Banyak Aksi Korporasi, Saham Saratoga Diramal Bakal Melesat
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Saratoga Investama Tbk (SRTG) terlihat agresif menjalankan sejumlah aksi korporasi. Setelah berniat melakukan buyback saham senilai Rp150 miliar dan melakukan stock split saham, dengan rasio pemecahan saham 1 banding 5 (1:5), Saratoga kembali meningkatkan kepemilikan sahamnya sebanyak 4,34% di PT Mitra Pinastika Mustika Tbk (MPMX).
Buyback saham Saratoga dilakukan sebanyak-banyaknya 0,92% saham dari modal disetor atau maksimum hingga 25 juta lembar saham akan dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan RUPSLB pada 28 April 2021 sampai RUPS selanjutnya yang akan diadakan paling lambat pada 30 Juni 2022.
Saratoga menyatakan bahwa pembelian saham maksimal sebanyak 0,92% dilakukan seiring dengan keyakinan bahwa harga saham belum mencerminkan kinerja yang sesungguhnya. ( Baca juga:Aset Negara yang Disita dari Trah Cendana Bakal Dikelola Pemerintah )
Berbagai aksi korporasi ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk terus mendorong pertumbuhan bisnis perusahaan investasinya. Apalagi di tengah pandemi banyak peluang yang masih dapat dioptimalkan oleh Saratoga. Strategi Saratoga fokus berinvestasi pada perusahaan early-stage, growth-stage dan special situation opportunities.
Dalam pandangan Fendi Susiyanto, analis pasar modal dari Finvesol Consulting, berbagai aksi korporasi yang dilakukan Saratoga berpotensi besar menciptakan nilai tambah (creating value added) dan menjadikan prospek investasi di saham ini akan semakin menarik. Apalagi secara fundamental harga saham berkode SRTG ini masih tergolong undervalued atau di bawah harga wajarnya.
Strategi Saratoga yang fokus pada perusahaan yang sedang bertumbuh (growth-stage) atau mengawali pertumbuhan (early stage) pada tiga sektor utama yang prospektif dengan target Internal rate of return (IRR) diatas 20% per tahun, dinilai Fendi, merupakan strategi yang baik untuk meningkatkan nilai perusahaan secara cepat dan sustain.
"Recovery ekonomi pasca-pandemi akan memberikan momentum penguatan bisnis lebih cepat pada perusahaan-perusahaan investasi Saratoga," jelas Fendi, dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (16/4/2021).
Berkat diversifikasi investasi di tiga sektor strategis tersebut, meski tahun lalu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi, bahkan resesi, Saratoga justru meraih kenaikan laba bersih sebesar 20% menjadi Rp8,82 triliun. Nilai aset bersih (net asset value/NAV) perseroan di akhir tahun lalu melesat 39% hingga senilai Rp 31,70 triliun.
Fendi menilai sebagai perusahaan investasi Saratoga memiliki portofolio investasi yang dominan di segmen pasarnya. Misalnya PT Adaro Energi Tbk. (ADRO) dan PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk. (TBIG) yang sudah memasuki perusahaan matang. Saratoga juga memiliki investasi di perusahaan yang masih dalam fase pertumbuhan, seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. (MPMX).
Sepanjang tahun 2020 nilai investasi Saratoga di MDKA naik 120% menjadi Rp10,18 triliun dan nilai investasi di TBIG tumbuh 56% menjadi Rp12,64 triliun.
Tahun lalu Saratoga juga berhasil membukukan pendapatan dividen sebesar Rp750 milliar, yang sebagian besar dikontribusikan oleh ADRO sebesar Rp215 miliar, TBIG Rp214 miliar, MPMX sebesar Rp210 miliar dan PT Provident Agro Tbk. (PALM) sebesar Rp105 miliar.
Direktur Investasi Saratoga Devin Wirawan menjelaskan, selama pandemi sejumlah perusahaan portofolio Saratoga menemukan momentum pertumbuhan bisnisnya. Ia menyebut kinerja MDKA terus menguat berkat kenaikan harga komoditas emas dan tembaga yang sangat tinggi di tahun 2020.
Selain itu, kata Devin, migrasi masyarakat yang semakin cepat ke ekosistem digital telah memberikan peluang yang semakin besar kepada TBIG sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi.
Di sektor konsumer, Saratoga berinvestasi di PT Famon Awal Bros Sedaya (Primaya Hospital). Grup Primaya Hospital ini terus memperluas jaringannya untuk mendukung upaya pemerintah memberikan fasilitas kesehatan terbaik dan terjangkau, termasuk dalam penanggulangan Covid-19.
Menurut Fendi, secara teknikal saham SRTG sedang berkonsolidasi dalam pola symmetrical triangle, pasca-kenaikan yang signifikan dari harga sebelumnya Rp3.500 ke harga Rp6.250. Pola konsolidasi yang sedang terjadi dengan trend penguatan besar yang terlihat dari tiga garis moving average periode jangka pendek hingga panjang yang uptrend, menunjukkan ada peluang besar harga naik hingga mencapai level Rp8.700 hingga Rp9.600 sebagai target harga penguatan secara teknikal.
Fendi menambahkan, secara fundamental, SRTG yang memiliki NAV sekitar Rp32,6 trilliun, dengan metode valuasi diskon holding sebesar 25%, maka nilai wajar SRTG sebesar Rp24,45 triliun. ( Baca juga:Lagi Uji Coba, Pengguna Instagram Nantinya Bisa Pilih Sembunyikan Like )
Jika dibandingkan dengan market capitalization SRTG saat ini sebesar Rp15,73 triliun (di harga saham Rp5.800), maka harga saham SRTG masih mencerminkan potensi kenaikan sebesar 55,4% ke harga wajarnya untuk mencapai intrinsic value sebesar Rp9.015 per saham.
“Secara umum, harga saham SRTG undervalued dan sangat atraktif untuk tujuan trading maupun investasi jangka panjang. Rencana buyback menunjukkan keyakinan manajemen SRTG untuk melakukan reinvestasi pada dirinya sendiri karena dipandang masih undervalued, dan stock split juga akan membuat secara psikologis saham SRTG menarik bagi trader maupun investor karena harga saham akan dipecah menjadi lebih kecil nominalnya sehingga lebih likuid,“ tambah Fendi.
Buyback saham Saratoga dilakukan sebanyak-banyaknya 0,92% saham dari modal disetor atau maksimum hingga 25 juta lembar saham akan dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan RUPSLB pada 28 April 2021 sampai RUPS selanjutnya yang akan diadakan paling lambat pada 30 Juni 2022.
Saratoga menyatakan bahwa pembelian saham maksimal sebanyak 0,92% dilakukan seiring dengan keyakinan bahwa harga saham belum mencerminkan kinerja yang sesungguhnya. ( Baca juga:Aset Negara yang Disita dari Trah Cendana Bakal Dikelola Pemerintah )
Berbagai aksi korporasi ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk terus mendorong pertumbuhan bisnis perusahaan investasinya. Apalagi di tengah pandemi banyak peluang yang masih dapat dioptimalkan oleh Saratoga. Strategi Saratoga fokus berinvestasi pada perusahaan early-stage, growth-stage dan special situation opportunities.
Dalam pandangan Fendi Susiyanto, analis pasar modal dari Finvesol Consulting, berbagai aksi korporasi yang dilakukan Saratoga berpotensi besar menciptakan nilai tambah (creating value added) dan menjadikan prospek investasi di saham ini akan semakin menarik. Apalagi secara fundamental harga saham berkode SRTG ini masih tergolong undervalued atau di bawah harga wajarnya.
Strategi Saratoga yang fokus pada perusahaan yang sedang bertumbuh (growth-stage) atau mengawali pertumbuhan (early stage) pada tiga sektor utama yang prospektif dengan target Internal rate of return (IRR) diatas 20% per tahun, dinilai Fendi, merupakan strategi yang baik untuk meningkatkan nilai perusahaan secara cepat dan sustain.
"Recovery ekonomi pasca-pandemi akan memberikan momentum penguatan bisnis lebih cepat pada perusahaan-perusahaan investasi Saratoga," jelas Fendi, dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (16/4/2021).
Berkat diversifikasi investasi di tiga sektor strategis tersebut, meski tahun lalu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi, bahkan resesi, Saratoga justru meraih kenaikan laba bersih sebesar 20% menjadi Rp8,82 triliun. Nilai aset bersih (net asset value/NAV) perseroan di akhir tahun lalu melesat 39% hingga senilai Rp 31,70 triliun.
Fendi menilai sebagai perusahaan investasi Saratoga memiliki portofolio investasi yang dominan di segmen pasarnya. Misalnya PT Adaro Energi Tbk. (ADRO) dan PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk. (TBIG) yang sudah memasuki perusahaan matang. Saratoga juga memiliki investasi di perusahaan yang masih dalam fase pertumbuhan, seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. (MPMX).
Sepanjang tahun 2020 nilai investasi Saratoga di MDKA naik 120% menjadi Rp10,18 triliun dan nilai investasi di TBIG tumbuh 56% menjadi Rp12,64 triliun.
Tahun lalu Saratoga juga berhasil membukukan pendapatan dividen sebesar Rp750 milliar, yang sebagian besar dikontribusikan oleh ADRO sebesar Rp215 miliar, TBIG Rp214 miliar, MPMX sebesar Rp210 miliar dan PT Provident Agro Tbk. (PALM) sebesar Rp105 miliar.
Direktur Investasi Saratoga Devin Wirawan menjelaskan, selama pandemi sejumlah perusahaan portofolio Saratoga menemukan momentum pertumbuhan bisnisnya. Ia menyebut kinerja MDKA terus menguat berkat kenaikan harga komoditas emas dan tembaga yang sangat tinggi di tahun 2020.
Selain itu, kata Devin, migrasi masyarakat yang semakin cepat ke ekosistem digital telah memberikan peluang yang semakin besar kepada TBIG sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi.
Di sektor konsumer, Saratoga berinvestasi di PT Famon Awal Bros Sedaya (Primaya Hospital). Grup Primaya Hospital ini terus memperluas jaringannya untuk mendukung upaya pemerintah memberikan fasilitas kesehatan terbaik dan terjangkau, termasuk dalam penanggulangan Covid-19.
Menurut Fendi, secara teknikal saham SRTG sedang berkonsolidasi dalam pola symmetrical triangle, pasca-kenaikan yang signifikan dari harga sebelumnya Rp3.500 ke harga Rp6.250. Pola konsolidasi yang sedang terjadi dengan trend penguatan besar yang terlihat dari tiga garis moving average periode jangka pendek hingga panjang yang uptrend, menunjukkan ada peluang besar harga naik hingga mencapai level Rp8.700 hingga Rp9.600 sebagai target harga penguatan secara teknikal.
Fendi menambahkan, secara fundamental, SRTG yang memiliki NAV sekitar Rp32,6 trilliun, dengan metode valuasi diskon holding sebesar 25%, maka nilai wajar SRTG sebesar Rp24,45 triliun. ( Baca juga:Lagi Uji Coba, Pengguna Instagram Nantinya Bisa Pilih Sembunyikan Like )
Jika dibandingkan dengan market capitalization SRTG saat ini sebesar Rp15,73 triliun (di harga saham Rp5.800), maka harga saham SRTG masih mencerminkan potensi kenaikan sebesar 55,4% ke harga wajarnya untuk mencapai intrinsic value sebesar Rp9.015 per saham.
“Secara umum, harga saham SRTG undervalued dan sangat atraktif untuk tujuan trading maupun investasi jangka panjang. Rencana buyback menunjukkan keyakinan manajemen SRTG untuk melakukan reinvestasi pada dirinya sendiri karena dipandang masih undervalued, dan stock split juga akan membuat secara psikologis saham SRTG menarik bagi trader maupun investor karena harga saham akan dipecah menjadi lebih kecil nominalnya sehingga lebih likuid,“ tambah Fendi.
(uka)