Investasi Bangun Ekosistem Industri Baterai Listrik Capai Rp238 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) alias Electric Vehicle (EV) bakal menarik investasi berskala besar yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir.
Pembangunan ekosistem industri baterai listrik secara terintegrasi dari hulu hingga hilir memiliki nilai investasi besar mencapai USD13-17 miliar, atau sekitar Rp182-238 triliun (kurs Rp14.000/USD).
Namun pembangunan ekosistem industri baterai listrik masih memiliki risiko teknologi yang tinggi, pasar dalam negeri yang belum besar, dan pasar yang bergantung pada Original Equipment Manufacturer (OEM).
"Teknologi baterai yang dipakai masih bergantung pada pemain global baterai dan OEM sebagai offtaker. Sementara Indonesia belum memiliki pengalaman memadai dalam membangun industri baterai listrik," ujar Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana Wirakusumah dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (1/2/2021).
Agus berharap dukungan Komisi VII DPR untuk mendorong regulasi dan kebijakan yang mampu mendorong perkembangan industri baterai dan kendaraan listrik di Indonesia.
Kemudian, mendorong regulasi dan kebijakan riset dan pengembangan baterai dalam rangka penguasaan teknologi industri baterai terutama kemungkinan pengembangan teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing industri.
Selanjutnya, memperbaiki sistem pengenaan perpajakan untuk kendaraan listrik berbasis baterai agar bisa lebih bersaing dari ICE sehingga akan berdampak pada penggunaan baterai dalam negeri.
"Kami sangat mengharapkan dukungan komisi VII DPR dalam mendorong regulasi dan kebijakan industri baterai Indonesia," tuturnya.
Pembangunan ekosistem industri baterai listrik secara terintegrasi dari hulu hingga hilir memiliki nilai investasi besar mencapai USD13-17 miliar, atau sekitar Rp182-238 triliun (kurs Rp14.000/USD).
Namun pembangunan ekosistem industri baterai listrik masih memiliki risiko teknologi yang tinggi, pasar dalam negeri yang belum besar, dan pasar yang bergantung pada Original Equipment Manufacturer (OEM).
"Teknologi baterai yang dipakai masih bergantung pada pemain global baterai dan OEM sebagai offtaker. Sementara Indonesia belum memiliki pengalaman memadai dalam membangun industri baterai listrik," ujar Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana Wirakusumah dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (1/2/2021).
Agus berharap dukungan Komisi VII DPR untuk mendorong regulasi dan kebijakan yang mampu mendorong perkembangan industri baterai dan kendaraan listrik di Indonesia.
Kemudian, mendorong regulasi dan kebijakan riset dan pengembangan baterai dalam rangka penguasaan teknologi industri baterai terutama kemungkinan pengembangan teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing industri.
Selanjutnya, memperbaiki sistem pengenaan perpajakan untuk kendaraan listrik berbasis baterai agar bisa lebih bersaing dari ICE sehingga akan berdampak pada penggunaan baterai dalam negeri.
"Kami sangat mengharapkan dukungan komisi VII DPR dalam mendorong regulasi dan kebijakan industri baterai Indonesia," tuturnya.
(fai)