Perlu Dukungan Ketersediaan Sinyal Agar UKM Terus Bertumbuh

Jum'at, 26 Februari 2021 - 23:26 WIB
loading...
Perlu Dukungan Ketersediaan Sinyal Agar UKM  Terus Bertumbuh
Hazmy Apriana mencoba akses jaringan seluler yang tahun ini direncanakan akan dinikmati masyarakat tanpa batas. Foto/Anton C
A A A
Infrastruktur menjadi salah satu kunci agar iklim usaha bisa berkesinambungan. Tak terkecuali infrastruktur telekomunikasi. Infrastruktur telekomunikasi tak hanya dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan, tetapi hingga ke penjuru negeri.

Cuaca yang tak menentu yang menyebabkan bencana alam seperti banjir dan longsor memberikan pengaruh kurang menguntungkan kepada para pelaku Usaha Kecil Menegah (UKM) , khususnya di daerah. Hal itu pula yang dialami Hazmy Apriana (27) yang memulai usaha sebagai pemasok barang konsumer dan telur ayam. Jika hujan turun deras, dia harus menaklukkan jalanan di Desa Baregbeg, Babakan, Kabupaten Ciamis, yang penuh lumpur dan genangan. Tak jarang mobil boks bernopol Z 8978 WK yang dikemudikannya harus terperosok ke lubang menganga di jalan yang aspalnya mulai mengelupas.

(Baca Juga : Saham Perbankan Saling Tarik-menarik, IHSG Masuk ke Zona Merah )

Tak hanya sampai disitu, saat hujan melanda, sinyal seluler pun langsung hilang. Padahal, jarak desa ini hanya 15 kilometer dari pusat kota. ’’Kalau kondisi normal sinyal timbul tenggelam, tetapi kalau hujan, sinyal langsung hilang,’’ungkapnya kepada SINDOnews, akhir pekan lalu.

Meskipun infrastruktur listrik bisa dinikmati selama 24 jam tanpa kendala, tak demikian dengan sinyal seluler . Untuk menikmati kualitas video dan suara yang jernih, dia harus mendekat ke arah kota. ’’Jadi sering terkendala saat menghubungi pelanggan ataupun pemasok makanan untuk ayam petelur,’’ujar pria yang meneruskan bisnis keluarganya dengan membawa bendera Dewi Asih itu. Dengan memiliki 10 ribu ekor ayam petelur, Hazmy mempekerjakan 5 orang karyawan yang bertugas untuk membersihkan kandang dan mengangkut telur ke pemesan.

Sebagai seorang yang masuk kategori kelompok milenial, Hazmy memiliki keinginan untuk bisa leluasa berinteraksi dengan dunia yang luas tanpa batas. Sehingga dirinya bisa memperluas jaringan bisnisnya, termasuk mencari peluang-peluang baru yang bisa membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitarnya.

’’Tetapi kendalanya, kualitas jaringan seluler. Jangankan mengakses media sosial, untuk menelpon saja terkadang harus mencari spot yang pas,’’katanya. Kualitas jaringan seluler yang masih kurang baik tersebut terkadang membuatnya harus mendapatkan protes dari para pelanggannya. ’’Tak jarang pelanggan membatalkan pesanan telur karena saat menelpon tidak nyambung,’’ungkapnya.

Senada dengan Hazmy, Tony Ahmad Patoni (39) merasakan hal yang sama. Sebagai karyawan yang bertugas mengantarkan pesanan telur kepada pelanggan, terkadang dia harus merasakan sulitnya melakukan komunikasi dengan pelanggan maupun dengan majikannya. ”Komunikasi baru lancar jika sudah dekat ke pusat kota,’’sebutnya. Tak hanya soal pekerjaan, Tony pun harus bekerja ekstra keras untuk membantu anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar agar bisa melakukan pembelajaran daring secara lancar. ’’Sinyal bukannya tidak ada, tapi kualitasnya kurang bagus, putus nyambung. Jadi harus ke kota untuk mendapatkan sinyal,’’tuturnya.

(Baca Juga : Hati-Hati Fenomena Pom-Pom Saham dan FOMO di Kalangan Investor Pemula )

Apa yang dialami Hazmy dan Tony tersebut memang masih menjadi salah satu pekerjaan rumah yang akan diselesaikan oleh pemerintah dan para stakeholder di sektor telekomunikasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat, jumlah desa atau kelurahan yang masih belum terakses oleh internet mencapai 12.548 desa dan kelurahan. Wilayah yang berada di Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) sebanyak 9.113 desa dan kelurahan, sedangkan yang non-3T ada 3.435 desa dan kelurahan. Tahun ini, Kementerian Kominfo berencana membangun 4.200 Base Transceiver Station (BTS).

Sedangkan pembangunan infrastruktur di daerah 3 T akan dilakukan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo. Untuk wilayah non-3T dilakukan oleh stakeholder lainnya, operator seluler, maupun perusahaan penyedia menara seluler. Bahkan, pemerintah bakal meluncurkan satelit multifungsi sekitar tahun 2023 nanti sehingga daerah tertinggal dan terpencil pun yang enggak ada jaringan kabel atau terrestrial itu bisa menikmati jaringan pita lebar (broadband).

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dalam Peluncuran Program Konektivitas Digital Indonesia 2021, Jumat (26/2/2021) menegaskan, Kementerian Kominfo akan menggelontorkan anggaran Rp28,3 triliun untuk program transformasi digital. Pemerataan dan percepatan digitalisasi yang menjangkau seluruh pelosok negeri menjadi target di periode kedua pemerintahan presiden Joko Widodo.

(Baca Juga : 4.000 Menara Indosat Bakal Dijual, Masuk Tahap Awal Penjajakan )

Anggaran tersebut akan digunakan untuk pembangunan menara BTS di 4.200 desa/kelurahan pada tahun ini, serta 3.704 desa/kelurahan pada 2022 untuk melengkapi seluruh desa dan kelurahan wilayah 3T dengan sinyal internet 4G. Program Kementerian Kominfo itu tidak hanya untuk mendukung transformasi digital, tetapi juga sebagai penunjang dalam pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19. “Program-program ini juga menjadi akselerator bagi transformasi dan reaktivator untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19,” kata Johnny.

Menteri Kominfo juga menegaskan, pembangunan infrastruktur telekomunikasi itu juga tidak hanya dalam rangka menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi juga dalam rangka mendukung percepatan pelayanan pendidikan, kesehatan, mendukung sinergi budaya nusantara. ’’Juga untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang besar,” tegasnya.

Perlu Melibatkan Pihak Swasta

Direktur Eksekutif Information and Communication Technology Institute (ICT Institute) Heru Sutadi mengatakan, meskipun infrastruktur Palapa Ring sudah dikembangkan, namun di beberapa wilayah masyarakat masih terkendala mengakses jaringan internet. Hal ini terjadi karena belum dibangun backhaul dan akses dari Palapa Ring ke area penduduk. Padahal, dengan adanya backhaul penyedia layanan internet akan lebih cepat melakukan adopsi infrastruktur. ’’Masih ada kendala di infrastruktur backhaul- nya, sehingga masih ada daerah yang belum bisa menikmati jaringan maupun akses internet secara maksimal,’’tegasnya Jumat (26/2/2020).

Dia menilai, pengembangan jaringan, termasuk jaringan 5G harus didukung oleh infrastruktur yang solid. Terutama ketersediaan menara telekomunikasi atau BTS dengan jumlah yang banyak. Karena jangkauan wilayahnya terbatas, maka yang dibutuhkan bukan hanya menara makrosel, tetapi juga menara mikrosel dan pikosel. Dengan baiknya kualitas jaringan, maka akan tercipta pusat-pusat ekonomi baru. Juga akan mengakselerasi UKM yang sudah ada untuk memanfaatkan secara maksimal akses digital. Sehingga UKM di daerah tak lagi terhambat oleh sinyal seluler maupun akses internet, dan bisa melakukan perluasan pasar. ’’Apabila anggaran pemerintah terbatas, tentu bisa melibatkan stakeholder lain. Seperti operator seluler maupun perusahaan penyedia menara telekomunikasi,’’ujarnya.

Salah satu perusahaan jasa pendukung telekomunikasi termasuk penyewaan dan pemeliharaan BTS yang siap mendukung upaya pemerintah dalam menghadirkan merdeka sinyal bagi masyarakat Indonesia yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG). Perusahaan ini agresif membangun tower seluler sesuai pesanan dari operator hingga ke daerah 3 T.

Bahkan, perusahaan tersebut melalui anak usahanya yakni PT Tower Bersama (TB) merencanakan untuk membeli 3.000 menara telekomunikasi. Mengutip keterbukaan informasi yang disampaikan manajemen TBIG, perjanjian jual beli telah dilakukan pada akhir 2020 lalu. Dalam paparan publik virtual beberapa waktu lalu Direktur Keuangan TBIG Helmy Yusman Santoso mengungkapkan, hingga akhir semester I 2020, TBIG memiliki 15.893 site telekomunikasi. Terdiri dari 15.772 menara telekomunikasi dan 121 jaringan DAS (Distributed Antenna System).

Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 30.918, rasio kolokasi (tenancy ratio) perusahaan infrastruktur ini menjadi 1,96, naik dari 1,85 di akhir 2019. Dukungan untuk menghadirkan merdeka sinyal terus dilakukan perusahaan ini meski masih dalam suasana pandemi. Bahkan, selama pandemi Covid-19, TBIG terus membantu pelanggan telekomunikasi dalam memperluas jaringan mereka. Saat ini, penyebaran jaringan tower TBIG berada di Jawa dan Bali (57%). Kemudian Sumatera (27%), Kalimantan (7%), dan Indonesia Timur (9%).

Selain menghadirkan merdeka sinyal, TBIG juga memiliki komitmen mendukung dan mengakselerasi ekonomi digital Indonesia melalui infrastruktur information communication and technology (ICT). Salah satunya yakni mengembangkan kota cerdas (smart city) dengan menggandeng pemerintah daerah. Teknologi digital yang akan diaplikasikan di smart city ini yakni smart governance, smart people, smart living, smart mobility, smart economy, dan smart environment.
(ton)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3818 seconds (0.1#10.140)