Memanfaatkan Rezim Suku Bunga Rendah
loading...
A
A
A
Dia berharap, idealnya suku bunga pinjaman riil Indonesia harus turun lebih signifikan dibanding saat ini. Bahkan, akan sangat baik bila bisa turun ke rata-rata suku bunga pinjaman riil di ASEAN agar daya saing di kawasan bisa lebih baik.
“Ini bisa dilakukan tanpa menurunkan suku bunga BI lebih lanjut, apalagi sampai nol. Tidak perlu. Kita bukan AS, Jepang, atau negara maju lain yang tingkat pertumbuhan ekonominya sudah mature dan dana publik di sektor perbankannya sudah sangat besar sehingga bisa menanggung kerugian tersebut,” katanya.
Yang perlu dilakukan, kata Shinta, adalah pembenahan efisiensi di sektor perbankan. Khususnya dengan mengkoreksi BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional) yang terlalu tinggi sehingga tidak menjadi beban pada perhitungan suku bunga pinjaman riil bagi pelaku usaha.
Selain itu, bank yang memiliki likuiditas tinggi perlu didorong untuk memberikan pinjaman kepada sektor-sektor yang belum sepenuhnya pulih dari krisis. “Banyak bank yang tidak mau menanggung risiko peningkatan NPL. Ini harus dipikirkan agar stimulus moneter Indonesia bisa lebih efektif ntk mendongkrak kegiatan ekonomi nasional di masa mendatang,” pungkasnya.
Pengamat ekonomi dari Intitute for Development of economic and finance (Indef) Rizal Taufikurohman melihat bahwa penetapan suku bunga acuan rendah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) dinilai sudah tepat, mengingat kondisi ekonomi saat ini yang terus mengalami penurunan.
"Sudah tepat, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menurun. Indonesia mengalami resesi, untuk itu perlu diambil kebijakan yang dapat mendorong investasi agar pertumbuhan ekonomi bisa semakin positif," katanya.
Hanya saja, Rizal menambahkan, kebijakan tersebut harus dilihat efektivitasnya karena hal ini akan mendorong perbaikan investasi, kemudian perbaikan konsumsi tapi nyatanya hal tersebut masih belum mendorong peningkatan laju pasar investasi. Di 2020, uata dia, laju investasi mengalami penurunan di angka minus 4,5%. Untuk itu, kebijakan menurunkan suku bunga harus bersinergi dengan kebijakan fiskal.
"Dengan turunnya suku bunga acuan diharapkan investasi akan tumbuh. Indonesia sangat memerlukan investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan," ungkapnya.
Sementara itu, ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Jahen Rezki berpendapat, penetapan suku bunga acuan rendah saat ini masih bisa dipangkas lebih lanjut, namun kebijakan untuk menahan suku bunga di angka saat ini tetap diperlukan dengan tetap menjaga kebijakan makroprudensial untuk mengelola stabilitas keuangan.
"Sisi baiknya dari suku bunga rendah ini, bisa dilihat dari beberapa faktor eksternal yang membawa dampak positif bagi perekonomian," katanya.
“Ini bisa dilakukan tanpa menurunkan suku bunga BI lebih lanjut, apalagi sampai nol. Tidak perlu. Kita bukan AS, Jepang, atau negara maju lain yang tingkat pertumbuhan ekonominya sudah mature dan dana publik di sektor perbankannya sudah sangat besar sehingga bisa menanggung kerugian tersebut,” katanya.
Yang perlu dilakukan, kata Shinta, adalah pembenahan efisiensi di sektor perbankan. Khususnya dengan mengkoreksi BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional) yang terlalu tinggi sehingga tidak menjadi beban pada perhitungan suku bunga pinjaman riil bagi pelaku usaha.
Selain itu, bank yang memiliki likuiditas tinggi perlu didorong untuk memberikan pinjaman kepada sektor-sektor yang belum sepenuhnya pulih dari krisis. “Banyak bank yang tidak mau menanggung risiko peningkatan NPL. Ini harus dipikirkan agar stimulus moneter Indonesia bisa lebih efektif ntk mendongkrak kegiatan ekonomi nasional di masa mendatang,” pungkasnya.
Pengamat ekonomi dari Intitute for Development of economic and finance (Indef) Rizal Taufikurohman melihat bahwa penetapan suku bunga acuan rendah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) dinilai sudah tepat, mengingat kondisi ekonomi saat ini yang terus mengalami penurunan.
"Sudah tepat, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menurun. Indonesia mengalami resesi, untuk itu perlu diambil kebijakan yang dapat mendorong investasi agar pertumbuhan ekonomi bisa semakin positif," katanya.
Hanya saja, Rizal menambahkan, kebijakan tersebut harus dilihat efektivitasnya karena hal ini akan mendorong perbaikan investasi, kemudian perbaikan konsumsi tapi nyatanya hal tersebut masih belum mendorong peningkatan laju pasar investasi. Di 2020, uata dia, laju investasi mengalami penurunan di angka minus 4,5%. Untuk itu, kebijakan menurunkan suku bunga harus bersinergi dengan kebijakan fiskal.
"Dengan turunnya suku bunga acuan diharapkan investasi akan tumbuh. Indonesia sangat memerlukan investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan," ungkapnya.
Sementara itu, ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Jahen Rezki berpendapat, penetapan suku bunga acuan rendah saat ini masih bisa dipangkas lebih lanjut, namun kebijakan untuk menahan suku bunga di angka saat ini tetap diperlukan dengan tetap menjaga kebijakan makroprudensial untuk mengelola stabilitas keuangan.
"Sisi baiknya dari suku bunga rendah ini, bisa dilihat dari beberapa faktor eksternal yang membawa dampak positif bagi perekonomian," katanya.