Berwisata Aman Saat Lebaran
loading...
A
A
A
‘’Maka itu, peran dari masyarakat, pengusaha dan pemerintah sangat penting untuk mendukung terciptakan kawasan wisata yang tersertifikasi aman. Saya berikan pesan tegas dan lugas bahwa pentingnya menjaga protokol CHSE adalah menjadi tanggung jawab bersama,” katanya.
Pengamat pariwisata Taufan Rahmadi menegaskan pentingnya berwisata secara aman dan sehat meski di tengah kondisi pandemi. Untuk itu, wisatawan maupun pengelola destinasi harus memiliki paradigma responsible traveler. Artinya, harus ada rasa tanggungjawab terhadap keamanan pribadi maupun destinasi yang dikunjungi.
Dia juga mendorong wisatawan cari tempat berlibur yang relatif sepi, pengunjung dibatasi, tetapi pelayanannya tetap maksimal. Misalnya, wisata alam seperti kawasan hutan dan pantai. Kesadaran seperti ini penting untuk meminimalkan potensi tertular Covid-19.
“Tren berwisata sekarang itu bukan lagi mass tourism, tetapi quality tourism. Kalau saya jadi wisatawan, saya akan cari tempat-tempat yang tidak cenderung ramai orang-orang. Lebih ke yang privat, premium tourism. Saya tidak ingin pergi berwisata tapi adanya kerumunan,” ujarnya sat dihubungi kemarin.
Bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, menurut dia bisa menikmati datang ke desa-desa wisata. Destinasi ini umumnya menawarkan biaya penginapan (homestay) yang lebih terjangkau hingga pemandangan alam desa yang hijau dan tak kalah apik dengan destinasi populer lainnya.
“Desa-desa wisata itu justru dengan gaya hidup homestay, gaya hidup pedesaan itu justru murah. Dan itu menjadi tren,” kata dia.
Pilihan lainnya yaitu wisata alam (nature tourism). Misalnya, mengunjungi pantai yang relatif murah dan sepi atau jumlah pengunjungnya dibatasi. “Tipsnya, carilah tempat yang memang ketika dikunjungi itu jauh atau selama ini tidak menjadi pusat perhatian. Misalnya, pantai A menjadi favorit, jangan lagi ke sana. Cari tempat lain yang bisa kita eksplor,” sarannya.
Lalu, bagaimana dengan penduduk di perkotaan, seperti di Jabodetabek? Taufan menilai alternatif berwisata dapat dilakukan secara virtual (virtual tourism). Memang pilihan tersebut kurang diminati karena tidak merasakan langsung destinasi yang dituju. Namun, masyarakat juga harus memahami dan bisa beradaptasi dengan kondisi sekarang ini, terlebih lagi dengan pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah.
Ia melanjutkan, alternatif wisata lainnya yang dapat dilakukan masyarakat perkotaan yaitu mencari tempat atraksi yang dekat dengan huniannya. Misalnya, staycation dengan fasilitas menginap dan private pool. Pilihan lainnya yaitu berlibur di taman kota. Namun, objek tersebut harus disiapkan lebih dahulu oleh pengelola yakni menciptakan taman kota dengan konsep bubble park.
Pengamat pariwisata Taufan Rahmadi menegaskan pentingnya berwisata secara aman dan sehat meski di tengah kondisi pandemi. Untuk itu, wisatawan maupun pengelola destinasi harus memiliki paradigma responsible traveler. Artinya, harus ada rasa tanggungjawab terhadap keamanan pribadi maupun destinasi yang dikunjungi.
Dia juga mendorong wisatawan cari tempat berlibur yang relatif sepi, pengunjung dibatasi, tetapi pelayanannya tetap maksimal. Misalnya, wisata alam seperti kawasan hutan dan pantai. Kesadaran seperti ini penting untuk meminimalkan potensi tertular Covid-19.
“Tren berwisata sekarang itu bukan lagi mass tourism, tetapi quality tourism. Kalau saya jadi wisatawan, saya akan cari tempat-tempat yang tidak cenderung ramai orang-orang. Lebih ke yang privat, premium tourism. Saya tidak ingin pergi berwisata tapi adanya kerumunan,” ujarnya sat dihubungi kemarin.
Bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah, menurut dia bisa menikmati datang ke desa-desa wisata. Destinasi ini umumnya menawarkan biaya penginapan (homestay) yang lebih terjangkau hingga pemandangan alam desa yang hijau dan tak kalah apik dengan destinasi populer lainnya.
“Desa-desa wisata itu justru dengan gaya hidup homestay, gaya hidup pedesaan itu justru murah. Dan itu menjadi tren,” kata dia.
Pilihan lainnya yaitu wisata alam (nature tourism). Misalnya, mengunjungi pantai yang relatif murah dan sepi atau jumlah pengunjungnya dibatasi. “Tipsnya, carilah tempat yang memang ketika dikunjungi itu jauh atau selama ini tidak menjadi pusat perhatian. Misalnya, pantai A menjadi favorit, jangan lagi ke sana. Cari tempat lain yang bisa kita eksplor,” sarannya.
Lalu, bagaimana dengan penduduk di perkotaan, seperti di Jabodetabek? Taufan menilai alternatif berwisata dapat dilakukan secara virtual (virtual tourism). Memang pilihan tersebut kurang diminati karena tidak merasakan langsung destinasi yang dituju. Namun, masyarakat juga harus memahami dan bisa beradaptasi dengan kondisi sekarang ini, terlebih lagi dengan pembatasan sosial yang dilakukan pemerintah.
Ia melanjutkan, alternatif wisata lainnya yang dapat dilakukan masyarakat perkotaan yaitu mencari tempat atraksi yang dekat dengan huniannya. Misalnya, staycation dengan fasilitas menginap dan private pool. Pilihan lainnya yaitu berlibur di taman kota. Namun, objek tersebut harus disiapkan lebih dahulu oleh pengelola yakni menciptakan taman kota dengan konsep bubble park.