BP Jamsostek Gulirkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Jum'at, 04 Juni 2021 - 15:30 WIB
loading...
BP Jamsostek Gulirkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Pps Kepala Kantor BP Jamsostek Cabang Jakarta Slipi Adie MS.
A A A
JAKARTA - BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek menggulirkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program baru itu diyakini akan membuat para pekerja/buruh dan keluarganya lebih tenang, ketika mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di luar kesepakatan awal antara pekerja/buruh dan pengusaha/pemberi kerja.

Hal itu terungkap dalam webinar Soalisasi Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang diselenggarakan BP Jamsostek Jakarta Slipi, Kamis (3/6/2021). Webinar ini diikuti 500 perwakilan perusahaan.

(Baca juga:Iuran Peserta BPJS Ketenagakerjaan Capai Rp73,2 Triliun pada 2020)

Di antaranya, seluruh BUMN, semua perusahaan oil and gas di Indonesia, perbankan Himbara, perbankan swasta, Markplus Indonesia, dan PT JNE. Untuk perusahaan tenaga kerja alih daya (outsourching) ada PT Asia Outsourching Services. Juga diikuti perwakilan Tokopedia, Traveloka, RS MMC, XXI, dan XL Axiata.

Pps Kepala Kantor BP Jamsostek Cabang Jakarta Slipi Adie MS mengatakan pemerintah sudah menerbitkan aturan tentang penyelenggaraan program JKP bagi pekerja/buruh yang menjadi korban PHK.

(Baca juga:Ratusan Ribu PMI di Malaysia Tak Terlindungi BPJS Ketenagakerjaan)

“Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada pekerja/buruh yang mengalami PHK dalam bentuk uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja melalui program JKP yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan,” kata Adie MS.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

(Baca juga:Perusahaan Lalai Bayar Iuran, BP Jamsostek Beberkan Dampak Buruk bagi Pekerja)

Adie menjelaskan bahwa manfaat JKP akan diberikan dalam tiga bentuk. Mulai dari uang tunai paling banyak enam bulan, yang diberikan setiap bulan. Uang tunai yang diberikan itu terbagi atas 45% dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25% untuk tiga bulan berikutnya.

Pekerja/buruh harus memastikan agar upah yang dilaporkan ke BP Jamsostek oleh pengusaha/pemberi kerja adalah sesuai dengan kenyataan yang diterima. Bila upah yang diterima tidak sesuai dengan yang sebenarnya, sehingga ada kekurangan pembayaran manfaat uang tunai, maka pengusaha wajib membayar kekurangan manfaat uang tunai tersebut.

(Baca juga:Karyawan Alami Laka Lantas di Jalan Raya, BP Jamsostek Tanggung Penuh Biaya RS)

Peserta JKP juga mendapat manfaat dalam bentuk akses informasi pasar kerja berupa informasi dan bimbingan jabatan oleh petugas antarkerja melalui sistem informasi ketenagakerjaan. “Informasi pasar kerja itu berupa lowongan, sedangkan bimbingan dalam bentuk asesmen atau konseling karir,” kata Adie MS.

Manfaat lain, kata Adie MS, berupa pelatihan kerja. Manfaat ini diberikan secara online maupun offline melalui lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta, atau perusahaan yang sudah terverifikasi oleh sistem informasi ketenagakerjaan.

(Baca juga:Dugaan Data BPJS Kesehatan Dibobol Bikin BP Jamsostek Harus Hati-hati)

Manfaat itu, kata Adie, bisa diambil bila peserta sudah menyelesaikan iuran paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan di mana iuran 6 dibayar berturut-turut, sebelum terjadi PHK. “Manfaat JKP tak bisa diterima pekerja/buruh bila yang bersangkutan mengundurkan diri sendiri, cacat total tetap, pensiun, hingga meninggal dunia,” ujarnya.

Peserta yang hendak mengajukan pencairan manfaat, kata Adie, harus membawa bukti diterimanya PHK oleh pekerja/buruh, tanda terima lapor PHK dari dinas ketenagakerjaan kabupaten/kota, atau perjanjian bersama yang telah didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial, akta bukti pendaftaran perjanjian bersama, hingga petikan putusan pengadilan.

Sementara, kepesertaan para pekerja/buruh dalam program JKP ini terdiri dari yang sudah diikutsertakan maupun yang baru didaftarkan. “Syaratnya, pekerja/buruh merupakan warga negara Indonesia (WNI), belum mencapai 54 tahun saat mendaftar, dan punya hubungan kerja dengan pengusaha,” kata Adie MS.

Syarat tambahannya, pekerja/buruh pada usaha besar dan menengah juga harus mengikuti program JKN, JKK, JHT, JP, dan JKM dari BPJS Ketenagakerjaan. Sementara pekerja/buruh di usaha mikro dan kecil sekurang-kurangnya ikut program JKN, JKK, JHT, dan JKM.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1378 seconds (0.1#10.140)