Kadin Sultra Berharap Pengusaha Nasional Investasi di Sulawesi Tenggara
loading...
A
A
A
Sementara kebutuhan aspal secara nasional begitu besar. Indonesia harus impor aspal dari Singapura, sementara kita punya aspal sendiri. “Nah momentum inilah yang kita ingin ambil pada saat Munas. Jadi tidak ada tendensi lain persoalan dukung mendukung karena itu sudah jauh hari kami targetkan sebelum ada deklarasi calon,” ucap Anton.
(Baca juga:Arsjad Rasjid: Saya Siap Kapanpun Munas Kadin Akan Digelar)
Anton berharap para pengurus maupun anggota Kadin yang hadir saat munas tertarik untuk berinvestasi mengembangkan aspal Buton karena mereka adalah seluruh pengusaha besar yang ada di Indonesia. Selain itu ditargetkan juga agar dalam waktu singkat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Aspal Buton segera diterbitkan. KEK ini saat ini masih menunggu Keputusan Presiden (Kepres).
“Lewat Munas ini kan seluruh pengusaha besar Indonesia hadir, menterinya hadir, presidennya hadir. Nah momen ini yang harus dijelaskan. Jadi di sini ada pemerintah bagian regulasi, dan ada kontraktor eksekutornya untuk bagaimana produksi ini barang (aspal),” ujar Anton.
(Baca juga:Utamakan Pengusaha Daerah, Kadin NTT Optimis Arsjad Rasjid Bawa Kadin Bangkit)
Anton menjelaskan aspal alam hanya ditemukan di Trinidad dan Buton, selain itu yang ada adalah aspal minyak. Cadangan aspal di Trinidad diperkirakan akan habis dalam waktu 20 tahun, sedangkan cadangan aspal Buton butuh waktu 360 tahun baru bisa habis (perkiraan produksi 1 juta per tahun).
Dia berharap aspal Buton dapat digunakan secara maksimal, minimal untuk wilayah Sulawesi Tenggara dan tidak perlu lagi tergantung dengan impor aspal cair. Realitasnya saat ini adalah Indonesia mengimpor 1,3 juta sampai 1,4 juta ton aspal per tahun yang menguras cadangan devisa negara Rp40 triliun sampai Rp46 triliun. Padahal, kata Anton, seluruh kebutuhan itu dapat dipenuhi dalam negeri sendiri bila aspal Buton dimaksimalkan.
Sekarang yang menggunakan aspal Buton ini yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Itupun terbatas, sementara kualitasnya lebih bagus aspal Buton dibanding aspal cair. Hanya memang produksi aspal Buton ini masih perlu didorong, salah satunya melalui investasi.
“Tadinya saya ingin mengajak untuk membangun pabrik (aspal) di daerahnya masing-masing, tapi kalau KEK ini ada maka saya mengajak ayo investasi ke Buton bangun pabrikmu di situ. Nanti hasil produksinya baru kirim ke daerah lain,” ucap Anton.
Anton mengungkapkan selama ini nikel lebih populer dibanding aspal. Padahal nikel ada di berbagai daerah, sementara aspal hanya ada di Buton. Kata Anton, dalam penambangannya, nikel lebih mudah di awal sedangkan penambangan aspal hanya susah di awal, setelah itu lebih gampang dan lebih murah dari nikel.
(Baca juga:Arsjad Rasjid: Saya Siap Kapanpun Munas Kadin Akan Digelar)
Anton berharap para pengurus maupun anggota Kadin yang hadir saat munas tertarik untuk berinvestasi mengembangkan aspal Buton karena mereka adalah seluruh pengusaha besar yang ada di Indonesia. Selain itu ditargetkan juga agar dalam waktu singkat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Aspal Buton segera diterbitkan. KEK ini saat ini masih menunggu Keputusan Presiden (Kepres).
“Lewat Munas ini kan seluruh pengusaha besar Indonesia hadir, menterinya hadir, presidennya hadir. Nah momen ini yang harus dijelaskan. Jadi di sini ada pemerintah bagian regulasi, dan ada kontraktor eksekutornya untuk bagaimana produksi ini barang (aspal),” ujar Anton.
(Baca juga:Utamakan Pengusaha Daerah, Kadin NTT Optimis Arsjad Rasjid Bawa Kadin Bangkit)
Anton menjelaskan aspal alam hanya ditemukan di Trinidad dan Buton, selain itu yang ada adalah aspal minyak. Cadangan aspal di Trinidad diperkirakan akan habis dalam waktu 20 tahun, sedangkan cadangan aspal Buton butuh waktu 360 tahun baru bisa habis (perkiraan produksi 1 juta per tahun).
Dia berharap aspal Buton dapat digunakan secara maksimal, minimal untuk wilayah Sulawesi Tenggara dan tidak perlu lagi tergantung dengan impor aspal cair. Realitasnya saat ini adalah Indonesia mengimpor 1,3 juta sampai 1,4 juta ton aspal per tahun yang menguras cadangan devisa negara Rp40 triliun sampai Rp46 triliun. Padahal, kata Anton, seluruh kebutuhan itu dapat dipenuhi dalam negeri sendiri bila aspal Buton dimaksimalkan.
Sekarang yang menggunakan aspal Buton ini yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Itupun terbatas, sementara kualitasnya lebih bagus aspal Buton dibanding aspal cair. Hanya memang produksi aspal Buton ini masih perlu didorong, salah satunya melalui investasi.
“Tadinya saya ingin mengajak untuk membangun pabrik (aspal) di daerahnya masing-masing, tapi kalau KEK ini ada maka saya mengajak ayo investasi ke Buton bangun pabrikmu di situ. Nanti hasil produksinya baru kirim ke daerah lain,” ucap Anton.
Anton mengungkapkan selama ini nikel lebih populer dibanding aspal. Padahal nikel ada di berbagai daerah, sementara aspal hanya ada di Buton. Kata Anton, dalam penambangannya, nikel lebih mudah di awal sedangkan penambangan aspal hanya susah di awal, setelah itu lebih gampang dan lebih murah dari nikel.