WFH Tingkatkan Risiko Kematian? OPSI: Jangan Lebih dari 40 Jam Seminggu

Senin, 17 Mei 2021 - 20:43 WIB
loading...
A A A
Dia menegaskan bahwa rumus 8 jam kerja per hari ini memastikan pekerja bisa hidup sehat dan produktif, sehingga perusahaan bisa lebih efisien dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM).

"Misal ada pekerja dipaksa 50 jam kerja, sesaat memang produktivitasnya naik, tapi tidak dalam jangka panjang. Ini yang kurang diperhatikan pemerintah, memang sistemnya WFH, tapi masalahnya ketika bicara kerja di rumah, malah kebablasan," tandasnya.

Hal ini karena anggapan orang banyak bahwa jika WFH, maka bisa mengambil porsi kerja lebih banyak dengan durasi yang lebih lama dibandingkan WFO. Tetapi sebenarnya, ini juga harus dibatasi.



"Ini yang tidak diregulasikan. Regulasi hubungan industrial harus bisa menjawab seperti di situasi pandemi Covid-19 misalnya, walau memang BPJS Ketenagakerjaan itu juga berlaku untuk WFH, tapi untuk jam kerja di rumah dianggap santai, padahal bisa terkait pada kesehatan mata yang menatap layar terus menerus dan juga duduk terus, yang tentu tidak sehat," tandasnya.

Dia berpendapat bahwa pemerintah harus lebih gencar menyosialisasikan bekerja dengan sehat dalam kondisi WFH. Namun, dia mengingatkan agar baik pekerja dan pengusaha tidak aji mumpung dalam kondisi tersebut.

"Jangan karena kebetulan di rumah, kerjanya terus-terusan. Meeting online sana-sini dari pagi sampai malam, memang kesannya menikmati, tapi itu salah. Jadi harus ada kontrol dari perusahaan dan pemerintah," pungkasnya.
(ind)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2544 seconds (0.1#10.140)