WFH Tingkatkan Risiko Kematian? OPSI: Jangan Lebih dari 40 Jam Seminggu

Senin, 17 Mei 2021 - 20:43 WIB
loading...
WFH Tingkatkan Risiko Kematian? OPSI: Jangan Lebih dari 40 Jam Seminggu
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - International Labour Organization (ILO) dan World Health Organization (WHO) pada hari ini merilis hasil studi bahwa meningkatnya jam kerja pada budaya kerja dari rumah alias Work From Home (WFH) menjadi 55 jam kerja per minggu atau lebih justru meningkatkan risiko kematian dari serangan jantung dan stroke.

Terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan bahwa sejak awal terciptanya May Day, salah satu tuntutan yang dibawa adalah pengurangan jam kerja.

"Sudah tertulis di UU Nomor 13 tahun 2003, juga di Undang-Undang Cipta Kerja beserta turunannya PP 35, bahwa jam kerja itu maksimal 40 jam seminggu, yang dibagi 5 hari dengan 8 jam sehari atau 6 hari dengan 7 jam sehari," ucap Timboel kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Senin (17/5/2021).



Menurut dia, boleh lembur asalkan maksimal 4 jam di UU Ciptaker dan 3 jam di UU 13 tahun 2003. Ketentuan ILO secara hukum internasional maksimal 40 jam seminggu, sejarahnya dari tahun 1886 di mana perjuangan rakyat AS yang berujung pada May Day.

"Dari negara-negara yang sudah meratifikasi hukum ILO ini, sudah menjalankan sistem kerja 40 jam seminggu, tapi ada juga yang belum seperti China," ungkapnya.

Timboel menjelaskan, ketentuan ini diminta supaya memastikan manusia dalam 24 jam, 8 jam bekerja, 8 jam bersosialisasi, 8 jam istirahat. Artinya, ini menjadi rumus bahwa manusia harus bersosialisasi, beristirahat (tidur), dan juga bekerja.

"Jadi aturan ini supaya pekerja itu sehat, supaya bisa dipastikan juga produktivitasnya terjaga. Ini dipastikan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja bahwa bekerja harus dibatasi, jangan sampai lebih dari 40 jam seminggu," ujarnya.

Apabila melebihi batas waktu tersebut, dikhawatirkan risiko pekerja mengalami kecelakaan kerja dan sakit semakin tinggi. Jika sakit, maka pekerja tidak bisa produktif dan tidak bisa bekerja normal menghasilkan target yang diinginkan perusahaan.

"Artinya, 40 jam itu punya dampak banyak. Pertama untuk kesehatan pekerja agar bisa produktif, dan yang kedua jangan sampai terjadi kecelakaan kerja. Kalau kecelakaan kerja, perusahaan juga harus keluar biaya, meskipun sekarang ada BPJS. Ini untuk memastikan biaya tidak keluar lebih banyak dari perusahaan," tuturnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3532 seconds (0.1#10.140)