Alasan di Balik Perekrutan 2.500 Pekerja China di Proyek Smelter

Sabtu, 06 Maret 2021 - 10:25 WIB
loading...
Alasan di Balik Perekrutan 2.500 Pekerja China di Proyek Smelter
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat akan ada 2.500 tenaga kerja asing (TKA) yang diserap oleh PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Jumlah TKA itu berasal dari China yang akan direkrut hingga akhir 2021 mendatang.

Secara agregat, IWIP menargetkan total penyerapan tenaga kerja (TK) mencapai 25.000 orang hingga akhir tahun ini. Dari jumlah itu, 22.5000 diantaranya adalah tenaga kerja lokal yang direkrut dari Kabupaten/Kota di Maluku Utara (Malut), khususnya Halmahera Tengah dan Timur. Rencananya, TK tersebut akan dipekerjakan di pabrik pengolahan bijih mineral (smelter) yang tengah digodok IWIP.

"Artinya semua Kabupaten/Kota yang ada di Maluku Utara, namun demikian ada beberapa, khususnya, untuk tingkat tertentu kita buka khusus untuk (TK) asal Halmahera Tengah dan Halmahera Timur," ujar GM External Relations IWIP Wahyu Budi Santoso saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Sabtu (6/2/2021).



Khusus TKA, manajemen perusahaan patungan dari tiga investor China, Tsingshan, Huayou, dan Zhenshi, mencatat smelter sebagai fasilitas pengolahan hasil tambang dan proyek infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di kawasan Industri Teluk Weda Bay, Halmahera Tengah itu perlu didukung dengan sumber daya yang mumpuni.

Sumber daya yang dimaksud berupa teknologi terbaru, keahlian khusus atau sumber daya manusia (SDM), serta peralatan operasional lainnya. Sementara di sisi investasi, proyek yang menjadi kebanggan pemerintah pusat itu, secara mayoritas berasal dari investor China. Dimana, langkah itu justru minim dilakukan investor dalam negeri.

Faktor itu menjadi pertimbangan IWIP untuk menarik tenaga kerja asing ke Indonesia. Wahyu menjelaskan, TKA yang nantinya memimpin tim dari Indonesia dan ditugaskan di sektor konstruksi pengembangan Smelter dan PLTU. Bahkan, manajemen meyakini tanpa TKA, maka proyek akan terhambat.

"Baik peralatan, tenaga kerja ahlinya untuk memasang dan melakukan operasi awal ini, ya diperlukan tenaga kerja seperti itu. Contohnya adalah, terutama tenaga-tenaga yang memimpin tim, artinya memberikan supervisi kepada tenaga kerja Indonesia yang membantu. Kalau nggak ada mereka juga progres kita akan terhambat," katanya.

IWIP memang butuh banyak tenaga kerja asing untuk penggarapan smelter. Kebutuhan itu didasari pada besaran nilai investasi, produk yang dihasilkan, serta lini produksi yang dibangun. Dalam catatan BKPM, nilai investasi smelter tahap pertama mencapai USD5 miliar atau setara dengan Rp70,3 triliun (kurs 14.066 per dolar AS).



Untuk lini produksi, Wahyu memperkirakan akan ada 24 lini produksi yang dibangun pada tahap awal. Pihaknya juga akan menambah 24 lini produksi baru yang diperkirakan dibangun pada tahun-tahun berikut. Dengan begitu, secara general akan ada 44 lini yang dibangun IWIP.

"Setelah itu, pabrik jadi mereka akan jadi operatornya karena smelter ini kan bekerja 24 jam, 7 hari dalam seminggu, 30 hari dalam sebulan. Jadi nggak bisa berhenti, kalau sudah panas harus jalan terus. Oleh karena itu serapan tenaga kerjanya kan lumayan banyak," tutur dia.

Perusahaan yang bergerak di industri terpadu pengolahan logam berat ini telah menyerap kurang lebih 2.000 TKA. Bahkan, saat ini manajemen sedang melakukan penyerapan TKA untuk mengejar pembangunan smelter. Wahyu mengakui, pihaknya terus melakukan pendataan dan rekrutmen secara perlahan.

Untuk tenaga kerja Indonesia, perusahaan sudah mempekerjakan kurang lebih 12.000-13.000 TKI. Jumlah ini tersebar di sejumlah proyek konstruksi yang digarap secara langsung oleh IWIP dan mitra atau tenant (penyewa) pemurnian bijih nikel.

Dari jumlah tenaga kerja yang sudah dipekerjakan saat ini, manajemen perusahaan optimis hingga Desember 2021 mendatang, jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan akan terpenuhi.

"Sebenarnya kalau kita menghitung di sub kontraktor yang ada di tambang, sub kontraktor yang ada di perusahaan-perusahaan konstruksi, hari ini sudah 5.000 atau mungkin lebih dari 6.000 (TKI), mungkin. Karena kami, terus terang, tidak mendata dari sub kontraktor, tapi saya rasa yang di tambang saja ada 3.000 dan di konstruksi ada 5.000 atau 4.000. Jadi, jumlahnya sangat luar biasa besar," paparnya.



Sementara Ihwal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan TKA, Wahyu meyakinkan bahwa pihaknya akan mengindahkan aturan tersebut. Skema yang ditetapkan manajemen adalah 1 banding 10 untuk rasio dari jumlah tenaga kerja.

"Tentu saja kita selalu mengindahkan aturan-aturan di Indonesia yang mengatakan nanti pada saat operasi produksi itu rasio tenaga kerja Indonesia dan TKA itu adalah 1 banding 10. 1 TKA dan 10 untuk TKI. Namun demikian untuk industri kami yaitu industri smelter untuk mencapai 1 banding 10 itu mungkin kita butuh waktu. Artinya, untuk memberikan pelajaran atau transfer teknologi tadi kita mungkin butuh waktu 3-4 tahun," tutur dia.

Saat ini, manajemen sudah menlatih 3.000 tenaga kerja lokal untuk posisi tukang las dengan berbagai macam tingkatan, juga ada sekitar 3.500-4.000 di bidang operator dengan berbagai macam klasifikasi.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1243 seconds (0.1#10.140)