Sinovac Tidak Boleh Dipakai Swasta untuk Vaksinasi Mandiri, Erick Cari Opsi Lain
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah menyepakati adanya keterlibatan pihak swasta untuk melakukan vaksinasi Covid-19 secara mandiri kepada karyawan atau buruh. Meski begitu merek atau jenis vaksin masih dibahas oleh pemerintah.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut, pihaknya tengah mencari opsi atau alternatif lain agar vaksinasi mandiri dapat dilakukan. Langkah itu seiring dengan keputusan bersama bahwa vaksin bersubsidi alias gratis yang digunakan pemerintah dalam program vaksinasi bagi masyarakat tidak diizinkan penggunaannya bagi vaksinasi mandiri.
Opsi pun bermunculan, pemerintah tidak mengelak kemungkinan vaksin Sinopharm asal China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm) atau vaksin Moderna bisa dipakai untuk vaksinasi mandiri. Selain itu, ada opsi vaksin Johnson & Johnson asal perusahaan farmasi Amerika Serikat (AS).
"Ibu Retno (Menlu), saya, Pak Menkes (Budi Gunadi), dan beberapa Dubes di AS, China, Eropa dan didukung banyak Kementerian, Pak Luhut, Johnny Plate mencari alternatif, ada Sinopharm misalnya dari China, ada juga Moderna yang mirip dengan Pfizer, ada juga Johnson & Johnson, kita sudah bicara dengan mereka," ujar Erick, Jumat (29/1/2021).
Pemerintah juga masih membahas skema atau langkah taktis pengadaan vaksin untuk vaksinasi mandiri. Hal itu akan diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Meski begitu, untuk pengadaan manufaktur vaksin dengan perusahaan farmasi atau negara-negara mitra tetap menjadi tugas pemerintah.
Dalam konteks itu, swasta hanya diizinkan melakukan pengadaan vaksin dengan pemerintah dalam bentuk vaksin jadi. Erick memastikan, swasta akan dikenakan biaya pembelian. Besaran harga hingga poin peruntukan vaksin dan lokasi vaksinasi masih didiskusikan guna menyusun payung hukumnya.
"Konteksnya tetap pemerintah yang mengadakan, jangan sampai ini kayak APD, kayak PCR, harganya gila-gilaan di market, karena itu BPKP, LPKP juga sudah menyarankan ada harga tidak boleh sebebas-bebasnya. Nanti kalau swasta mau beli tentu pengadaan dengan pemerintah, dia buat siapa, karyawannya, di daerah mana, tentu payung hukumnya sama, tentu sama dengan strategi yang dilakukan pemerintah," kata dia.
Pemerintah juga masih belum mengetahui kapan vaksinasi mandiri dimulai. Saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih menyusun regulasi terkait itu. "Hal ini sedang menjadi wacana, tetapi tentu penyuntikannya (vaksinasi mandiri) sendiri tidak mungkin saat ini, bulan ini juga karena apa? Yang Nakes belum selesai, TNI, Polri akan masuk (vaksinasi)," paparnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut, pihaknya tengah mencari opsi atau alternatif lain agar vaksinasi mandiri dapat dilakukan. Langkah itu seiring dengan keputusan bersama bahwa vaksin bersubsidi alias gratis yang digunakan pemerintah dalam program vaksinasi bagi masyarakat tidak diizinkan penggunaannya bagi vaksinasi mandiri.
Opsi pun bermunculan, pemerintah tidak mengelak kemungkinan vaksin Sinopharm asal China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm) atau vaksin Moderna bisa dipakai untuk vaksinasi mandiri. Selain itu, ada opsi vaksin Johnson & Johnson asal perusahaan farmasi Amerika Serikat (AS).
"Ibu Retno (Menlu), saya, Pak Menkes (Budi Gunadi), dan beberapa Dubes di AS, China, Eropa dan didukung banyak Kementerian, Pak Luhut, Johnny Plate mencari alternatif, ada Sinopharm misalnya dari China, ada juga Moderna yang mirip dengan Pfizer, ada juga Johnson & Johnson, kita sudah bicara dengan mereka," ujar Erick, Jumat (29/1/2021).
Pemerintah juga masih membahas skema atau langkah taktis pengadaan vaksin untuk vaksinasi mandiri. Hal itu akan diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Meski begitu, untuk pengadaan manufaktur vaksin dengan perusahaan farmasi atau negara-negara mitra tetap menjadi tugas pemerintah.
Dalam konteks itu, swasta hanya diizinkan melakukan pengadaan vaksin dengan pemerintah dalam bentuk vaksin jadi. Erick memastikan, swasta akan dikenakan biaya pembelian. Besaran harga hingga poin peruntukan vaksin dan lokasi vaksinasi masih didiskusikan guna menyusun payung hukumnya.
"Konteksnya tetap pemerintah yang mengadakan, jangan sampai ini kayak APD, kayak PCR, harganya gila-gilaan di market, karena itu BPKP, LPKP juga sudah menyarankan ada harga tidak boleh sebebas-bebasnya. Nanti kalau swasta mau beli tentu pengadaan dengan pemerintah, dia buat siapa, karyawannya, di daerah mana, tentu payung hukumnya sama, tentu sama dengan strategi yang dilakukan pemerintah," kata dia.
Pemerintah juga masih belum mengetahui kapan vaksinasi mandiri dimulai. Saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih menyusun regulasi terkait itu. "Hal ini sedang menjadi wacana, tetapi tentu penyuntikannya (vaksinasi mandiri) sendiri tidak mungkin saat ini, bulan ini juga karena apa? Yang Nakes belum selesai, TNI, Polri akan masuk (vaksinasi)," paparnya.
(akr)