Pemutakhiran Data PNS Baru Dilakukan 2 Kali Sejak RI Merdeka, Kok Bisa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Adanya 97.000 data misterius yang diperkirakan milik Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang belum melakukan pembaharuan harus secepatnya ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Temuan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) itu juga membuka mata betapa data administrasi kepegawaian para abdi negara masih jauh dari sempurna di tengah reformasi birokrasi yang terus digaungkan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah bahkan disinyalir baru dua kali melakukan pembaharuan data PNS sejak Indonesia merdeka. Persoalan ini terjadi di lintas pemerintahan.
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah mengatakan, persoalan itu seperti fenomena gunung es yang sudah terjadi sejak lama, di mana pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
"Ini persoalan seperti lama, ini kan sesungguhnya sudah lama kasus ini, ini sudah di 2002. Karena masalahnya untuk PNS, sejak Indonesia merdeka itu baru dua kali di-update datanya itu. Jadi, baru dua kali melakukan pembaharuan data," ungkapnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (26/5/2021).
Menurut dia, ada sejumlah masalah fundamental yang menyebabkan munculnya data fiktif PNS. Pertama, menyangkut dengan sistem hukum pendataan kepegawaian. Dalam konteks ini, regulasi pendataan belum dirumuskan pihak terkait.
Kedua, sistem pembaharuan data kepegawaian di pusat dan daerah yang disediakan BKN. Dengan kemajuan teknologi dan informasi (IT), ucap Trubus, pemerintah seyogyanya juga melakukan pembaruan sistem berbasis digital untuk mempermudah para pegawai melakukan pemutakhiran data. Ketiga, upaya atau keinginan pegawai yang melakukan pendataan ulang.
"Ada kemungkinan banyak ASN yang belum meng-update datanya, ini terutama yang terjadi di daerah. Di pusat juga iya, sehingga mereka ini tak pernah naik pangkat, jadi mereka juga tidak pernah pindah tempat, kemungkinan ASN sendiri yang tidak meng-update datanya," tuturnya.
Trubus memandang kasus data misterius memang benar terjadi. Pasalnya, informasi tersebut disampaikan BKN sebagai lembaga negara yang menyusun dan menetapkan kebijakan teknis manajemen kepegawaian.
Oleh karena itu, data fiktif PNS dinilai erat kaitannya dengan gaji yang dibayarkan pemerintah. Artinya, per bulannya pemerintah terpaksa mengalokasikan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kepada orang yang juga dinilai fiktif.
"Pemborosan uang negara, kan gaji dibayar per bulan itu beberapa triliun. Sekarang pertanyaannya yang menerima siapa? Kalau itu memang fiktif berarti orangnya gak ada," tukasnya.
Data fiktif PNS, merupakan persoalan hukum yang harus diselesaikan segera, di mana penegak hukum harus melakukan pengusutan terhadap kasus tersebut. Pasalnya, perkara ini menyangkut kepentingan publik dan negara.
Temuan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) itu juga membuka mata betapa data administrasi kepegawaian para abdi negara masih jauh dari sempurna di tengah reformasi birokrasi yang terus digaungkan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah bahkan disinyalir baru dua kali melakukan pembaharuan data PNS sejak Indonesia merdeka. Persoalan ini terjadi di lintas pemerintahan.
Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah mengatakan, persoalan itu seperti fenomena gunung es yang sudah terjadi sejak lama, di mana pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
"Ini persoalan seperti lama, ini kan sesungguhnya sudah lama kasus ini, ini sudah di 2002. Karena masalahnya untuk PNS, sejak Indonesia merdeka itu baru dua kali di-update datanya itu. Jadi, baru dua kali melakukan pembaharuan data," ungkapnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (26/5/2021).
Menurut dia, ada sejumlah masalah fundamental yang menyebabkan munculnya data fiktif PNS. Pertama, menyangkut dengan sistem hukum pendataan kepegawaian. Dalam konteks ini, regulasi pendataan belum dirumuskan pihak terkait.
Kedua, sistem pembaharuan data kepegawaian di pusat dan daerah yang disediakan BKN. Dengan kemajuan teknologi dan informasi (IT), ucap Trubus, pemerintah seyogyanya juga melakukan pembaruan sistem berbasis digital untuk mempermudah para pegawai melakukan pemutakhiran data. Ketiga, upaya atau keinginan pegawai yang melakukan pendataan ulang.
"Ada kemungkinan banyak ASN yang belum meng-update datanya, ini terutama yang terjadi di daerah. Di pusat juga iya, sehingga mereka ini tak pernah naik pangkat, jadi mereka juga tidak pernah pindah tempat, kemungkinan ASN sendiri yang tidak meng-update datanya," tuturnya.
Trubus memandang kasus data misterius memang benar terjadi. Pasalnya, informasi tersebut disampaikan BKN sebagai lembaga negara yang menyusun dan menetapkan kebijakan teknis manajemen kepegawaian.
Oleh karena itu, data fiktif PNS dinilai erat kaitannya dengan gaji yang dibayarkan pemerintah. Artinya, per bulannya pemerintah terpaksa mengalokasikan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kepada orang yang juga dinilai fiktif.
"Pemborosan uang negara, kan gaji dibayar per bulan itu beberapa triliun. Sekarang pertanyaannya yang menerima siapa? Kalau itu memang fiktif berarti orangnya gak ada," tukasnya.
Data fiktif PNS, merupakan persoalan hukum yang harus diselesaikan segera, di mana penegak hukum harus melakukan pengusutan terhadap kasus tersebut. Pasalnya, perkara ini menyangkut kepentingan publik dan negara.
(ind)