Memanfaatkan Cicilan Murah, Agar Bisa Memiliki Rumah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Generasi milenial dikenal sebagai generasi yang konsumtif dan serba praktis. Ini lantaran generasi ini tumbuh dan berkembang di lingkungan yang kini bertransformasi menjadi lingkungan digital. Cepat bosan dan ingin selalu ada yang baru menjadi salah satu ciri khas generasi ini. Karenanya, banyak diantara generasi milenial yang menghamburkan uangnya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif, seperti membeli gawai atau gadget, bertamasya, dan kegiatan bersenang-senang lainnya.
(Baca Juga : 6 Saham Ini Bisa Jadi Pilihan Saat IHSG Diprediksi Meredup )
Keengganan generasi milenial memiliki hunian karena minimnya edukasi mengenai pentingnya memiliki hunian. Termasuk edukasi mengenai bagaimana cara mengajukan dan proses untuk mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) . Selama ini, banyak yang menilai prosedur untuk mendapatkan fasilitas KPR sangat rumit. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kalangan milenial menjadi enggan membeli rumah.
Generasi milenial juga memiliki tren yang berbeda mengenai hunian dibandingkan generasi sebelumnya. Umumnya mereka lebih memilih menyewa dibandingkan membeli. Salah satu alasannya, tinggal di tengah kota lebih menyenangkan karena dekat dengan beragam fasilitas dan tempat kerja. Mereka seolah mengabaikan fakta kenaikan harga properti lebih cepat dari kenaikan penghasilan mereka.
(Baca Juga : Duh, YLKI Sebut Banyak Kemasan Air Minum Belum SNI )
Hal itulah yang kemudian disadari oleh Okta Almira (25), yang memutuskan untuk membeli rumah di kawasan Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. ’’Untuk beli di Jakarta tidak mungkin, karena harga rumah atau apartemen sudah sangat mahal,’’tutur perempuan kelahiran 1996 ini saat ditemui Rabu (17/2/2021). Dengan statusnya yang masih belum menikah, dia sempat tergoda untuk tetap ngekos di ibukota, agar bisa leluasa pergi ke mana saja. Namun, tekadnya untuk memiliki hunian sebagai tempat beristirahat dan tempat membangun kenangan bersama keluarganya kelak semakin membara dan tak terbendung.
Bagi dia, mencari rumah yang bisa dicicil sesuai dengan gaji bulanannya, ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. ’’Ternyata untuk mendapatkan hunian yang terjangkau cukup susah,’’ungkapnya. Berbekal mencari informasi di laman PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. (BTN) , dia akhirnya menemukan kawasan yang dinilainya cocok untuk dijadikan tempat tinggal. ’’Memang agak jauh, tetapi ibu saya menyemangati jika tidak segera beli, harga rumah akan terus naik. Malah nanti enggak kebeli,’’tuturnya.
(Baca Juga : Setelah Anjlok Harga Emas Bangkit Lagi, Ini Rinciannya )
Pilihannya jatuh ke perumahan Permata Puri Harmoni 2 yang dikembangkan PT Bangun Cipta Multiguna, salah satu pengembang yang menjadi bagian dari Vista Land Group. Meskipun bukan perumahan mewah, hanya perumahan bersubsidi, namun kawasan ini tertata cukup rapih. Rumah Blok G1 Nomor 6 itu pun terlihat bersih. Kompleks perumahannya juga luas, kualitas bangunan pun juga tak asal-asalan. Row jalan serta saluran drainase yang lebar membuat perumahan di Jl. Raya Tunggilis ini tak tergenang air meskipun hujan deras mengguyur kawasan Cileungsi sejak sepekan terakhir. ’’Nggak pernah banjir, udaranya pun sejuk,’’ungkapnya.
Okta merasa beruntung mendapatkan hunian dengan memanfaatkan KPR Bersubsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari BTN Cabang Cibubur. Dengan harga Rp150 jutaan, cicilan yang dibayarkan hanya Rp900 ribuan per bulan. Dia merasakan banyak kemudahan dari BTN, seperti proses akad kredit yang hanya perlu waktu satu bulan dan langsung serah terima unit. Ini lantaran unit rumah yang dipilih sudah selesai dibangun. ‘’Karena saya masih muda, dan belum menikah, BTN juga memberikan tenor KPR 20 tahun. Down payment-nya Rp20 juta, ada juga yang Rp7 juta sampai Rp15 juta, tergantung unit yang di pilih,’’paparnya.
(Baca Juga : Giliran BRIS Buka Mulut Bantah Soal Endorse Saham Lewat Artis )
Bagi dia, dengan gaji pokok Rp3,6 juta-an sebulan, cicilan sebesar itu dirasa cukup ringan dibandingkan saat dia menyewa sebuah kamar kos di Jakarta. ‘’Saat ngekos bayarnya Rp1,5 juta per bulan, sekarang bayar cicilan hanya Rp900 ribu, dan kelak menjadi rumah milik sendiri. Menurut saya ini alternatif buat yang ngontrak atau ngekos, karena membantu banget. Mending beli karena untuk ngekos Rp17 juta setahun, cicil rumah cuman Rp12 juta-an setahun,’’paparnya.
Meskipun berlokasi jauh dari tempat bekerjanya, namun dia tak terlalu risau dengan jarak dan waktu tempuh. Mengingat kawasan Cileungsi kini juga dikelilingi oleh kawasan perumahan yang dikembangkan oleh pengembang-pengembang besar. Otomatis Okta pun merasa dapat memanfaatkan fasilitas umum yang dihadirkan oleh pengembang –pengembang tersebut.
Rencana akses Tol Cimanggis - Cibitung dengan pintu tol terdekat di Kota Wisata dan Narogong membuat kawasan ini mudah diakses. Selain dari Cibubur, perumahan bersubsidi itu juga bisa diakses melalui tol Jakarta Lingkar Luar dan bisa diakses dari Bekasi, Depok, dan Jakarta. Selain kendaraan pribadi, jalur menuju perumahan dilewati oleh beberapa pilihan angkutan umum dari arah Bekasi, Jakarta, dan Bogor.
Masa pandemi Covid-19 membuat Okta lebih banyak bekerja dari rumah. Sempat kehilangan pekerjaan di awal pandemi membuat dia bersyukur karena masih bisa membayar cicilan dari tabungannya. ’’Saya sempat dipecat dari pekerjaan, lalu mengajukan restrukturisasi selama 7 bulan ke BTN. Alhamdulillah disetujui, sekarang saya sudah bekerja lagi,’’ungkapnya.
Tak ada rasa penyesalan karena memilih membeli hunian yang jauh dari tempatnya bekerja. Bagi dia, saat sudah berkeluarga dan memiliki anak kelak, tentu dirinya butuh tempat yang nyaman. Dia sadar harga rumah akan terus naik setiap tahunnya. ’’Kalau ditunda terus, sampai kapan pun tidak akan terbeli. Daripada buat bayar sewa kontrakan, mending buat bayar cicilan rumah,"ujarnya. Di rumah tipe 60/22 yang masih memiliki lahan cukup untuk dikembangkan itu, kini Okta hidup sendirian. Ibunya yang sebelumnya menemaninya meninggal tahun lalu karena sakit. ’’Beruntung saya ikuti nasihat ibu yang selalu memberikan support di saat senang maupun susah,’’paparnya.
Rumah Sederhana Pasar yang Paling Besar
Diantara beragam jenis hunian, rumah sederhana, khususnya rumah sederhana bersubsidi memiliki pasar yang paling besar. ’’Segmen ini memang yang paling besar, karena terjangkau oleh masyarakat kita,’’ungkap Ketua Umum The HUD Institute Zulfi Syarif Koto. Di masa pandemi seperti saat ini, untuk memiliki hunian, masyarakat sudah tentu menyesuaikan dengan penghasilan yang masih dimiliki.
’’Untuk membeli rumah menengah tentunya terkendala dengan kemampuan untuk membayar cicilan. Sehingga arahnya ya memilih ke rumah sederhana, yang subsidi ataupun bukan subsidi,’’ujarnya. Menurut Zulfi, tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana memperkuat daya beli dan daya cicil masyarakat untuk mendapatkan hunian yang layak, terutama untuk segmen menengah. ’’Untuk segmen rumah sederhana, tahun ini tetap berjalan dan tumbuh,’’bebernya. Bahkan, Zulfi meyakini dengan adanya program satu juta rumah yang dicanangkan presiden Joko Widodo, industri properti tahun ini akan bertumbuh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
’’Jika ekonomi kita diproyeksikan bertumbuh 3% hingga 5% tahun ini, industri properti bisa lebih besar dari itu,’’katanya. Keyakinan itu didasarkan masih terus dibangunnya rumah-rumah bersubsidi di berbagai daerah. Dengan masih adanya pembangunan, maka industri pendukungnya ikut bertumbuh. Seperti industri konstruksi, bahan bangunan, furnitur, elektronik dan lainnya. ‘’Orang menghuni rumah kan perlu meja,kursi, televisi, lampu dan sebagainya,’’ungkapnya.
Ditambah lagi, anggaran subsidi FLPP tahun ini cukup besar, mencapai Rp 19,1 triliun, sedangkan harga rumah subsidi tidak naik. ’’Otomatis pembangunan akan semakin masif, karena ditengah pandemi Covid-19 harga rumah masih terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah,’’tutur Zulfi yang mengaku baru sembuh dari paparan virus Covid-19 ini.
Pemerintah telah menetapkan batasan harga jual rumah bersubsidi yang dibagi dalam lima wilayah. Diantaranya Jawa (kecuali Jabodetek) dan Sumatra (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Kepulauan Mentawai) dengan harga Rp 150,5 juta. Kemudian Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepualaun Anambas) dengan harga Rp 156,5 juta. Sedangkan Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) harga rumah subsidi ditetapkan Rp 164,5 juta. Untuk Maluku, Maluku Utara, Bali, dan Nusa Tenggara, Jabodetabek, Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Mahakam Ulu, ditetapkan Rp 168juta, serta Papua dan Papua Barat Rp219 juta.
Tahun ini, sudah ada 38 bank yang menjadi pelaksana penyalur KPR FLPP, salah satunya BTN. Zulfi menilai, peran BTN dalam penyaluran FLPP perlu ditingkatkan dengan menambah anggaran FLPP yang disalurkan melalui bank ini. ’’BTN itu paling kuat di segmen KPR, sudah berpengalaman sejak 1976, sudah 45 tahun. Jaringannya pun hingga pelosok, sehingga sudah selayaknya mendapatkan anggaran yang disalurkan lebih besar lagi,’’urainya.
Zulfi menilai, sebagai bank yang memiliki kekuatan lebih dibandingkan dengan bank penyalur lainnya, BTN memiliki kans untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas lagi, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah di daerah-daerah. ’’Sejauh ini keterlibatan BTN sudah mampu menggerakan perekonomian khususnya industri properti untuk tetap tumbuh meskipun masih menghadapi tantangan pandemi Covid-19,’’katanya.
Ketua Umum DPP Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya, Andre Bangsawan menilai, lancarnya penyaluran KPR FLPP yang dilakukan oleh BTN membuat para pengembang rumah sederhana bersubsidi di daerah terus beraktivitas meskipun masih dalam suasana pandemi Covid-19. ’’Anggota kami di daerah-daerah masih terus melakukan pembangunan. Sehingga industri properti kita bisa dikatakan masih terus bertumbuh,’’ungkapnya.
Andre berharap, tahun ini, BTN terus memperkuat sinergi dengan para pengembang rumah bersubsidi agar cita-cita besar program satu juta rumah bisa terwujud. ’’Selama ini sinergi sudah terjalin baik, sehingga anggota kami bisa menghadirkan hunian berkualitas. Dimasa pandemi ini kami harapkan terus diperkuat sehingga roda perekonomian khususnya industri properti terus tumbuh,’’urainya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pun mewanti-wanti para pengembang hunian bersubsidi agar menjamin kualitas bangunan rumah yang dibangun. Sebab, hal itu merupakan syarat dasar yang harus dipenuhi oleh para pengembang untuk menyediakan hunian layak bagi masyarakat. Basuki menegaskan, rumah subsidi yang dibangun harus memenuhi ketentuan teknis bangunan. Diantaranya persyaratan kelaikan hunian yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan serta memenuhi persyaratan tata bangunan dan lingkungan, yang merupakan syarat dalam mewujudkan perumahan sehat dan berkelanjutan.
Sedangkan BTN, sebagai salah satu bank pelaksana penyalur FLPP menegaskan komitmennya untuk tetap mengembangkan pembiayaan perumahan. Selain itu, BTN juga menegaskan komitmennya dalam membantu masyararakat untuk memiliki rumah. Penegasan itu disampaikan oleh Plt. Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu. Dia memaparkan, KPR subsidi BTN sepanjang 2020 tumbuh sebesar 7,7%.
Di tengah pandemi, perusahaan yang dipimpinnya berhasil mengakadkan KPR subsidi sebanyak 123 ribu unit rumah. Bahkan, ditengah penerapan protokol kesehatan yang ketat, pada periode Desember 2020, BTN mampu membukukan akad kredit sebanyak Rp6 triliun dalam satu bulan. Pada 2020, BTN menyalurkan KPR bersubsidi sebesar Rp120,7 triliun, lebih besar dari penyaluran 2019 yang hanya Rp111,1 triliun.
Agar sektor perumahan bertumbuh dan menjadi pendorong naiknya pertumbuhan industri pendukung dan penyerapan tenaga kerja, BTN pun berharap adanya penambahan kuota KPR subsidi baik melalui skema FLPP, Subsidi Selisih Bunga (SSB), maupun skema Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) menjadi 300 ribu unit. ’’Agar bisa tumbuh lebih cepat lagi,’’harap Nixon.
Direktur Utama Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR Arief Sabaruddin mengungkapkan, hingga 16 Februari 2021, berdasarkan dashboard management control PPDPP, sebanyak 297.868 masyarakat sudah menggunakan aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep). Ada 121.919 calon debitur telah lolos subsidi checking, dan 5.828 calon debitur dalam proses verifikasi bank pelaksana.
Sedangkan realisasi penyaluran FLPP Tahun 2021 hingga 16 Februari 2021 sebanyak 280 unit rumah senilai Rp30,51 miliar atau 0,18% dari target yang ditetapkan oleh pemerintah di tahun 2021. Dengan total penyaluran dana FLPP dari tahun 2010 – 2021 sebanyak 765.135 unit senilai Rp55,628 triliun.
(Baca Juga : 6 Saham Ini Bisa Jadi Pilihan Saat IHSG Diprediksi Meredup )
Keengganan generasi milenial memiliki hunian karena minimnya edukasi mengenai pentingnya memiliki hunian. Termasuk edukasi mengenai bagaimana cara mengajukan dan proses untuk mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) . Selama ini, banyak yang menilai prosedur untuk mendapatkan fasilitas KPR sangat rumit. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kalangan milenial menjadi enggan membeli rumah.
Generasi milenial juga memiliki tren yang berbeda mengenai hunian dibandingkan generasi sebelumnya. Umumnya mereka lebih memilih menyewa dibandingkan membeli. Salah satu alasannya, tinggal di tengah kota lebih menyenangkan karena dekat dengan beragam fasilitas dan tempat kerja. Mereka seolah mengabaikan fakta kenaikan harga properti lebih cepat dari kenaikan penghasilan mereka.
(Baca Juga : Duh, YLKI Sebut Banyak Kemasan Air Minum Belum SNI )
Hal itulah yang kemudian disadari oleh Okta Almira (25), yang memutuskan untuk membeli rumah di kawasan Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. ’’Untuk beli di Jakarta tidak mungkin, karena harga rumah atau apartemen sudah sangat mahal,’’tutur perempuan kelahiran 1996 ini saat ditemui Rabu (17/2/2021). Dengan statusnya yang masih belum menikah, dia sempat tergoda untuk tetap ngekos di ibukota, agar bisa leluasa pergi ke mana saja. Namun, tekadnya untuk memiliki hunian sebagai tempat beristirahat dan tempat membangun kenangan bersama keluarganya kelak semakin membara dan tak terbendung.
Bagi dia, mencari rumah yang bisa dicicil sesuai dengan gaji bulanannya, ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami. ’’Ternyata untuk mendapatkan hunian yang terjangkau cukup susah,’’ungkapnya. Berbekal mencari informasi di laman PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk. (BTN) , dia akhirnya menemukan kawasan yang dinilainya cocok untuk dijadikan tempat tinggal. ’’Memang agak jauh, tetapi ibu saya menyemangati jika tidak segera beli, harga rumah akan terus naik. Malah nanti enggak kebeli,’’tuturnya.
(Baca Juga : Setelah Anjlok Harga Emas Bangkit Lagi, Ini Rinciannya )
Pilihannya jatuh ke perumahan Permata Puri Harmoni 2 yang dikembangkan PT Bangun Cipta Multiguna, salah satu pengembang yang menjadi bagian dari Vista Land Group. Meskipun bukan perumahan mewah, hanya perumahan bersubsidi, namun kawasan ini tertata cukup rapih. Rumah Blok G1 Nomor 6 itu pun terlihat bersih. Kompleks perumahannya juga luas, kualitas bangunan pun juga tak asal-asalan. Row jalan serta saluran drainase yang lebar membuat perumahan di Jl. Raya Tunggilis ini tak tergenang air meskipun hujan deras mengguyur kawasan Cileungsi sejak sepekan terakhir. ’’Nggak pernah banjir, udaranya pun sejuk,’’ungkapnya.
Okta merasa beruntung mendapatkan hunian dengan memanfaatkan KPR Bersubsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari BTN Cabang Cibubur. Dengan harga Rp150 jutaan, cicilan yang dibayarkan hanya Rp900 ribuan per bulan. Dia merasakan banyak kemudahan dari BTN, seperti proses akad kredit yang hanya perlu waktu satu bulan dan langsung serah terima unit. Ini lantaran unit rumah yang dipilih sudah selesai dibangun. ‘’Karena saya masih muda, dan belum menikah, BTN juga memberikan tenor KPR 20 tahun. Down payment-nya Rp20 juta, ada juga yang Rp7 juta sampai Rp15 juta, tergantung unit yang di pilih,’’paparnya.
(Baca Juga : Giliran BRIS Buka Mulut Bantah Soal Endorse Saham Lewat Artis )
Bagi dia, dengan gaji pokok Rp3,6 juta-an sebulan, cicilan sebesar itu dirasa cukup ringan dibandingkan saat dia menyewa sebuah kamar kos di Jakarta. ‘’Saat ngekos bayarnya Rp1,5 juta per bulan, sekarang bayar cicilan hanya Rp900 ribu, dan kelak menjadi rumah milik sendiri. Menurut saya ini alternatif buat yang ngontrak atau ngekos, karena membantu banget. Mending beli karena untuk ngekos Rp17 juta setahun, cicil rumah cuman Rp12 juta-an setahun,’’paparnya.
Meskipun berlokasi jauh dari tempat bekerjanya, namun dia tak terlalu risau dengan jarak dan waktu tempuh. Mengingat kawasan Cileungsi kini juga dikelilingi oleh kawasan perumahan yang dikembangkan oleh pengembang-pengembang besar. Otomatis Okta pun merasa dapat memanfaatkan fasilitas umum yang dihadirkan oleh pengembang –pengembang tersebut.
Rencana akses Tol Cimanggis - Cibitung dengan pintu tol terdekat di Kota Wisata dan Narogong membuat kawasan ini mudah diakses. Selain dari Cibubur, perumahan bersubsidi itu juga bisa diakses melalui tol Jakarta Lingkar Luar dan bisa diakses dari Bekasi, Depok, dan Jakarta. Selain kendaraan pribadi, jalur menuju perumahan dilewati oleh beberapa pilihan angkutan umum dari arah Bekasi, Jakarta, dan Bogor.
Masa pandemi Covid-19 membuat Okta lebih banyak bekerja dari rumah. Sempat kehilangan pekerjaan di awal pandemi membuat dia bersyukur karena masih bisa membayar cicilan dari tabungannya. ’’Saya sempat dipecat dari pekerjaan, lalu mengajukan restrukturisasi selama 7 bulan ke BTN. Alhamdulillah disetujui, sekarang saya sudah bekerja lagi,’’ungkapnya.
Tak ada rasa penyesalan karena memilih membeli hunian yang jauh dari tempatnya bekerja. Bagi dia, saat sudah berkeluarga dan memiliki anak kelak, tentu dirinya butuh tempat yang nyaman. Dia sadar harga rumah akan terus naik setiap tahunnya. ’’Kalau ditunda terus, sampai kapan pun tidak akan terbeli. Daripada buat bayar sewa kontrakan, mending buat bayar cicilan rumah,"ujarnya. Di rumah tipe 60/22 yang masih memiliki lahan cukup untuk dikembangkan itu, kini Okta hidup sendirian. Ibunya yang sebelumnya menemaninya meninggal tahun lalu karena sakit. ’’Beruntung saya ikuti nasihat ibu yang selalu memberikan support di saat senang maupun susah,’’paparnya.
Rumah Sederhana Pasar yang Paling Besar
Diantara beragam jenis hunian, rumah sederhana, khususnya rumah sederhana bersubsidi memiliki pasar yang paling besar. ’’Segmen ini memang yang paling besar, karena terjangkau oleh masyarakat kita,’’ungkap Ketua Umum The HUD Institute Zulfi Syarif Koto. Di masa pandemi seperti saat ini, untuk memiliki hunian, masyarakat sudah tentu menyesuaikan dengan penghasilan yang masih dimiliki.
’’Untuk membeli rumah menengah tentunya terkendala dengan kemampuan untuk membayar cicilan. Sehingga arahnya ya memilih ke rumah sederhana, yang subsidi ataupun bukan subsidi,’’ujarnya. Menurut Zulfi, tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana memperkuat daya beli dan daya cicil masyarakat untuk mendapatkan hunian yang layak, terutama untuk segmen menengah. ’’Untuk segmen rumah sederhana, tahun ini tetap berjalan dan tumbuh,’’bebernya. Bahkan, Zulfi meyakini dengan adanya program satu juta rumah yang dicanangkan presiden Joko Widodo, industri properti tahun ini akan bertumbuh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
’’Jika ekonomi kita diproyeksikan bertumbuh 3% hingga 5% tahun ini, industri properti bisa lebih besar dari itu,’’katanya. Keyakinan itu didasarkan masih terus dibangunnya rumah-rumah bersubsidi di berbagai daerah. Dengan masih adanya pembangunan, maka industri pendukungnya ikut bertumbuh. Seperti industri konstruksi, bahan bangunan, furnitur, elektronik dan lainnya. ‘’Orang menghuni rumah kan perlu meja,kursi, televisi, lampu dan sebagainya,’’ungkapnya.
Ditambah lagi, anggaran subsidi FLPP tahun ini cukup besar, mencapai Rp 19,1 triliun, sedangkan harga rumah subsidi tidak naik. ’’Otomatis pembangunan akan semakin masif, karena ditengah pandemi Covid-19 harga rumah masih terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah,’’tutur Zulfi yang mengaku baru sembuh dari paparan virus Covid-19 ini.
Pemerintah telah menetapkan batasan harga jual rumah bersubsidi yang dibagi dalam lima wilayah. Diantaranya Jawa (kecuali Jabodetek) dan Sumatra (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Kepulauan Mentawai) dengan harga Rp 150,5 juta. Kemudian Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepualaun Anambas) dengan harga Rp 156,5 juta. Sedangkan Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) harga rumah subsidi ditetapkan Rp 164,5 juta. Untuk Maluku, Maluku Utara, Bali, dan Nusa Tenggara, Jabodetabek, Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Mahakam Ulu, ditetapkan Rp 168juta, serta Papua dan Papua Barat Rp219 juta.
Tahun ini, sudah ada 38 bank yang menjadi pelaksana penyalur KPR FLPP, salah satunya BTN. Zulfi menilai, peran BTN dalam penyaluran FLPP perlu ditingkatkan dengan menambah anggaran FLPP yang disalurkan melalui bank ini. ’’BTN itu paling kuat di segmen KPR, sudah berpengalaman sejak 1976, sudah 45 tahun. Jaringannya pun hingga pelosok, sehingga sudah selayaknya mendapatkan anggaran yang disalurkan lebih besar lagi,’’urainya.
Zulfi menilai, sebagai bank yang memiliki kekuatan lebih dibandingkan dengan bank penyalur lainnya, BTN memiliki kans untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas lagi, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah di daerah-daerah. ’’Sejauh ini keterlibatan BTN sudah mampu menggerakan perekonomian khususnya industri properti untuk tetap tumbuh meskipun masih menghadapi tantangan pandemi Covid-19,’’katanya.
Ketua Umum DPP Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya, Andre Bangsawan menilai, lancarnya penyaluran KPR FLPP yang dilakukan oleh BTN membuat para pengembang rumah sederhana bersubsidi di daerah terus beraktivitas meskipun masih dalam suasana pandemi Covid-19. ’’Anggota kami di daerah-daerah masih terus melakukan pembangunan. Sehingga industri properti kita bisa dikatakan masih terus bertumbuh,’’ungkapnya.
Andre berharap, tahun ini, BTN terus memperkuat sinergi dengan para pengembang rumah bersubsidi agar cita-cita besar program satu juta rumah bisa terwujud. ’’Selama ini sinergi sudah terjalin baik, sehingga anggota kami bisa menghadirkan hunian berkualitas. Dimasa pandemi ini kami harapkan terus diperkuat sehingga roda perekonomian khususnya industri properti terus tumbuh,’’urainya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pun mewanti-wanti para pengembang hunian bersubsidi agar menjamin kualitas bangunan rumah yang dibangun. Sebab, hal itu merupakan syarat dasar yang harus dipenuhi oleh para pengembang untuk menyediakan hunian layak bagi masyarakat. Basuki menegaskan, rumah subsidi yang dibangun harus memenuhi ketentuan teknis bangunan. Diantaranya persyaratan kelaikan hunian yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan serta memenuhi persyaratan tata bangunan dan lingkungan, yang merupakan syarat dalam mewujudkan perumahan sehat dan berkelanjutan.
Sedangkan BTN, sebagai salah satu bank pelaksana penyalur FLPP menegaskan komitmennya untuk tetap mengembangkan pembiayaan perumahan. Selain itu, BTN juga menegaskan komitmennya dalam membantu masyararakat untuk memiliki rumah. Penegasan itu disampaikan oleh Plt. Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu. Dia memaparkan, KPR subsidi BTN sepanjang 2020 tumbuh sebesar 7,7%.
Di tengah pandemi, perusahaan yang dipimpinnya berhasil mengakadkan KPR subsidi sebanyak 123 ribu unit rumah. Bahkan, ditengah penerapan protokol kesehatan yang ketat, pada periode Desember 2020, BTN mampu membukukan akad kredit sebanyak Rp6 triliun dalam satu bulan. Pada 2020, BTN menyalurkan KPR bersubsidi sebesar Rp120,7 triliun, lebih besar dari penyaluran 2019 yang hanya Rp111,1 triliun.
Agar sektor perumahan bertumbuh dan menjadi pendorong naiknya pertumbuhan industri pendukung dan penyerapan tenaga kerja, BTN pun berharap adanya penambahan kuota KPR subsidi baik melalui skema FLPP, Subsidi Selisih Bunga (SSB), maupun skema Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) menjadi 300 ribu unit. ’’Agar bisa tumbuh lebih cepat lagi,’’harap Nixon.
Direktur Utama Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR Arief Sabaruddin mengungkapkan, hingga 16 Februari 2021, berdasarkan dashboard management control PPDPP, sebanyak 297.868 masyarakat sudah menggunakan aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep). Ada 121.919 calon debitur telah lolos subsidi checking, dan 5.828 calon debitur dalam proses verifikasi bank pelaksana.
Sedangkan realisasi penyaluran FLPP Tahun 2021 hingga 16 Februari 2021 sebanyak 280 unit rumah senilai Rp30,51 miliar atau 0,18% dari target yang ditetapkan oleh pemerintah di tahun 2021. Dengan total penyaluran dana FLPP dari tahun 2010 – 2021 sebanyak 765.135 unit senilai Rp55,628 triliun.
(ton)