IATMI Rekomendasikan Keterbukaan Data Efisiensi dan Strategi Pembiayaan Proyek
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) merekomendasikan keterbukaan data terkait efisiensi dan strategi pembiayaan proyek hulu minyak dan gas (migas) antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).
Hal ini dipercaya dapat mendorong perubahan strategi pengelolaan dan alih tukar praktik terbaik antar-KKKS, sehingga mendukung target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030 yang dicanangkan pemerintah.
"IATMI juga memberikan beberapa rekomendasi yang menyoroti perlunya akselerasi proses persetujuan izin pengembangan lapangan (Plan of Development/PoD) migas, terutama bagi lapangan-lapangan tua di Indonesia," kata Ketua Umum IATMI John Hisar Simamora di Jakarta, Rabu (14/4/2021).
IATMI juga merekomendasikan perlunya revisi terkait penyederhaan aturan dalam pedoman tata kerja (PTK). Rekomendasi IATMI tersebut berdasarkan hasil konferensi internasional bertajuk "Bending the Production Curve and Transitioning to New Energy Landscape" akhir pekan lalu.
Konferensi yang membahas beragam topik migas tersebut dihadiri 600 peserta, dari hampir seluruh pemangku kepentingan sektor migas mulai dari unsur pemerintah, KKKS, lembaga kajian, akademisi serta asosiasi keprofesian migas. Konferensi juga diikuti sejumlah diaspora profesional migas Indonesia di Malaysia, Kuwait, Qatar, Rusia, Norwegia, Inggris, Australia dan beberapa negara lainnya.
Target produksi migas nasional pada 2030 yang didasarkan pada masukan rencana jangka panjang dari setiap KKKS di Indonesia tersebut, kata dia, memang memiliki tantangan teknik dan non-teknis.
"Oleh karena itu, selain dengan menemukan sumber daya dan mengembangkannya secara optimal dengan biaya yang efisien, dukungan pemerintah dalam bentuk insentif baik fiskal maupun non-fiskal menjadi sangat penting," katanya.
Selain itu, penerapan teknologi untuk mendongkrak tingkat pengurasan lapangan seperti injeksi air, Enhanced Oil Recovery (EOR) dan stimulasi produksi serta pengembangan sumber migas non-konvensional (MNK) juga dinilai dapat membantu upaya peningkatan produksi.
John mengatakan, jika melihat kondisi sektor migas Indonesia saat ini, dimana produksi migas banyak disokong oleh lapangan-lapangan tua, maka penerapan teknologi tepat guna akan memegang peranan kunci.
"IATMI juga menyoroti aspek efisiensi biaya, baik dari sisi biaya operasi untuk mempertahankan bisnis dan biaya pengembangan proyek untuk dapat meningkatkan produksi," kata kata John yang juga Direktur Strategic Planning & Business Development, Pertamina Subholding Upstream.
Hal ini dipercaya dapat mendorong perubahan strategi pengelolaan dan alih tukar praktik terbaik antar-KKKS, sehingga mendukung target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030 yang dicanangkan pemerintah.
"IATMI juga memberikan beberapa rekomendasi yang menyoroti perlunya akselerasi proses persetujuan izin pengembangan lapangan (Plan of Development/PoD) migas, terutama bagi lapangan-lapangan tua di Indonesia," kata Ketua Umum IATMI John Hisar Simamora di Jakarta, Rabu (14/4/2021).
IATMI juga merekomendasikan perlunya revisi terkait penyederhaan aturan dalam pedoman tata kerja (PTK). Rekomendasi IATMI tersebut berdasarkan hasil konferensi internasional bertajuk "Bending the Production Curve and Transitioning to New Energy Landscape" akhir pekan lalu.
Konferensi yang membahas beragam topik migas tersebut dihadiri 600 peserta, dari hampir seluruh pemangku kepentingan sektor migas mulai dari unsur pemerintah, KKKS, lembaga kajian, akademisi serta asosiasi keprofesian migas. Konferensi juga diikuti sejumlah diaspora profesional migas Indonesia di Malaysia, Kuwait, Qatar, Rusia, Norwegia, Inggris, Australia dan beberapa negara lainnya.
Target produksi migas nasional pada 2030 yang didasarkan pada masukan rencana jangka panjang dari setiap KKKS di Indonesia tersebut, kata dia, memang memiliki tantangan teknik dan non-teknis.
"Oleh karena itu, selain dengan menemukan sumber daya dan mengembangkannya secara optimal dengan biaya yang efisien, dukungan pemerintah dalam bentuk insentif baik fiskal maupun non-fiskal menjadi sangat penting," katanya.
Selain itu, penerapan teknologi untuk mendongkrak tingkat pengurasan lapangan seperti injeksi air, Enhanced Oil Recovery (EOR) dan stimulasi produksi serta pengembangan sumber migas non-konvensional (MNK) juga dinilai dapat membantu upaya peningkatan produksi.
John mengatakan, jika melihat kondisi sektor migas Indonesia saat ini, dimana produksi migas banyak disokong oleh lapangan-lapangan tua, maka penerapan teknologi tepat guna akan memegang peranan kunci.
"IATMI juga menyoroti aspek efisiensi biaya, baik dari sisi biaya operasi untuk mempertahankan bisnis dan biaya pengembangan proyek untuk dapat meningkatkan produksi," kata kata John yang juga Direktur Strategic Planning & Business Development, Pertamina Subholding Upstream.