Banting Setir di Puncak Karir, Mengapa Tidak?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pindah haluan mendadak saat di posisi puncak rasanya tentu mengagetkan dan tak nyaman. Namun bagi sebagian orang, mengakhiri posisi saat di puncak karir adalah pilihan logis, bahkan strategis.
Sederet pemimpin perusahaan, atlet hingga artis berani melakukan langkah tak lazim tersebut. Terakhir seperti dilakukan pendiri sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Amazon.com inc Jeff Bezos . Awal pekan ini, Bezos memilih mundur dari posisinya sebagai orang tertinggi di perusahaan setelah dia bekerja sekitar 30 tahun.
Di luar Bezos, langkah tak wajar serupa juga dilakukan pendiri Alibaba Group, Jack Ma . Pada September 2019, Jack Ma secara mengejutkan meninggalkan posisinya kendati saat itu pamornya tengah naik daun. Jack Ma mengaku ingin menjadi pengajar lagi dan aktif di kegiatan sosial.
Selain Bezos dan Jack Ma, pemain sepakbola asal Prancis Zinedine Zidane dan atlet mixed martial arts (MMA) Khabib Nurmagomedov membuat keputusan hidup tak jauh beda. Di Indonesia atlet bulu tangkis Tontowi-Liliana Natsir juga memilih gantung raket kendati tengah berada di puncak prestasi.
Banting setir di tengah puncak karir adalah tindakan berani yang kadang penuh kritik dan risiko. Namun mereka menilai, langkah itu justru adalah sebuah terobosan hidup untuk mencapai kepentingan yang lebih besar. Keberanian membuat terobosan dengan tidak larut pada kondisi nyaman (comfort zone) pun sebuah kenisayaan di tengah situasi yang penuh tantangan seperti pandemi Covid-19 saat ini. Ketika kondisi serba terkontraksi dan tak pasti, diperlukan sosok-sosok pemimpin atau pribadi yang adaptif. Dengan demikian, maka akan lahir kreativitas tinggi dan pribadi tangguh.
Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta mengatakan, langkah orang berani mundur saat dalam kondisi nyaman adalah langkah hebat. Baginya, bisa sampai ke puncak karir adalah sebuah perjalanan yang tidak mudah. Untuk mencapainya dibutuhkan kerja keras dan mereka memahami betul langkah-langkah ini. Upaya pindah haluan dilakukan untuk membentuk sesuatu yang baru, dorongan baru, tentunya dengan cara-cara yang sebelumnya sudah pernah mereka jalan. “Intinya mencoba peruntungan baru karena merasa sudah lebih siap dan memiliki bekal untuk sesuatu yang baru,” katanya.
Dia mencontohkan, pada bidang karir seperti atlet memang ada expired date atau masakeemasannya. Dengan fakta ini, jika atlet tidak ‘cepat’ beralih malah mungkin tidak bisa membangun kesuksesan baru karena perubahan itu sendiri membutuhkan banyak energi dan pemikiran. Saat berada di puncak karir dan memiliki banyak sumber daya, bisa dimanfaatkan untuk mencoba peruntungan di bidang yang baru. “Karir memang lebih terkait dengan profesi daripada bekerja terus menerus di satu tempat. Jika dia bisa pindah dan meraih kesuksesan yang lebih daripada sekarang tentu akan lebih baik,” tandasnya.
Pada atlet, hal tersebut memang perlu dilakukan karena profesi ini ada batasnya dan mereka harus cepat melakukan usaha untuk mempertahankan kesuksesannya. Tentunya mereka sudah mempersiapkan ‘penerus’ pada perusahaan itu seperti Jack Ma, dengan harapan regenerasi berjalan baik. “Pada saat berada di ‘atas’ tentunya mereka punya sumber daya seperti orang-orang kepercyaan, modal, tenaga dan energi untuk membentuk sesuatu yang baru,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, orang-orang sukses ini biasanya adalah orang yang memang memiliki keberanian untuk berubah dan terus maju. Mereka berani keluar dari zona nyaman untuk sesuatu hal yang mereka yakini. Memang, kata Shinta, tidak banyak orang yang seperti ini. “Kuncinya ya berani keluar dari comfort zone itu. Namun memang tidak semua orang berani melakukannya,” terang dia.
Dalam pandangannya, orang tentu memiliki penghitungan tertentu sebelum mereka memutuskan untuk banting stir pada puncak karirnya. Tentunya, mereka yang berani melakukan itu sudah punya pertimbangan semisal memiliki jaringan yang kuat dan modal. Namun ditegaskan Shinta, selain pertimbangan tersebut, modal utamanya adalah keberanian. “Tentunya dengan jaringan yang dimiliki, modal, dan keberanian tersebut mereka berharap bisa menelurkan kesuksesan baru,” katanya.
Cegah Kebosanan
Apa yang melatarbelakangi Bezos melepas jabatan strategsinya? Pendiri Amazon ini mengaku akan ganti fokus mengembangkan inovasi di jabatan barunya yang dia buat sendiri. Posisinya sebagai CEO di Amazon yang dia tinggalkan akan digantikan kepala cloud-computing Andy Jassy.
“Beberapa tahun setelah kita menemukan penemuan baru, penemuan itu akan menjadi sesuatu yang normal. Lama-lama, orang-orang akan menguap (bosan). Respons itu merupakan pujian terbesar yang dapat diterima seorang inventor,” kata Bezos, dikutip The Washington Post, sebelum mengatakan ingin melakukan inovasi baru.
Di bawah kepemimpinan Bezos, Amazon berubah dari penjual buku online menjadi salah satu pasar online terbesar di dunia. Bezos yang kini berusia 57 tahun menyerahkan amanah tertinggi kepada Jassy mengingat kandidat lain, Jeff Wilke, juga akan pensiun.
Saat menulis catatan untuk karyawannya, Bezos mengatakan ingin fokus pada perusahaan lain. “Ketika kita masih memiliki tanggung jawab seperti ini, sangat sulit bagi kita untuk dapat memberikan perhatian pada semuanya,” kata Bezos. Meski lengser, menurut kepala keuangan Amazon Brian Olsavsky, peran Bezos di Amazon akan tetap besar.
Salah satu pendiri Microsoft, Bill Gates, juga mencopot sendiri jabatannya dari dewan direksi agar dapat lebih fokus dalam aktivitas filantropi pada pertengahan tahun lalu. Dia mengaku ingin berkontribusi dalam pembangunan dan kesehatan, pendidikan, dan kelestarian lingkungan. Gates sebelumnya juga sudah mundur dari jabatan CEO pada 2008.
Langkah yang sama juga diambil CEO Alphabet, Larry Page, dan Sergei Brin. Posisi Page telah digantikan CEO Google, Sundar Pichai. “Alphabet telah berkembang dan Google sudah independen. Kini saatnya kami menyederhanakan struktur manajemen. Alphabet dan Google tak lagi memerlukan dua CEO dan presiden,” kata Page dan Brin.
Sedang alasan pendiri Alibaba Group, Jack Ma mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO adalah demi mewujudkan aksi sosial di bidang pendidikan. Keputusan tersebut mengagetkan lantaran dilakukan Ma di tengah merekahnya bisnis e-commerce di dunia.
Dalam beberapa konferensi, Ma sering menegaskan tidak ingin menghabiskan hidupnya di perusahaan. Dia berkeinginan pensiun dan kembali mengajar seperti dulu. Di Alibaba, dia juga sering dipanggil guru Ma. Ma pun mendirikan Yayasan Jack Ma yang ditujukan untuk meningkatkan pendidikan di daerah tertinggal. “Saya ingin lebih fokus melakukan kontribusi sosial dan amal,” ujar Ma kepada Bloomberg.
Bahkan Ma bertekad ingin meniru langkah Bill Gates. Gates diketahui mengundurkan diri sebagai Chairman Microsoft pada 2014 di usia 58 tahun demi aksi sosial. “Saya mungkin tidak sekaya Bill Gates. Namun, saya ingin mengikuti jejaknya menjadi filantropis,” ucap Ma.
Sederet pemimpin perusahaan, atlet hingga artis berani melakukan langkah tak lazim tersebut. Terakhir seperti dilakukan pendiri sekaligus Chief Executive Officer (CEO) Amazon.com inc Jeff Bezos . Awal pekan ini, Bezos memilih mundur dari posisinya sebagai orang tertinggi di perusahaan setelah dia bekerja sekitar 30 tahun.
Di luar Bezos, langkah tak wajar serupa juga dilakukan pendiri Alibaba Group, Jack Ma . Pada September 2019, Jack Ma secara mengejutkan meninggalkan posisinya kendati saat itu pamornya tengah naik daun. Jack Ma mengaku ingin menjadi pengajar lagi dan aktif di kegiatan sosial.
Selain Bezos dan Jack Ma, pemain sepakbola asal Prancis Zinedine Zidane dan atlet mixed martial arts (MMA) Khabib Nurmagomedov membuat keputusan hidup tak jauh beda. Di Indonesia atlet bulu tangkis Tontowi-Liliana Natsir juga memilih gantung raket kendati tengah berada di puncak prestasi.
Banting setir di tengah puncak karir adalah tindakan berani yang kadang penuh kritik dan risiko. Namun mereka menilai, langkah itu justru adalah sebuah terobosan hidup untuk mencapai kepentingan yang lebih besar. Keberanian membuat terobosan dengan tidak larut pada kondisi nyaman (comfort zone) pun sebuah kenisayaan di tengah situasi yang penuh tantangan seperti pandemi Covid-19 saat ini. Ketika kondisi serba terkontraksi dan tak pasti, diperlukan sosok-sosok pemimpin atau pribadi yang adaptif. Dengan demikian, maka akan lahir kreativitas tinggi dan pribadi tangguh.
Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta mengatakan, langkah orang berani mundur saat dalam kondisi nyaman adalah langkah hebat. Baginya, bisa sampai ke puncak karir adalah sebuah perjalanan yang tidak mudah. Untuk mencapainya dibutuhkan kerja keras dan mereka memahami betul langkah-langkah ini. Upaya pindah haluan dilakukan untuk membentuk sesuatu yang baru, dorongan baru, tentunya dengan cara-cara yang sebelumnya sudah pernah mereka jalan. “Intinya mencoba peruntungan baru karena merasa sudah lebih siap dan memiliki bekal untuk sesuatu yang baru,” katanya.
Dia mencontohkan, pada bidang karir seperti atlet memang ada expired date atau masakeemasannya. Dengan fakta ini, jika atlet tidak ‘cepat’ beralih malah mungkin tidak bisa membangun kesuksesan baru karena perubahan itu sendiri membutuhkan banyak energi dan pemikiran. Saat berada di puncak karir dan memiliki banyak sumber daya, bisa dimanfaatkan untuk mencoba peruntungan di bidang yang baru. “Karir memang lebih terkait dengan profesi daripada bekerja terus menerus di satu tempat. Jika dia bisa pindah dan meraih kesuksesan yang lebih daripada sekarang tentu akan lebih baik,” tandasnya.
Pada atlet, hal tersebut memang perlu dilakukan karena profesi ini ada batasnya dan mereka harus cepat melakukan usaha untuk mempertahankan kesuksesannya. Tentunya mereka sudah mempersiapkan ‘penerus’ pada perusahaan itu seperti Jack Ma, dengan harapan regenerasi berjalan baik. “Pada saat berada di ‘atas’ tentunya mereka punya sumber daya seperti orang-orang kepercyaan, modal, tenaga dan energi untuk membentuk sesuatu yang baru,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, orang-orang sukses ini biasanya adalah orang yang memang memiliki keberanian untuk berubah dan terus maju. Mereka berani keluar dari zona nyaman untuk sesuatu hal yang mereka yakini. Memang, kata Shinta, tidak banyak orang yang seperti ini. “Kuncinya ya berani keluar dari comfort zone itu. Namun memang tidak semua orang berani melakukannya,” terang dia.
Dalam pandangannya, orang tentu memiliki penghitungan tertentu sebelum mereka memutuskan untuk banting stir pada puncak karirnya. Tentunya, mereka yang berani melakukan itu sudah punya pertimbangan semisal memiliki jaringan yang kuat dan modal. Namun ditegaskan Shinta, selain pertimbangan tersebut, modal utamanya adalah keberanian. “Tentunya dengan jaringan yang dimiliki, modal, dan keberanian tersebut mereka berharap bisa menelurkan kesuksesan baru,” katanya.
Cegah Kebosanan
Apa yang melatarbelakangi Bezos melepas jabatan strategsinya? Pendiri Amazon ini mengaku akan ganti fokus mengembangkan inovasi di jabatan barunya yang dia buat sendiri. Posisinya sebagai CEO di Amazon yang dia tinggalkan akan digantikan kepala cloud-computing Andy Jassy.
“Beberapa tahun setelah kita menemukan penemuan baru, penemuan itu akan menjadi sesuatu yang normal. Lama-lama, orang-orang akan menguap (bosan). Respons itu merupakan pujian terbesar yang dapat diterima seorang inventor,” kata Bezos, dikutip The Washington Post, sebelum mengatakan ingin melakukan inovasi baru.
Di bawah kepemimpinan Bezos, Amazon berubah dari penjual buku online menjadi salah satu pasar online terbesar di dunia. Bezos yang kini berusia 57 tahun menyerahkan amanah tertinggi kepada Jassy mengingat kandidat lain, Jeff Wilke, juga akan pensiun.
Saat menulis catatan untuk karyawannya, Bezos mengatakan ingin fokus pada perusahaan lain. “Ketika kita masih memiliki tanggung jawab seperti ini, sangat sulit bagi kita untuk dapat memberikan perhatian pada semuanya,” kata Bezos. Meski lengser, menurut kepala keuangan Amazon Brian Olsavsky, peran Bezos di Amazon akan tetap besar.
Salah satu pendiri Microsoft, Bill Gates, juga mencopot sendiri jabatannya dari dewan direksi agar dapat lebih fokus dalam aktivitas filantropi pada pertengahan tahun lalu. Dia mengaku ingin berkontribusi dalam pembangunan dan kesehatan, pendidikan, dan kelestarian lingkungan. Gates sebelumnya juga sudah mundur dari jabatan CEO pada 2008.
Langkah yang sama juga diambil CEO Alphabet, Larry Page, dan Sergei Brin. Posisi Page telah digantikan CEO Google, Sundar Pichai. “Alphabet telah berkembang dan Google sudah independen. Kini saatnya kami menyederhanakan struktur manajemen. Alphabet dan Google tak lagi memerlukan dua CEO dan presiden,” kata Page dan Brin.
Sedang alasan pendiri Alibaba Group, Jack Ma mengundurkan diri dari jabatannya sebagai CEO adalah demi mewujudkan aksi sosial di bidang pendidikan. Keputusan tersebut mengagetkan lantaran dilakukan Ma di tengah merekahnya bisnis e-commerce di dunia.
Dalam beberapa konferensi, Ma sering menegaskan tidak ingin menghabiskan hidupnya di perusahaan. Dia berkeinginan pensiun dan kembali mengajar seperti dulu. Di Alibaba, dia juga sering dipanggil guru Ma. Ma pun mendirikan Yayasan Jack Ma yang ditujukan untuk meningkatkan pendidikan di daerah tertinggal. “Saya ingin lebih fokus melakukan kontribusi sosial dan amal,” ujar Ma kepada Bloomberg.
Bahkan Ma bertekad ingin meniru langkah Bill Gates. Gates diketahui mengundurkan diri sebagai Chairman Microsoft pada 2014 di usia 58 tahun demi aksi sosial. “Saya mungkin tidak sekaya Bill Gates. Namun, saya ingin mengikuti jejaknya menjadi filantropis,” ucap Ma.
(ynt)