Wow, Rokok Ilegal Tumbuh Subur Akibat Cukai Naik

Selasa, 26 Januari 2021 - 00:52 WIB
loading...
Wow, Rokok Ilegal Tumbuh Subur Akibat Cukai Naik
foto/ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah mewaspadai peredaran rokok ilegal yang berisiko meningkat akibat kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok. Merujuk hasil survei rokok ilegal terakhir yang dilakukan tahun 2020, jumlah rokok ilegal yang beredar mencapai 4,86%, meningkat dari tahun 2019 yang sebesar 3%.

Baca Juga: Conor McGregor Kalah KO dari Poirier: Ini Memilukan, Sulit Diterima!

Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar, berpendapat bahwa rokok ilegal menjadi penyebab kerugian pendapatan negara sekaligus penghambat berkembangnya industri rokok nasional. Data resmi Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa kerugian negara akibat Barang Hasil Penindakan (BHP) rokok ilegal diperkirakan mencapai Rp339,18 miliar per November 2020. Nilai ini meningkat drastis dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp247,64 miliar. ( Baca juga:Bea Cukai Tangkap 7,2 Juta Batang Rokok Ilegal )

“Maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia tak lepas dari harga rokok yang dianggap semakin mahal di pasaran. Harga rokok terus melambung dari tahun ke tahun seiring tarif cukai yang meningkat,” kata Sulami dihubungi Senin (25/1/2021).

Baca Juga: Wuling Siapkan Pikap Bernama Journey, Tampilannya Boleh Juga!

Sulami mengungkapkan tarif cukai rokok sendiri mengalami kenaikan sebesar 12,5% di tahun 2021. Selain itu, klasifikasi tarif cukai yang semakin disederhanakan juga menyebabkan produsen rokok golongan II dan III tidak mampu bersaing, sehingga mengurangi produksi rokok untuk masyarakat kelas menengah dan bawah, khususnya di daerah non-ibu kota.

Menurut Sulami Bahar, peredaran rokok ilegal di Indonesia selama ini sudah sangat mengakar, sehingga perlu penanganan yang masif dan sistematis dalam menyelesaikan masalah ini. Terlebih, dampak dari rokok ilegal ini merugikan banyak pihak.

“Ada masyarakat yang terancam dengan efek buruk rokok ilegal, serta kami para pelaku industri dan petani yang mengalami ketidakadilan persaingan di pasar,” katanya.

Baca Juga: Meski Proses Pemulihan Berjalan Lambat, Marquez Ogah Ganti Dokter

Merujuk kajian GAPERO, tingkat rokok ilegal di pasar telah naik pada tahun 2020 menjadi 4,86% dari posisi 2019 di level 3%. Menurutnya, akan terjadi percepatan pertumbuhan rokok ilegal di pasar domestik pada 2021.

"Kalau melihat lapangan, saya prediksi--presentase--rokok ilegal bisa jadi 6-8% tahun depan,” katanya.

Ekonom senior INDEF, Enny Sri Hartati berpandangan, kenaikan cukai hasil tembakau yang eksesif dan affordability yang menurun, maka potensi kenaikan rokok ilegal cukup tinggi.

“Makanya sebelum pandemi Covid-19 target tahun 2020 terjadi penurunan untuk rokok ilegal sekitar 3,09%, tapi hasil kajian dari UGM rokok ilegal naik lagi 4,86%, dan ini masih catatan karena rokok ilegal berdasarkan hasil penindakan, yang belum ditindak mungkin bisa lebih dari 4%,” kata Enny.

Enny mengatakan kenaikan CHT korelasinya dengan rokok ilegal tidak hanya dialami oleh Indonesia. Di Malaysia peredaran rokok ilegal ketika terjadi kenaikan cukai yang eksesif, maka kenaikan rokok ilegalnya semakin tinggi. Tapi bila kenaikan cukainya tidak terlalu eksesif, maka peredaran rokok ilegalnya juga tidak terlalu tinggi.

“Di Malaysia, kerugiannya sampai 2016 kalau dikonversi ke rupiah sekitar Rp13 triliun,” imbuhnya.

Demikian juga di Pakistan. Dari 2013 sampai 2016 sebesar 87% karena kenaikan cukainya lebih tinggi 2 kali angka inflasi. Artinya kalau kita kenaikan cukai 12,5% inflasi 2%, itu berapa kali lipat dari inflasi.

“Di Pakistan saja dengan kenaikan 2-4 kali lipat dari inflasi sudah berpotensi meningkatkan rokok ilegal, dan selisih antara rokok legal dan ilegal semakin besar sehingga kerugiannya 24,6 miliar rupe atau sekitar 3 triliun rupiah,” tegasnya.

Enny melakukan simulasi terkait kerugian negara dari rokok ilegal. Di Indonesia kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal jika 2% saja, maka kerugian negaranya mencapai Rp1,75 triliun. Kalau 5% kerugiannya Rp4,38 triliun. Kalaupun minimal peredaran rokok ilegal ini bisa ditekan sampai 4% maka kerugiannya hampir Rp5 triliun. ( Baca juga:Konvoi Traktor Penuhi Jalanan India, Puluhan Ribu Petani Protes )

Sementara, anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai bahwa kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang dilakukan pemerintah di tahun 2021 merupakan hal yang lumrah. Sepanjang kenaikan tersebut disesuaikan dengan kondisi daya beli masyarakat saat ini.

Hanya saja, kata dia, bilamana kenaikan tersebut tidak berpijak pada kondisi riil yang ada atau untuk kepentingan lain, maka hal itu justru akan kontraproduktif.

"Kenaikan yang wajar dapat diterima oleh pelaku industri. Kenaikan yang wajar harusnya pada kisaran tingkat inflasi. Bila dipakai dasar lain, seperti hasrat menambal defisit APBN, ini akan memperberat beban industri dalam menghadapi kesulitan yang sekarang sedang dihadapi akibat pandemi dan resesi," pungkasnya.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2509 seconds (0.1#10.140)