Lahan untuk Investasi Harus Dipermudah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Persoalan lahan kerap menjadi hambatan bagi para investor untuk merealisasikan investasinya di Tanah Air. Masalah klasik ini masih saja ditemui beriringan dengan persoalan regulasi yang berbelit serta perizinan.
Rumitnya persoalan lahan ini setidaknya diakui oleh Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pekan lalu. Secara terbuka dia menyatakan bahwa ketersediaan lahan di daerah masih menjadi penghambat masuknya investasi.
Bahlil pun menyatakan ingin ada pembagian yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah (pemda) karena daerah yang mengetahui persis kondisi di lapangan. Dia bercerita, fakta masih sulitnya menyelesaikan lahan di daerah dibuktikannya beberapa minggu lalu saat dia turun langsung menyelesaikan masalah lahan untuk calon investor di kawasan ekonomi khusus (KEK) Bitung, Sulawesi Utara (Sulut).
Tak hanya di Bitung, pria kelahiran 1976 itu menemukan hal serupa di KEK Palu, Sulawesi Tengah.
“KEK jangan menjadi kawasan industri tanah. Perlu ada formulasi kebijakan untuk menarik tenant ke KEK Palu. Ini harus kita selesaikan bila perlu kita akan membuat kebijakan investasi yang memberikan insentif lebih dibandingkan KEK lain,” ujarnya seperti dikutip dari SINDONews.
Anggota Komite Investasi Kementerian Investasi Rizal Calvary Marimbo mengungkapkan masalah pengadaan lahan ini masuk tiga masalah besar dalam menarik investasi. Dua masalah lainnya, adalah regulasi dan perizinan. Keduanya, menurut dia, sudah mulai teratasi dengan hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan Inpres No 7/2019 Tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.
Rizal menjelaskan, dengan aturan itu dan adanya nomor standar prosedur dan kriteria (NSPK) akan memberikan kepastian kepada investor. Perizinan yang selama ini menghambat akan mudah.
“Kita tahu masalah lahan itu (ada) mafia tanah begitu luar biasa. Begitu ada perencanaan pembangunan di sini, tiba-tiba tanah di sekitar sudah naik,” ujarnya saat dihubungi Koran SINDO, Senin (28/6).
Dia menyebutkan Kementerian Investasi saat ini sedang membenahi hambatan dalam pengadaan lahan. Salah satu yang sukses dan sering dijadikan contoh adalah kawasan industri Batang, Jawa Tengah. Kawasan ini menurutnya adalah yang paling efisien dan mudah untuk memperoleh lahan.
Kementerian Investasi sudah meminta ke pengelola kawasan dan daerah agar investor tidak dibiarkan berjibaku dan bernegosiasi langsung dengan pemilik lahan. Investor asing tentu kesulitan karena tidak menguasai lapangan. Rizal mengatakan pihaknya berjanji akan membangun infrastruktur, seperti jalan, komunikasi, air bersih, listrik, dan lainnya, di kawasan industri.
Wakil Ketua Umum Kadin Johnny Darmawan menceritakan bahwa masalah lain yang sering menghambat investasi adalah ketidakpastian hukum. Lahan, menurutnya, banyak tersedia tetapi yang siap dibangun pabrik atau manufaktur itu tidak mudah. Sekalinya ada lahan, akan tapi infrastruktur pendukung, seperti listrik dan air bersih tidak memadai.
Rumitnya persoalan lahan ini setidaknya diakui oleh Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pekan lalu. Secara terbuka dia menyatakan bahwa ketersediaan lahan di daerah masih menjadi penghambat masuknya investasi.
Bahlil pun menyatakan ingin ada pembagian yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah (pemda) karena daerah yang mengetahui persis kondisi di lapangan. Dia bercerita, fakta masih sulitnya menyelesaikan lahan di daerah dibuktikannya beberapa minggu lalu saat dia turun langsung menyelesaikan masalah lahan untuk calon investor di kawasan ekonomi khusus (KEK) Bitung, Sulawesi Utara (Sulut).
Tak hanya di Bitung, pria kelahiran 1976 itu menemukan hal serupa di KEK Palu, Sulawesi Tengah.
“KEK jangan menjadi kawasan industri tanah. Perlu ada formulasi kebijakan untuk menarik tenant ke KEK Palu. Ini harus kita selesaikan bila perlu kita akan membuat kebijakan investasi yang memberikan insentif lebih dibandingkan KEK lain,” ujarnya seperti dikutip dari SINDONews.
Anggota Komite Investasi Kementerian Investasi Rizal Calvary Marimbo mengungkapkan masalah pengadaan lahan ini masuk tiga masalah besar dalam menarik investasi. Dua masalah lainnya, adalah regulasi dan perizinan. Keduanya, menurut dia, sudah mulai teratasi dengan hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan Inpres No 7/2019 Tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.
Rizal menjelaskan, dengan aturan itu dan adanya nomor standar prosedur dan kriteria (NSPK) akan memberikan kepastian kepada investor. Perizinan yang selama ini menghambat akan mudah.
“Kita tahu masalah lahan itu (ada) mafia tanah begitu luar biasa. Begitu ada perencanaan pembangunan di sini, tiba-tiba tanah di sekitar sudah naik,” ujarnya saat dihubungi Koran SINDO, Senin (28/6).
Dia menyebutkan Kementerian Investasi saat ini sedang membenahi hambatan dalam pengadaan lahan. Salah satu yang sukses dan sering dijadikan contoh adalah kawasan industri Batang, Jawa Tengah. Kawasan ini menurutnya adalah yang paling efisien dan mudah untuk memperoleh lahan.
Kementerian Investasi sudah meminta ke pengelola kawasan dan daerah agar investor tidak dibiarkan berjibaku dan bernegosiasi langsung dengan pemilik lahan. Investor asing tentu kesulitan karena tidak menguasai lapangan. Rizal mengatakan pihaknya berjanji akan membangun infrastruktur, seperti jalan, komunikasi, air bersih, listrik, dan lainnya, di kawasan industri.
Wakil Ketua Umum Kadin Johnny Darmawan menceritakan bahwa masalah lain yang sering menghambat investasi adalah ketidakpastian hukum. Lahan, menurutnya, banyak tersedia tetapi yang siap dibangun pabrik atau manufaktur itu tidak mudah. Sekalinya ada lahan, akan tapi infrastruktur pendukung, seperti listrik dan air bersih tidak memadai.