Ahli Hukum Perbankan Sarankan Kasus HYPN Tak Dibawa ke Pidana

Sabtu, 12 Juni 2021 - 11:34 WIB
loading...
Ahli Hukum Perbankan Sarankan Kasus HYPN Tak Dibawa ke Pidana
Ahli Hukum Perbankan Yunus Husein mengatakan pada kasus HYPN IOI sepatutnya tidak perlu dibawa ke ranah pidana.
A A A
JAKARTA - Ahli Hukum Perbankan Yunus Husein mengatakan pandemi Covid-19 berdampak pada semua sektor perekonomian, tak terkecuali pada sektor perbankan dan investasi. Yunus menyebut pemerintah bahkan mengeluarkan dana mencapai triliunan rupiah untuk restrukturisasi serta melakukan penyelamatan kredit dari perbankan.

“Kalau bank gelap itu bukan begitu produknya, harus simpanan tabungan giro atau yang sejenisnya. Nah kalau promosorry note kan jelas KUHD 174 (Kitab Undang Undang Hukum Dagang). Unsurnya jelas dan private placement utang piutang gitu,” ujarnya ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (12/6).

(Baca juga:Soroti Kasus IndoSterling, Lemkapi Sebut Bisa Saja Dihentikan Dulu)

Penyandang gelar doktor dalam bidang Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia (UI) ini melanjutkan jika dilakukan secara bilateral dalam bentuk High Yield Promissory Notes (HYPN) maka akan dilakukan pelunasan dari pihak-pihak yang menyelenggarakan perusahaan.

“Nah krisis sekarang ini banyak yang susah bayar bunga dan para investor melaporkan penyelenggaranya sebagai bank gelap,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini.

(Baca juga:IndoSterling Optima Investa Gelontorkan Cicilan Tahap Dua, Bentuk Niat Baik)

Menurut Yunus, hal itu tidak tepat mengingat HYPN bukan merupakan perbankan. Perbankan merupakan suatu lembaga yang produknya harus simpanan dalam bentuk tabungan atau giro.

“Kalau memang dilaporkan bank gelap, kenapa tidak dari dulu? Padahal sudah terima bunga cukup lama, kenapa baru sekarang?” kata Yunus mempertanyakan.

(Baca juga:Nasabah IndoSterling Bersyukur dan Lega Sudah Terima Pembayaran Utang)

Menurutnya pada kasus HYPN IOI ini sepatutnya tidak perlu dibawa ke ranah pidana. Ia menilai hal ini terlalu prematur.

“Apalagi jika langkah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sudah ada keputusan Promissory notes (PN),” kata alumnus International Legal Studies dari Washington College of Law, The American University, ini.

Sementara itu, jika nasabah membawa permasalahan ke hukum pidana maka akan merugikan kedua belah pihak. “Kalaupun dipaksakan dipidana kreditur tidak bisa membayarkan cicilannya, semua akan berhenti. Menang jadi arang, kalah jadi abu,” ucapnya. Dia pun menyarankan nasabah untuk tenang dan mengikuti PKPU.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2154 seconds (0.1#10.140)