tersebut kurang efektif.
"Bagi konsumen, vaping memiliki potensi nyata dalam membantu mereka mengurangi jumlah konsumsi rokok dengan memberikan pilihan-pilihan alternatif. Hal ini bisa sangat bermanfaat, terutama ketika prevalensi merokok di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di dunia, yakni 28,9 persen," ujar Presiden Health Diplomats, Dr. Delon Human.
Sementara sekitar 46% responden Indonesia percaya vape memiliki tingkat bahaya yang lebih rendah atau tidak berbahaya sama sekali. Namun, temuan ini juga menunjukkan, mereka memiliki kekhawatiran nyata mengenai penggunaan produk vape ilegal bermutu rendah.
Hal inilah yang mereka anggap sebagai penyebab utama munculnya penyakit. Oleh karena itu, sebanyak 90 persen responden mengatakan, vape harus diregulasi dan dapat diakses secara legal untuk perokok konvensional.
Terlepas dari pandangan yang beredar di masyarakat terhadap regulasi dan komersialisasi vape sebagai alternatif untuk merokok, survei itu menunjukkan, jika dibandingkan dengan lima negara lainnya, orang Indonesia adalah yang paling pesimis tentang vaping.
Selain itu, hanya 64% orang Indonesia yang akrab dengan jenis HPTL lain, yakni produk tembakau yang dipanaskan (HTP), dibandingkan dengan rata-rata 75% dari total enam negara.
Delon menjelaskan, walaupun konsumen Indonesia beranggapan, produk alternatif ini harus tersedia secara legal sebagai pilihan untuk perokok, tetapi pemahaman mereka tentang risiko dan manfaat dari produk-produk ini masih cukup beragam. Fenomena ini menyoroti dua hal: pertama, konsumen membutuhkan produk berkualitas dan edukasi untuk meningkatkan kepercayaan terhadap produk alternatif.
Kedua, kebijakan pengurangan dampak buruk tembakau yang tepat sasaran juga diperlukan untuk mengurangi kesalahpahaman tentang vaping.