Gandeng BPOM, Kemenkop UKM Pastikan UMKM Pangan Aman Go Global
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka meningkatkan keamanan, mutu dan gizi pangan produk dari koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di bidang obat tradisional, kosmetik dan pangan olahan, Kementerian Koperasi dan UKM menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan perijinan dan keamanan produk.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan, kerjasama dengan BPOM merupakan momen penting, karena keamanan pangan dunia adalah salah satu prioritas, terutama pada masa pandemi covid-19 yang telah melanda dunia, sejak tahun 2019.
“Kami berharap melalui Nota Kesepahaman bersama Kementerian Koperasi dan UKM dengan BPOM, dapat meningkatkan pelayanan perijinan dan keamanan produk yang saat ini dirasakan masih menyulitkan bagi usaha mikro dan kecil dapat berjalan lebih mudah lagi,” tegas Teten, dalam acara launching dukungan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk UMKM Pangan Menuju Spice Up The World, di Jakarta, Selasa (22/6/2021).
Teten menekankan, Safe Food Now For A Healthy Tomorrow, menjadi insprasi untuk terus mengkampanyekan keamanan, mutu dan gizi pangan kepada masyarakat serta pelaku UMKM, agar dapat menerapkan produksi yang sesuai ketentuan sehingga produk yang dipasarkan aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Kerjasama antara KemenkopUKM dan BPOM, meliputi dukungan kebijakan program dan anggaran untuk kemudahan berusaha, penyediaan data dan informasi KUMKM, penyelenggaraan sosialisasi komunikasi informasi dan edukasi di bidang obat tradisional, kosmetik, dan pangan olahan bagi kumkm serta masyarakat.
Lebih lanjut, pendampingan bagi KUMKM dalam rangka pemenuhan persyaratan keamanan, khasiat atau manfaat, mutu obat tradisonal, kosmetik, dan pangan olahan, pembentukan fasilitator keamanan obat tradisional, kosmetik, dan pangan olahan, serta konsultasi layanan hukum dan kemudahan berusaha.
Dia menjelaskan, izin edar BPOM, merupakan salah satu tolok ukur masyarakat dalam memilih produk untuk dikonsumsi, dimana ijin ini sangat dibutuhkan oleh UMKM dalam pemasaran dan sebagai salah satu pengungkit daya saing produk baik lokal maupun internasional. Menurutnya, sejak Januari hingga 12 Oktober 2020 lalu, BPOM telah menerbitkan 13.299 Nomor Izin Edar (NIE) kepada pelaku usaha di seluruh Indonesia, yaitu usaha mikro 429 (3%), usaha kecil 1.751 (13%), usaha menengah 5.870 (44%) dan usaha besar 5.249 (40%).
“Dari data tersebut NIE pangan olahan didominasi oleh pelaku usaha menengah dan besar,” ujarnya.
Teten mengakui, tantangan terbesar dalam legalitas izin edar produk UMKM saat ini, adalah biaya sertifikasi yang hanya mampu dijangkau oleh usaha menengah dan besar. Sedangkan Usaha Mikro dan Kecil yang jumlahnya sekitar 64 juta masih kesulitan dalam mengakses seritifikasi izin edar ini.
“Perlu pendampingan bagi usaha mikro dalam memperoleh NIE sebagai salah satu upaya kami untuk mencapai target transformasi sektor informal ke formal,” tambah Teten.
Kementerian Koperasi dan UKM juga berupaya untuk mendorong ekspor produk UKM, dengan melakukan pendekatan yang terintegrasi agar UMKM dapat berdaya saing dan berkompetisi, meliputi Sinergitas Digitalisasi KUMKM dengan melibatkan Kementerian/Lembaga terkait, Pelatihan dan pendampingan standarisasi dan sertifikasi produk.
“Tentu target ini lebih mudah dicapai melalui kolaborasi berbagai pihak. Termasuk dengan BPOM melalui fasilitasi kemudahan perizinan bagi UMKM sebagai salah satu implementasi Undang-Undang Cipta Kerja, yang juga sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dalam penciptaan iklim berusaha yang mudah bagi UMKM,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPOM, Penny Lukito menekankan pentingnya produksi pangan aman oleh UMKM untuk menjamin konsumsi pangan aman di masyarakat. Selain itu, BPOM memberi dukungan agar UMKM Go International.
“BPOM mendorong UMKM dapat memasok produk pangan yang aman serta berkontribusi besar dalam perekonomian nasional. Keberpihakan terhadap UMKM diwujudkan dengan pemberian insentif dan kemudahan melalui berbagai kebijakan. Sejalan dengan tema Hari Keamanan Pangan Sedunia “Safe Food Now for a Healthy Tomorrow” (Pangan Aman Sekarang untuk Kesehatan Sepanjang Masa), maka Badan POM menekankan,” jelas Kepala BPOM Penny Lukito.
Menurutnya, program Indonesian Spice Up The World merupakan salah satu Rencana Aksi Strategi Kuliner Indonesia yang diinisiasi Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk memperkenalkan olahan pangan Indonesia ke kancah dunia. Berdasarkan data Badan POM, saat ini terdapat 154 pelaku usaha yang memproduksi bumbu, terdiri atas 24% dari skala usaha besar (industri pangan) dan 76% dari skala Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dominasi UMKM berperan penting dalam memasok produk bumbu dan rempah ke pasar internasional.
“Program dukungan ini untuk mendorong kuliner Indonesia, mencakup produk bumbu dan rempah, agar dapat masuk pasar mancanegara. Khususnya pasar Australia, Afrika, Rusia, dan Hungaria melalui Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal RI di negara tersebut,” pungkas Penny.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menegaskan, kerjasama dengan BPOM merupakan momen penting, karena keamanan pangan dunia adalah salah satu prioritas, terutama pada masa pandemi covid-19 yang telah melanda dunia, sejak tahun 2019.
“Kami berharap melalui Nota Kesepahaman bersama Kementerian Koperasi dan UKM dengan BPOM, dapat meningkatkan pelayanan perijinan dan keamanan produk yang saat ini dirasakan masih menyulitkan bagi usaha mikro dan kecil dapat berjalan lebih mudah lagi,” tegas Teten, dalam acara launching dukungan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk UMKM Pangan Menuju Spice Up The World, di Jakarta, Selasa (22/6/2021).
Teten menekankan, Safe Food Now For A Healthy Tomorrow, menjadi insprasi untuk terus mengkampanyekan keamanan, mutu dan gizi pangan kepada masyarakat serta pelaku UMKM, agar dapat menerapkan produksi yang sesuai ketentuan sehingga produk yang dipasarkan aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Kerjasama antara KemenkopUKM dan BPOM, meliputi dukungan kebijakan program dan anggaran untuk kemudahan berusaha, penyediaan data dan informasi KUMKM, penyelenggaraan sosialisasi komunikasi informasi dan edukasi di bidang obat tradisional, kosmetik, dan pangan olahan bagi kumkm serta masyarakat.
Lebih lanjut, pendampingan bagi KUMKM dalam rangka pemenuhan persyaratan keamanan, khasiat atau manfaat, mutu obat tradisonal, kosmetik, dan pangan olahan, pembentukan fasilitator keamanan obat tradisional, kosmetik, dan pangan olahan, serta konsultasi layanan hukum dan kemudahan berusaha.
Dia menjelaskan, izin edar BPOM, merupakan salah satu tolok ukur masyarakat dalam memilih produk untuk dikonsumsi, dimana ijin ini sangat dibutuhkan oleh UMKM dalam pemasaran dan sebagai salah satu pengungkit daya saing produk baik lokal maupun internasional. Menurutnya, sejak Januari hingga 12 Oktober 2020 lalu, BPOM telah menerbitkan 13.299 Nomor Izin Edar (NIE) kepada pelaku usaha di seluruh Indonesia, yaitu usaha mikro 429 (3%), usaha kecil 1.751 (13%), usaha menengah 5.870 (44%) dan usaha besar 5.249 (40%).
“Dari data tersebut NIE pangan olahan didominasi oleh pelaku usaha menengah dan besar,” ujarnya.
Teten mengakui, tantangan terbesar dalam legalitas izin edar produk UMKM saat ini, adalah biaya sertifikasi yang hanya mampu dijangkau oleh usaha menengah dan besar. Sedangkan Usaha Mikro dan Kecil yang jumlahnya sekitar 64 juta masih kesulitan dalam mengakses seritifikasi izin edar ini.
“Perlu pendampingan bagi usaha mikro dalam memperoleh NIE sebagai salah satu upaya kami untuk mencapai target transformasi sektor informal ke formal,” tambah Teten.
Kementerian Koperasi dan UKM juga berupaya untuk mendorong ekspor produk UKM, dengan melakukan pendekatan yang terintegrasi agar UMKM dapat berdaya saing dan berkompetisi, meliputi Sinergitas Digitalisasi KUMKM dengan melibatkan Kementerian/Lembaga terkait, Pelatihan dan pendampingan standarisasi dan sertifikasi produk.
“Tentu target ini lebih mudah dicapai melalui kolaborasi berbagai pihak. Termasuk dengan BPOM melalui fasilitasi kemudahan perizinan bagi UMKM sebagai salah satu implementasi Undang-Undang Cipta Kerja, yang juga sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dalam penciptaan iklim berusaha yang mudah bagi UMKM,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPOM, Penny Lukito menekankan pentingnya produksi pangan aman oleh UMKM untuk menjamin konsumsi pangan aman di masyarakat. Selain itu, BPOM memberi dukungan agar UMKM Go International.
“BPOM mendorong UMKM dapat memasok produk pangan yang aman serta berkontribusi besar dalam perekonomian nasional. Keberpihakan terhadap UMKM diwujudkan dengan pemberian insentif dan kemudahan melalui berbagai kebijakan. Sejalan dengan tema Hari Keamanan Pangan Sedunia “Safe Food Now for a Healthy Tomorrow” (Pangan Aman Sekarang untuk Kesehatan Sepanjang Masa), maka Badan POM menekankan,” jelas Kepala BPOM Penny Lukito.
Menurutnya, program Indonesian Spice Up The World merupakan salah satu Rencana Aksi Strategi Kuliner Indonesia yang diinisiasi Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk memperkenalkan olahan pangan Indonesia ke kancah dunia. Berdasarkan data Badan POM, saat ini terdapat 154 pelaku usaha yang memproduksi bumbu, terdiri atas 24% dari skala usaha besar (industri pangan) dan 76% dari skala Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dominasi UMKM berperan penting dalam memasok produk bumbu dan rempah ke pasar internasional.
“Program dukungan ini untuk mendorong kuliner Indonesia, mencakup produk bumbu dan rempah, agar dapat masuk pasar mancanegara. Khususnya pasar Australia, Afrika, Rusia, dan Hungaria melalui Kedutaan Besar/Konsulat Jenderal RI di negara tersebut,” pungkas Penny.
(nng)