Stop Urbanisasi, Bangkitkan Ekonomi Desa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Krisis ekonomi yang dipicu pandemi Covid-19 membuat banyak penduduk kota terpaksa harus kembali desa. Kedatangan para pekerja yang mayoritas berusia produktif ini perlu dioptimalkan karena bisa menjadi energi baru membangun perekonomian berbasis desa.
Pandemi yang melanda Indonesia dalam 14 bulan terakhir telah menciptakan ledakan pengangguran, bahkan kemiskinan baru. Banyak pekerja menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) .
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Januari 2021, dari 29,12 juta penduduk usia kerja, 2,56 juta di antaranya telah kehilangan pekerjaan. Pengangguran terbesar terjadi di wilayah perkotaan.
Penduduk kota yang melakukan ruralisasi atau kembali ke desa sebagian memilih bekerja di sektor pertanian. BPS mencatat, di masa pandemi tenaga kerja di sektor pertanian naik signifikan, dari 36,71 juta (27,53% dari total angkatan kerja) pada Agustus 2019 menjadi 41,13 juta orang (29,76% dari total angkatan kerja) pada Agustus 2020.
Sektor pertanian di perdesaan menjadi tumpuan para pekerja untuk bertahan di masa sulit. Ada pertimbangan kuat untuk pulang ke kampung halaman, yakni desa memiliki potensi untuk keberlanjutan hidup lebih tinggi ketimbang kota.
Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (PSP3) IPB Sofyan Sjaf mengatakan, fenomena ruralisasi sebagai dampak pandemi harus direspons secara positif. Artinya, dengan kembalinya tenaga kerja ke desa itu membuka kesempatan untuk membangun perekonomian dari desa. Momentum pandemi dinilai memiliki sisi positif, terutama untuk menunjukkan potensi dan kekuatan yang selama ini dimiliki desa.
“Sisi positif dari pandemi Covid-19 mengingatkan kita bahwa tumpuan masa depan bangsa kita sebenarnya ada di desa, sumber daya alam ada di desa, sumber daya manusia itu ada di desa,” ujarnya.
Sofyan menyebut secara territorial, satu-satunya yang bisa menjanjikan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) untuk membangun ekonomi hanya desa. Hal ini tak berlebihan sebaba di kota sudah tidak ada ruang untuk itu karena penggunaan lahan untuk perumahan sangat besar, sedangkan lahan kosong digunakan untuk ruang publik. Atas alasan itu dia mendorong paradigma saatnya pembangunan diubah menjadi back to rural atau kembali ke perdesaan.
Pandemi yang melanda Indonesia dalam 14 bulan terakhir telah menciptakan ledakan pengangguran, bahkan kemiskinan baru. Banyak pekerja menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) .
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Januari 2021, dari 29,12 juta penduduk usia kerja, 2,56 juta di antaranya telah kehilangan pekerjaan. Pengangguran terbesar terjadi di wilayah perkotaan.
Penduduk kota yang melakukan ruralisasi atau kembali ke desa sebagian memilih bekerja di sektor pertanian. BPS mencatat, di masa pandemi tenaga kerja di sektor pertanian naik signifikan, dari 36,71 juta (27,53% dari total angkatan kerja) pada Agustus 2019 menjadi 41,13 juta orang (29,76% dari total angkatan kerja) pada Agustus 2020.
Sektor pertanian di perdesaan menjadi tumpuan para pekerja untuk bertahan di masa sulit. Ada pertimbangan kuat untuk pulang ke kampung halaman, yakni desa memiliki potensi untuk keberlanjutan hidup lebih tinggi ketimbang kota.
Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (PSP3) IPB Sofyan Sjaf mengatakan, fenomena ruralisasi sebagai dampak pandemi harus direspons secara positif. Artinya, dengan kembalinya tenaga kerja ke desa itu membuka kesempatan untuk membangun perekonomian dari desa. Momentum pandemi dinilai memiliki sisi positif, terutama untuk menunjukkan potensi dan kekuatan yang selama ini dimiliki desa.
“Sisi positif dari pandemi Covid-19 mengingatkan kita bahwa tumpuan masa depan bangsa kita sebenarnya ada di desa, sumber daya alam ada di desa, sumber daya manusia itu ada di desa,” ujarnya.
Sofyan menyebut secara territorial, satu-satunya yang bisa menjanjikan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) untuk membangun ekonomi hanya desa. Hal ini tak berlebihan sebaba di kota sudah tidak ada ruang untuk itu karena penggunaan lahan untuk perumahan sangat besar, sedangkan lahan kosong digunakan untuk ruang publik. Atas alasan itu dia mendorong paradigma saatnya pembangunan diubah menjadi back to rural atau kembali ke perdesaan.