Menata Transportasi Multimoda Dalam Mewujudkan Visi Logistik Indonesia 2025

Rabu, 11 Agustus 2021 - 00:42 WIB
loading...
Menata Transportasi Multimoda Dalam Mewujudkan Visi Logistik Indonesia 2025
Dalam mempersiapkan visi logistik Indonesia di 2025. Dirjen Perhubungan Darat, Budi Setiyadi mengatakan, angkutan multimoda saat ini memiliki tantangan tersendiri. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Dalam mempersiapkan visi logistik Indonesia di 2025, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Dirjen Perhubungan Darat , Budi Setiyadi mengatakan, angkutan multimoda saat ini memiliki tantangan tersendiri. Pertama, masalah dalam keterpaduan jaringan prasarana.

Kedua, masalah dalam keterpaduan jaringan pelayanan. Ketiga, masalah dalam pembinaan dan pengembangan usaha multimoda.

"Optimasi kapasitas pelabuhan dan pengembangan interkoneksi dengan hinterland dan hubungan internasional bisa jadi cara peningkatan keterpaduan jaringan prasarana," ujar Budi.



Hal ini disampaikan dalam sambutannya saat webinar bertema 'Transportasi Multimodal Dalam Mewujudkan Visi Logistik Indonesia 2025' yang digagas oleh Indonesian Multimodal Transport Association (IMTA).

Di webinar ini, hadir sebagai narasumber, Dirjen Perhubungan Darat Drs. Budi Setiyadi, S.H., M.Si sebagai Keynote Speaker, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Ayodhia G L Kalake, Staf Ahli Menteri Bidang Logistik, Multimoda dan Kes Phb Dr. H. Cris Kuntadi, SE, MM, Akademisi Institut Teknologi Sepuluh November Dr. Saut Gurning, VP Terminal PT Kereta Api Logistik, Didik Harijanto.

Staf Ahli Menteri Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan, Cris Kuntadi menjelaskan, sejumlah permasalahan transportasi antarmoda/multimoda yang saat ini terjadi.

Dikatakannya, ada tiga masalah utama permasalahan transportasi antarmoda/multimoda. Pertama keterpaduan jaringan prasarana.

Dikatakannya, pembangunan jaringan prasarana transportasi di tingkat wilayah ditangani beberapa kementerian dan pemerintah daerah sehingga diperlukan unit organisasi untuk mengkoordinasikan perencanaan dan pembangunan jaringan prasarana agar tidak terjadi kapasitas berlebih pada masing-masing moda.

"Belum berkembangnya fasilitas logistics center membuat pengguna jasa dan operator sulit mendapatkan informasi muatan dan angkutan. Keterpaduan antar simpul saat ini belum terhubung secara optimal. Kemudian, pembangunan simpul terminal masih sering kurang memperhatikan penyediaan prasarana transshipmen," ujar Cris.

Kedua, keterpaduan jaringan pelayanan angkutan barang dan penumpang. Penanganan keterpaduan jaringan pelayanan (rute) angkutan antarmoda/multimoda kurang optimal. Dokumen angkutan barang yang digunakan masih bersifat masing-masing moda.

"Kompatibilitas antar sarana dan fasilitas penunjang masih belum optimal. Selain itu, pengembangan sistem informasi di bidang transportasi antarmoda/multimoda sudah berjalan tetapi masih bersifat parsial seperti tracking and tracing system," sambungnya.

Ketiga, pembinaan dan pengembangan pengusahaan. Perusahaan penyedia jasa logistik belum mampu bersaing secara internasional. Kompetensi SDM di bidang angkutan multimoda masih perlu ditingkatkan. Lembaga sertifikasi profesi di bidang angkutan multimoda juga belum terbentuk.

"Lembaga atau unit kerja yang terkait dengan penyelenggaraan angkutan antarmoda/multimoda terdiri dari beberapa lembaga, sehingga diperlukan koordinasi," paparnya.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Ayodhia G L Kalake dalam kesempatan ini mengutarakan, dengan diluncurkan Batam Logistic Ecosistem (BLE) akan menyederhanakan proses logistik di pelabuhan, mempersingkat waktu layanan, dan berlaku selama 24 jam per minggu.

"BLE diharapkan mampu mendorong lebih banyak investasi masuk. Sistem BLE ini perlu untuk dijadikan percontohan untuk digunakan secara nasional nantinya di berbagai pelabuhan di Indonesia," ujar Ayodhia.

Dikatakannya, BLE akan dijadikan percontohan untuk pelabuhan besar lainnya. Dengan sistem seperti ini tidak ada lagi pungutan liar dan sistem bisnis yang menyulitkan.

"Sistem BLE ini diharapkan mampu menurunkan biaya logistik nasional. Penurunan biaya logistik nasional ditargetkan turun dari 23,5 persen menjadi sekitar 17 persen pada 2024 sebagaimana tercantum dalam Perpres No 18 Tahun 2020 yang sesuai dengan RPJMN 2020-2024 agar dipercepat capaiannya. Demikian juga dengan Inpres No 5 2020 tentang Ekosistem Logistik Nasional yang dapat diselesaikan sebelum 2024," beber Ayodhia.

Sedangkan VP Terminal PT Kereta Api Logistik, Didik Harijanto menjelaskan, value chain kereta api dalam kegiatan transportasi multimoda. Dikatakannya, KAI Logistik memiliki integrated pricing strategy yang menghubungkan antar first/last mile service.

"Hal itu menghubungkan produsen di hulu yang ada dengan integrasi moda yang ada di hilir," jelas Didik.



Ketua Indonesian Multimodal Transport Association (IMTA) Siti Ariyanti mengharapkan, dengan adanya aturan yang dibuat pemerintah, akan memudahkan jasa logistik.

"Kegiatan multimoda transport dari dulu sudah dilakukan dalam proses pengiriman barang dari satu poin ke poin yang dituju. Diharapkan dengan berbagai aturan yang dibuat pemerintah tentang multimoda diharapkan bisa lebih memudahkan dan menguntungkan semua pihak dan bisa menekan biaya logistik di Indonesia," terangnya.

Diakuinya, saat pandemi Covid-19 saat ini, biaya logistik makin amat sangat mahal. "Dan menyikapi pandemi, kami hanya berharap kita hilangkan semua perbedaan,mari bersatu melawan Covid-19 tingkatkan imun dan iman kita, tetap semangat, jaga kesehatan," harap Siti Ariyanti.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2681 seconds (0.1#10.140)