Buwas Diminta Turun Tangan Urusi Masalah Tahu Tempe

Senin, 31 Mei 2021 - 13:17 WIB
loading...
Buwas Diminta Turun Tangan Urusi Masalah Tahu Tempe
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
BANDUNG - Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) meminta pemerintah mengatur perdagangan kedelai, dengan mengizinkan Badan Urusan Logistik (Bulog) atau Koperasi Kopti melakukan improtasi kedelai. Saat ini, importasi kedelai murni dilakukan pihak swasta, sehingga terjadi fluktuasi harga.

"Pemerintah harus memperbaiki perdagangan kedelai ini, dengan mengatur kuota impor. Misalnya 70% oleh swasta dan 30% oleh pemerintah atau kami," kata Sekjen Kopti Hugo Siswaya, Senin (31/5/2021).

Baca juga: Nasib Garuda ke Depannya: Terus Dipelihara atau Masuk Liang Kubur

Menurut dia, pemerintah dalam hal ini bisa menunjuk Perum Bulog yang dikomandani oleh Budi Waseso (Buwas) untuk mengelola kuota impor kedelai. Harga kedelai Bulog nantinya berfungsi untuk mengontrol harga di pasaran, layaknya komoditas lain seperti beras dan gula pasir.

"Sekarang kan kuota impor kedelai di pegang swasta semua, jadi kami sekarang posisinya hanya menunggu kebaikan hati importir agar harga kedelai bisa kembali terjangkau," beber dia.

Kendati begitu, pihaknya memahami bila harga kedelai saat ini akibat pengaruh global. Namun bukan berarti importir hanya berpangku tangan pada kondisi harga pasaran, tetapi mestinya mempertimbangkan faktor lain. Apalagi, hampir 80% kedelai diserap untuk industri.

Baca juga:7 Kunci Mobil ala Sultan, Ada yang Berbentuk Mobil dan Jam Tangan

"Semua orang bisa lihat, harga kedelai di pasar internasional berapa. Tinggal dilihat berapa biaya lainnya, hingga dijual Rp10.700 per kg. Apalagi kalau kedelai yang dilepaskan sekarang adalah stok lama. Mungkin mereka lagi profit taking. Tapi mestinya tidak seperti itu," beber dia.

Pihaknya, kata dia, hari ini akan bertemu dengan kementerian terkait untuk membahas masalah ini. Jangan sampai berlarut-larut. Karena, perajin tahu dan tempe sendiri tidak bisa menjual produksinya dengan harga kedelai fluktuatif.
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2663 seconds (0.1#10.140)